Maret 09, 2022

Esensi Kisah Nabi Yusuf as. dalam Surat ke-13; Mafhum dan Mantuk.

 


Memahami esensi kisah seseorang, maka secara tidak langsung kita dihadapkan setidaknya dua komponen penting yang terdapat di dalamnya. Pertama; latar belakang orang itu sendiri. Kedua; perjalanan hidupnya mulai dari kecil sampai dewasa. Hal ini menjadi tolok-ukur objektivitas bagi siapa saja ketika hendak menyikapi sesuatu yang terjadi dalam kisah tersebut. 

Ada hadis menjelaskan silsilah keturunan Yusuf As “Nabiyyun Ibn Karim Ibn karim”. Bahwa dia merupakan putra dari Ayyub (Karim) bin Ishak (Karim) yang mana keduanya merupakan Nabi. Pun demikian Yusuf sendiri merupakan nabi, dia salah satu Nabi yang telah mengajarkan kepada umat Islam midan dakwah yang tidak mengenal waktu dan tempat. Seperti yang telah diterangkan dalam ayat 36-41 perjuangan dakwahnya dalam penjara.

Kemudian sejarah hidupnya dimuat dalam al-Quran secara terperinci tanpa terpisah-pisah di surat ketiga belas dalam urutan mushaf Usmani. tidak seperti kisah-kisah nabi sebelumnya atau setelahnya yang disebutkan di banyak tempat terpisah. Hal ini merupakan keistimewahan yang dimiliki Yusuf As. Sekaligus sebagai Ibrah bagi kita untuk meneladani jejak hidupnya. Bagaimana tidak? Allah Swt. telah menyiapkannya menjadi pemimpin sekaligus petunjuk bagi umat manusia.

Ada percakapan menarik terekam antara dua cendekiawan; Muhammad Ragab al-Bayumi (MRA) dan Mahmud fahmi al-Bayumi (MFA) mengenai awal mula kisah Yusuf As. dalam kitab “Min al-Qimah al-Insaniyah fi al-Islam” karya Muhammad Ragab al-Bayumi.

Di saat keduanya selesai menyimak Surat Yusuf yang dibacakan, sepontan MRA mengatakan bahwa kisah Yusuf berporos pada kisah Gamis. Gamis yang berlumuran darah palsu yang dibuat oleh saudara-saudaranya guna mengelabui ayahnya ketika berusah menjauhnya dari sang ayah. Gamis yang ditarik sampai robek oleh istri raja Mesir saat Yusuf hendak menyelamatkan diri dari tipu muslihatnya, serta Gamis yang dikirimkan kepada ayahnya yang membuat mata Nabi Yakqub melihat Kembali.

Kemudian MFA menyanggahnya: wahai saudaraku! bagaimana kamu bisa menyimpulkan seperti itu? MRA: itu hanya logic theory dari surat tadi.

Kemudian MFA menyanggahnya lagi; jika demikian, maka ru’ya sadikah bisa juga menjadi pilihan yang lain sebagai porosnya karena kisah itu berawal dan berakhir dengan mimpi; di waktu kecil Yusuf bermimpi melihat Matahari, Bulan serta sebelas bintang sujud di hadapannya, dia juga menafsirkan mimpi dari dua rekan saat di penjara, juga menafsirkan mimpi raja Mesir hingga kemudian dia menunjukkan makna mimpinya waktu kecil di hadapan ayahnya. Namun apakah kamu setuju dengan kritisi seperti itu?

Terlepas dari persepsi tadi, akan lebih baik jika mengatakan bahwa poros kisahnya adalah bentuk dari esensi sifat kepribadian serta keistimewahan yang dimiliki Yusuf yaitu berupa sifat ihsan. Sedang makna ihsan seperti dikutib dari hadis Jibril “An Takbudallaha Kaannaka Tarahu Wainlam Takun Tarahu Wa Innahu Yaraka”. hadis ini diartikan ‘sampainya seorang ke level kesempurnaan di setiap amaliyahnya’. Hal ini dapat terlihat dalam pribadi dan tindak laku Yusuf mulai dari kecil sampai dewasa, (imbuhnya).

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa sifat ihsan telah menjadi kriteria wajib seorang Nabi, namun ihsan yang terdapat dalam Surat Yusuf merupakan salah satu hal terpenting untuk dipelajari dan diambil ibrahnya. Bagaimana tidak? Yusuf yang memilki paras wajah tampan menolak ajakan **** wanita tercantik saat itu. Serta ihsan ketika dia memilih masuk penjara walaupun dia tidak bersalah demi meredam sindiran, cacian serta hinaan yang mengarah kepada keluarga al-Aziz kala itu. Juga ihsan ketika menafsirkan mimpi dari rekannya di penjara. Serta ihsan ketika dia mengungkapkan identitasnya kepada saudaranya. ihsan yang difirmankan Allah Swt. dalam ayat 22 dan 56, ihsan yang diakui rekannya di penjara dalam ayat ke-36, ihsan yang diakui oleh saudaranya ketika Yusuf masih kecil dan tumbuh dewasa di ayat 4 dan 78 serta Ihsan yang diakui Yusuf sendiri dalam ayat ke 90.

Maka dari sini, kita dapat melihatnya dengan mata telanjang bahwa kisah Yusuf berporos di sifat ihsan. Serta Surat ini menyatakan makna Ihsan itu luas tidak terkhusus kepada sedekah yang masyhur dipahami sementara ini. Amaliyah Yusuf seolah-olah menjelaskan kepada kita dalam bait kisahnya bahwa kita harus berbuat ihsan di setiap tindak laku. Seperti sabda Nabi “Ida Dabahtum wa Ahsin al-Dibhatah”.

Wallahu’alam.......

Penulis : Ust. Ach. Shalehuddin, Lc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates