Tampilkan postingan dengan label Al-Azhar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Azhar. Tampilkan semua postingan

Februari 08, 2018

,

Kuliah?

Hal menarik yang bisa dinikmati oleh mereka yang belajar di Mesir adalah mereka bebas menjadi apa saja. Berbeda dengan mereka yang tengah menempuh pendidikan di Makkah atau Madinah.  Mesir atau dalam hal ini - Al-Azhar-lebih memberikan kebebasan bagi Mahasiswanya.  Ini bukan bermaksud membandingkan hanya saja saya  ingin memperlihatkan keunikan  yang ada. Saya dengar sendiri dari teman yang juga mahasiswa di Madinah bahwa mereka masih diwajibkan mengisi absensi. Dan jika lebih dari 15 kali absen maka bersiaplah tinggal dalam ruangan yang sama pada tahun berikutnya.

Al-Azhar menyajikan hal berbeda, rumah atau kiblat ilmu yang telah lebih dari 10 abad silam berkiprah menghidupkan kelimuan ini masih tidak mewajibkan pendataan absensi, dan standar kelulusan hanya bertumpu pada bagaimana para mahasiswa bisa dengan baik menjawab soal ketika ujian.
Disini memang tidak ada paksaan kuliah. Al-Azhar tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk setiap pagi mandi dan berangkat duduk manis dalam kelas. Juga tidak memaksa mahasiswanya harus rapi dengan kaki yang berpakaian sepatu. Tidak, Al-Azhar tidak menekankan  kita untuk terlalu patuh pada kostum semata. Maka saya sangat keberatan jika teman-teman Mahasiswa di Al-Azhar berseloroh: Saya malas kuliah, lagi pula gak ada Absen. Kalau anak baru yang mengatakan,  saya masih coba memakluminya tapi jika yang mengungkapkan ternyata mereka yang  sudah tak bergelar Junior maka sangat perlu untuk dipertanyakan.

Saya masih ingat, di suatu pelajaran Mantiq ketika saya tingkat 2 (setara dengan semester 3 atau 4 kalau di Indonesia) tiba-tiba ada teman Mesir yang bertanya ke dosen atau duktur biasa kami menyebutnya, "Lieh ihna mafisy kasyful hudur ya duktur?"
Artinya: " wahai duktur,Kenapa kita tidak ada absen dikuliah?"

Pertanyaan tersebut memang sering  terulang ketika ada penyuluhan kepada teman-teman Mahasiswa baru. Dan saya sendiri tidak mempermasalahkan pertanyaan tersebut,karena saya juga pernah sepemikiran. Tapi saya juga  lebih setuju dengan jawaban duktur yang mengatakan: "Kalian itu sudah dewasa, kalian bukan tingkat i'dadiyah atau tsanawiyah lagi. Sekarang pintu kelas ini terbuka untuk siapa saja yang mau masuk belajar atau keluar, kita tidak akan memaksa siapapun. Kalian sudah dewasa,  kalian sudah bisa memilih mana yang baik dan yang buruk."

Teman-teman, baik yang baru atau lama. Marilah kita ambil nilai positif dari sesuatu. Bahkan dalam keadaan apapun itu. Al-Azhar tidak terbatas pada dinding atau bangunan-bangunannya, Al-Azhar terlalu besar untuk kita remehkan.  Maka saya sangat berharap agar kita saling menguatkan. Silahkan tidak berangkat kuliah tapi tolong isilah waktu yang seharusnya kita berada dikuliah tersebut dengan melakukan hal-hal positif dan bermanfaat. Itulah mengapa saya katakan, di Mesir kalian bebas untuk menjadi apa saja. Namun jangan pernah meremehkan keputusan Al-Azhar. Tidak ada absen bukan berarti tidak ada kuliah bukan?

Saya dengar di Universitas ternama dinegara seperti Inggris semisal University of  Oxford juga tidak ada absen.  karenanya tolong jangan jadikan hal ini alasan untuk meremehkan al-Azhar. Jadilah anak-anak yang berbakti. Iya, al-Azhar adalah rumah kita. Tapi saya selalu yakin bahwa kita jauh-jauh dari Indonesia tidak hanya memiliki tujuan hanya  untuk sekedar mencari atau mengisi absen saja. Iya, Saya yakin.

By: Zis al-Hakim

September 29, 2016

,



Oleh; Syaifullah Baihaqi 

Ya! Mungkin itu kata yang tepat untuk Masisir (Mahasiswa/i Indonesia Mesir). Ups! Jangan salah mengartikan judul di atas. Mungkin, banyak di kalangan mahasiswa/i Indonesia di Mesir bertanya-tanya ketika membaca judul di atas. Ya, maklumlah karena sekarang  masih ramai pembicaraan tentang dipindahnya Fakultas Syariah ke tempat semula (Daroosah). Tapi, tulisan ini tidak akan membicarakan hal tersebut, walaupun sebenarnya ada kaitannya dengan berita dipindahnya fakultas syariah ke darrosah di atas. Nah, apa sih yang akan dibicarakan penulis dari judul di atas?

Mahasiswa/i adalah agen perubahan masyarakat atau bangsa yang sering dikenal dengan agent of change, apalagi mahsiswa/i Timur Tengah. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri, karena kita tahu bahwa masyakat sedang menunggu mereka. Terus bagaimana kita mempersiapkannya? Apakah kita hanya termenung begitu saja? Atau hanya tidur begitu saja? Maka dari itu perlu kiranya kita kembali ke Darrosah (Talaqqi ke masyaikh yang ada di masjid al-azhar dan sekitarnya) untuk mempersiapkan bekal katika pulang ke masyarakat sebagai agen perubahan Bangsa Asia, khususnya Indonesia tercinta.

Mari kita kembali ke sejarahجامعة الأزهر الشريف  ( Universitas al-Azhar yang mulia), جامعة الأزهر الشريف adalah pusat ilmu dunia Sunni. Universitas tersebut sangat berhubungan erat dengan Masjid al-Azhar di wilayah Kairo Kuno. Masjid ini, dibangun sekitar tahun 970-972 M. pada masa Fatimiyyah. Baru pada tahun 988 M. dibangunlah Universitas al-Azhar yang seperti sekarang ini. Walaupun demikian, di Masjid al-Azhar sendiri masih tetap berlangsung proses belajar-mengajar sampai sekarang. Sehingga melahirkan tokoh-tokoh terkenal seperti al-Sayuti, al-Bajuri dan ulama-ulama dunia masa kini seperti al-Syahid al-Buthi, Syaikh Ali Jumah dan yang lainnya.

Belajar-mengajar (yang sangat populer di kalangan masisir dengan sebutan Talaqqi) di Masjid al-Azhar sangatlah berkotribusi besar bagi pelajar yang datang ke mesir. Menurut Prof. Dr. Usamah al-Azhari, waktu normal yang dibutuhkan untuk menjadi azhary adalah sepuluh sampai lima belas tahun. Karena, terdapat 12 ilmu utama di al-Azhar yang harus dipelajari, melalui tiga jenjang: Mubtadi’, Mutawassit, dan Munthahi. Total ada 36 majelis ilmu yang harus dilalui para pelajar di al-Azhar. Semua ilmu tersebut dan beberapa ilmu tambahan lainnya merupakan pelajaran wajib untuk mencetak azhary.

Ketika kembali ke sejarah al-Azhar. Maka akan ditemukan bahwa di masjid tersebut terdapat beberapa Ruwaq (ruang belajar) diantaranya; Ruwaq Al-Turk (tempat orang Turki), Ruwaq al-Syawam (tempat orang Syam), Ruwaq al-Kurd (tempat orang Kurdi), Ruwaq al-Magharibah (tempat orang Afrika Utara), Ruwaq al-Bukhara (tempat orang Asia Tengah).

Pada masa dahulu masjid tersebut menyediakan sekitar sepuluh pengajar ahli untuk setiap kitab yang diajarkan. Sehingga, hal tersebut memberikan kebebasan bagi pelajar untuk memilih guru yang cocok, sesuai jenjang dan karakternya. Jika kita kalkulasi, dari 36 kitab dikalikan 10 pengajar maka, akan menghasilkan 360 majelis ilmu yang berada di al-Azhar, dan itu adalah jumlah pilar-pilar masjid al-azhar, yang biasanya setiap syaikh besandar kepada pilar-pilar tersebut saat mengajar. Bahkan, pada masa sekarang terdapat beberapa Madyafah di sekitar Masjid al-Azahar yang menyediakan pengajar yang ahli dalam bidangnya seperti; Madyafah Syaikh Ismail, Syaikh Ali Jumah dan Syaikh Imron al-Dah.  Hal tersebut sangat membantu bagi para pelajar baik yang datang dari penjuru dunia maupun orang mesir sendiri. Dari cara belajar-mengajar tersebut lahirlah beberapa ulama yang terkenal dari masa kemasa seperti yang telah disebutkan di atas.

Metode yang digunakan di Masjid al-Azhar adalah Talaqqi (belajar langsung kepada masyaikh). Hal tersebut telah diperaktikkan dari zaman Rasulallah Saw. dan para shahabatnya, begitu juga para tabiin sehingga samapai kepada kita. Adapun keunikan di dalam Talaqqi sangatlah banyak. Di antaranya; dapat merasakan semangat mengajarnya para masyaikh dan banyaknya ilmu baru yang diperoleh dari beliau. “Ketika saya mengajar kalian semua, ilmu yang pernah saya pelajari hadir kembali, dan itu adalah salah satu alasan mengapa kalian harus Talaqqi kepada masyaikh yang ada disini” jelas Syaikh Syaltut di salah satu majlisnya.

Salah satu teradisi yang dipertahankan ulama al-Azhar yaitu sanad yang bersambung ke Rasullah Saw. ataupun kepada pengarang kitab-kitab yang dikaji. Seperti Imam Nawawi dan yang lainnya. Mungkin, semua itu tidak akan diperoleh apabila kita tidak Talqqi pada masyaikh.

Maka dari itu, seharusnya kita (Masisir) kembali ke Darrosah (Masjid al-Azhar & sekitarnya) untuk menjadi duta azhary yang baik dan membawa ilmu-ilmu al-Azhar ketika pulang ke tanah air tercinta sebagai agent of change. Wallahu a’alam


Follow Us @soratemplates