Maret 12, 2019

,

Turbulensi Kalimat Munafik Menjelang Pilpres!
(kajian seputar term munafik dan tuduhan munafik menjelang kontestasi pilpres)
           

            Indonesia sebagai Negara dengan populasi umat islam terbanyak, tidak jarang dalam perjalanan politik kekuasaan sentimen agama dimainkan demi mengejar elektabilitas tertinggi. Retorika delusi dijual ke masyarakat demi kepentingan. Tuduhan kafir, munafik, anti islam, tidak cinta ulama merupakan rutinitas dalam catur perpolitikan. Kalangan menengah ke bawah (awam) adalah target utama menanamkan misi politik jahat sebagai doktrin kebencian. Akibatnya muncul gelombang bagaikan hantaman arus air besar dari kalangan menengah kebawah mengkafirkan, memusyrikkan atau memunafikkan siapapun yang berbeda dengan doktrin yang ditanamkan kepada mereka.
            Tuduhan munafik kepada individu atau kelompok lebih sering dimainkan daripada tuduhan kafir atau musyrik, Itu karena term munafik lebih mudah dilekatkan pada aktor politik daripada tuduhan kafir atau musyrik. Tuduhan munafik tidak butuh bukti empiris tapi cukup dengan indikasi yang menurut mereka masuk katagori munafik. Berbeda dengan justifikasi kafir atau musyrik yang membutuhkan bukti konkrit. Satu contoh TGB misalnya, tokoh yang dikenal sebagai ulama muda tafsir, gubernur yang hafidz Al-Qur’an dan salah satu lulusan terbaik Universitas al-Azhar Cairo, tiba-tiba berevolusi menjadi dimunafikkan masuk kelompok cebongers karena perbedaan pandangan politik. Contoh lain misalnya, yang tenar dimuat di berbagai media entitas sebauh masjid tidak menerima jenazah pendukung penista agama karena dianggap munafik. Ini terjadi pada perhelatan Pilgub DKI dua tahun yang lalu, dengan argumentasi, Rasulullah pernah ditegur Allah karena mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul adalah landasan pembenaran atas pendapat dan tindakan mereka.
            Itulah sebabnya, penting rasanya menuangkan apa sebetulnya definisi munafik itu? Benarkah Rasulullah mendapat teguran karena mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul? Bagaimanakah sebenarnya komonikasi atau intraksi Rasulullah dengan para munafik? Kemudian, apakah tuduhan munafik zaman now masuk katagori munafik yang ada di zaman Rasulullah? Pertanyaan-pertanyaan inilah akan coba dikupas pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.
A.    Definisi Munafik dan Pembagiannya
Term munfik menurut Syekh Abdurrahman Hasan al-Midani dalam kitabnya dhahiratun nifaq adalah menampakkan keislaman dengan lisan dan menyimpan kekufuran didalam hati, sebagai bentuk menipu dan membohongi orang lain. Sayyidina Hadzaifah ditanya : “siapa orang munafik itu?”, beliau menjawab : “laki-laki yang mangaku islam tapi tidak mengamalkannya”.
Lebih jauh, Syekh Abdurrahman Hasan al-Midani membagi sosok munafik sesuai tujuan dan motivasinya dengan empat bagian.
·   Pertama, orang munafik yang manampakkan keislamannya agar dapat menikmati dan tamak terhadap sesuatu yang bisa dimanfaatkan, semisal bisa menikmati hasil harta ghanimah dan lain sebagainya.
·   Kedua, orang munafik yang mengkhawatirkan dirinya, hartanya dan mengkhawatirkan segala sesuatu kemaslahatan baginya. hal ini, seperti yang dilakukan Abdullah bin Ubay bin Salul dan komplotannya.
·   Ketiga, orang munafik yang memorak-porandakan islam dari dalam. dia masuk dalam tubuh islam, maju bersama di atas nama perjuangan islam, tapi tiba-tiba ia berpaling berkhianat menghancurkan islam dari dalam, kasus ini seperti yang terjadi pada para munafik Madinah yang masuk islam kemudian menyebar fitnah di dalam tubuh islam.
·     Keempat, orang munafik yang pura - pura memeluk Islam karena keberadaannya sebagai keturunan orang Islam.
Masih tetap menurut Syekh Abdurrahman Hasan al-Madani, kelompok munafik ditinjau dari latar belakangnya dalam posisi mereka sebagai orang kafir, ada dua kelompok. Pertama, kelompok munafik yang mempunyai status resmi agama seperti Yahudi, Nasroni dan seterusnya, kemudian pura-pura masuk Islam. Kedua, kelompok munafik yang tidak mempunyai status resmi agama, kemudian pura-pura masuk Islam untuk menghasilakan kenikmatan yang menjadi misinya.  jika kenikmatan tersebut berada di pihak muslimin, kelompok tersebut bergegas seraya berkata : “Bukankah kami (turut berperang) bersama kalian?!”, tapi ketika kenikmatan tersebut berada di pihak kafirin, merekapun bergagas cepat danmenyatakan : “Bukankah kami turut memenangkakan, dan membela kalian dari orang-orang mukmin”.
B.     Rasulullah Sholati Janazah Abdullah bin Ubay bin Salul
Rasulullah memahami ayat  استغفر لهم أولا تستغفر لهم إن تستغفر لهم سبعين مرة
Sebagai pilihan baginya, sehingga beliau hendak menambah do’anya lebih dari tujuh puluh kali. Rasulullah kemudian mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul sedangkan Umar memprotesnya. Umar memahami ayat tersebut sebagai lil mubalaghah bukan sebagai pilihan, yang beranggapan antara memohonkankan ampunan dan tidak, itu sama tidak ada perbedaan. Belum lama dari protes Umar, tersebut turunlah ayat yang terkesan membenarkan pendepat Umar : ولا تصل على أحد منهم مات أبدا ولا تقم على قبره. Umar-pun berkata : “Setelah turunya ayat tersebut Rasullah tidak pernah mensholati janazah orang munafik sampai beliau meniggal”.
            Sekilas ayat tersebut membawa kita pada pembenaran pendapat Umar sedangkan pendapat Rasulullah salah. Tapi mungkinkah demikain?, bukankah Umar cuma sebatas sahabat Rasulullah? dan apakah pemahaman yang benar itu samar atau tidak timbul bagi Rasulullah?. Disini Syekh al-Zamahsyari berpendapat bahwa pemahaman yang benar tidaklah mungkin samar bagi Rasulullah, beliau mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul sebagai bentuk kecintaan dan kelembutan hatinya pada sahabatnya. Tidaklah keberadaan Rasulullah yang diprotes oleh Umar menunjukkan tingkat pemahamanmya berada dibawah standar Umar. Rasulullah mengatahui betul sebuah hakikat kebenaran jauh melebihi Umar, karena lisan Rasulullah adalah alat penyambung firman Allah. Hal ini, berbeda dengan Umar, apalagi pura-pura lupa untuk melahirkan sebuah kemaslahatan yang lebih besar hukumnya boleh dalam ilmu fikih. Andaikan Rasulullah tidak mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul (menuruti kemauan Umar), maka bisa jadi bola fitnah yang terus dihantamkan pada Rasulullah sampai saat ini, bahwa beliau tidak menjunjung tinggi nilai akhlak sebagai acuan instraksi sosial, mengingat Abdullah bin Ubay bin Salul secara dhahir adalah muslim.    
Entitas Rasulullah mensholati janazah Abdullah bin Ubay bin Salul mengeksplorasikan betapa penting sekali hidup dalam tatanan kecintaan satu sama lain, sekalipun kepada orang yang melukai dan mengkhinati kita. Tidakkah kita tahu bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul[1] adalah gembong munafik Madinah?!. Tapi mengapa Rasulullah tetap mensholati janazahnya, dan Rasulullah merelakan bajunya dikafankan padanya. Semua ini menunjukkan betapa mulia sekali akhlak Rasulullah memperlakukan orang yang memfitnah istri beliau selingkuh. Kisah ini, ilustrasi nyata bagaimana umat Muhammad dalam menjalin hubungan antar sesama agar berpegang teguh pada asas kecintaan, kerendahan, tidak pendendam, dan menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak.
C.   Akhlak Rasulullah pada Munafik VS Munafik Zaman Now
Dalam sebuah hadis Rasulullah digambarkan Al-Qur’an yang berjalan. Akhlaqnya begitu indah nan mempesona. Tidak perlu bukti banyak untuk membuktikan kemulian budi pekerti beliau, cukup dengan kejadian di Thaif, beliau dihina dilecehkan, dipersekusi dilempari batu, bahkan Malaikat penjaga gunung menawarkan agar menimpakan dua buah gunung pada mereka (masyrakat Thaif), namun  Rasulullah menjawab dengan penuh kesabaran : “Tapi saya mengharap dari keturunan mereka menyembah Allah yang Esa dan tidak menyekutukanNya”. Rasulullah menolak tawaran Malaikat tersebut dan memilih bersabar menunggu keislaman dari pada anak cucu masyarakat Thaif.     
Tidak jauh berbeda, cobaan batin yang begitu dahsyat diterima oleh Rasuullah ketika istri beliau Sayyidah Aisyah difitnah kesucian oleh Abdullah bin Ubay bin Salul berselingkuh. Fitnah ini membuat susana keluarga Rasulullah berada pada kesedihan yang begitu dalam. Gambaran kesedihan tersebut dapat dijumpai dari perkataan Sayyaidah Aisyah :
“kemudian Rasulullah dan kedua orang tuaku masuk menghampiriku. Rupanya mereka menduga tangisanku benar benar menghancurkan hatiku. Sampai saat itu, Rasulullah Saw. Memang belum pernah menemuiku sejak tersebarnya berita bohong. Apalagi sudah sebulan berlalu, tetapi tak ada satupun wahyu turun berkenaan dengan perkara yang kuhadapi. Rasulullah duduk dan bersabda : “Ammaba’du, wahai Aisyah, sesungguhnya aku telah mendengar tentang dirimu begini dan begitu. Jadi, jika memang engkau tidak bersalah, Allah pasti akan membersihkan namamu. Namun, jika memang engkau melakukan dosa, segeralah engkau minta ampunan kepada Allah dan bertobatlah kepadaNya”. Mendengar ucapan Rasulullah Saw. Itu, tiba-tiba air mataku berhenti mengalir. Aku pun berkata pada Rasulullah Saw. “Demi Allah, sungguh aku tahu bahwa kalian telah mendengar perkara ini sehingga semua itu merasuk ke dalam diri kalian, dan kalian mempercainya. Jika sekarang kukatakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah, dan Allah mengetahui bahwa aku memang tidak bersalah, kalian pasti tidak mempercayaiku, dan jika aku sekarang mengakui perkara ini di depan kalian, walaupun Allah mengetahui bahwa aku sebenarnya tidak bersalah, kalian pasti akan membenarkan kata-kataku. Sungguh demi Allah, saat ini aku tidak menemukan sebuah tamsil yang paling tepat untuk menggambarkan apa yang terjadi antara diriku dengan kalian, selain apa yang dikatakan oleh ayah Nabi Yusuf a.s. “maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolonganya terhadap apa yang aku ceritakan, ”.Aku lalu berpaling dari mereka dan kurabahkan tubuhku di atas pembaringan”.[2]

Fitnah kebohongan tersbut hilang tanpa bekas di hati para orang-orang yang beriman ketika turun wahyu dari Allah sebagai bukti kesucian Sayyidah Aisyah. Sementara umat Islam tidak sabar agar Rasulullah menjatuhkan hukuman mati pada gembong munafik Madinah yaitu Abdullh bin Ubay bin Salul. Bahkan anaknya menawarkan diri kepada Rasulullah untuk mengeksekusinya. Namun Rasulullah menunjukkan kelas kerasulannya dengan bersabda : “Tidak, kita tetap harus berlaku baik kepadanya dan mempergaulkannya dengan sopan, selama ia bersama kita”. Dan lihatlah, bagaimana respon kebijaksanaan Rasulullah kepada Sayyidina Umar : “Wahai Umar, apa jadinya jika orang-orang bergunjing bahwa Muhammad membunuh sahabatnya sendiri?”.
Inilah ilustrasi konkrit bagaimana Rasulullah memperlakukan gembong munafik Madinah sebagaimana sahabat beliau yang lain tanpa membeda-bedakan, bahkan Rasulllah merelakan bajunya dijadikan kain kafannya ketika dia meninggal.
Bukankah kejadian tersebut adalah pelajaran yang begitu berharga, bagaimana cara kita memperlakukan sesorang dengan sopan sekalipun ada satu ciri yang terkesan dia orang munafik tapi tidak bisa dibuktikan di meja hukum. Terus bagaimana jika orang tersebut jauh dari term munafik seperti yang dijelaskan pada sub judul sebelummnya atau bahasa simpelnya; bagaimana kalau seandainya orang yang dituduh munafik adalah kekasih Allah yang sangat dicintaiNya. Bukankah berarti penuduh tersebut malah 'menyakiti' Allah dan utusanNya. Tidakkah kita tahu definisi munafik adalah berislam dengan lisan dan kufur dalam hati?! Terus siapakah diantara kita yang bisa mendeteksi hati sesorang bahwa ia tidak beriman kepada Allah dan utusanNya?! Ataukah mereka belum membaca sejarah, bahwa para sahabat utama tidak bisa menembus hati sesoarang kalau ia yang terjerat penyakit munafik. Sayyidina Umar-pun masih bertanya-tanya kepada Hudaifah sahabat curhat Nabi apakah dirinya (Umar) masuk katagori maunafik. Terus dari mana sebetulnya tuduhan munafik itu dihasilkan?! Atau jangan-jangan mereka mau mengambil hak Tuhan mendeteksi dan mengatur hati seseorang?. Jika argumentasi mereka menuduh seseorang itu munafik baik secara individu atau kelompok karena ia berbohong, janji tidak ditepati, amanah tak dikerjakan sebagaimana tersebut dalam sebuah hadis. Terus mengapa mereka tidak menunjuk jidat mereka sendiri setelah berapa kali mereka berbohong? seberapa banyak mereka tidak tepati janji, dan sekian ratus amanah yang mereka tidak penuhi!. Penulis tidak sedang menuduh mereka sebagai pendusta, pengkhianat dan tidak bertanggung jawab. Tapi yang penulis maksudkan, ayoklah kita saling intropeksi diri. Kita cari kesalahan kita sendiri, jangan buka aib orang lain. Kalaupun kita betul-betul mengatahui hakikat kebenaran bahwa ia munafik, tinggalkan pengetahun tersebut dan buang jauh-jauh, karena kita tidak diperintahkan mengorek aib orang lain. Jika kita terlanjur mengetahui aibnya maka kita wajib menyimpanya. Bukankah yang begini, adalah ajaran Islam?. Penulis juga juga sedang tidak lupa bahwa memang  term munafik terbagi pada al-Nifaq al-Akbar dan al-Nifaq al-Asghar sebagaimana term kafir ada juga kufrun nikmah. Tapi mengapa kalau memang yang dimaksudkan itu an-Nifak Asghwar,kok malah seperti masuk pada konteks an-Nifak Akbar, mulai dari masjid tidak menshaloti janazah pendukung penista agama, TGB diasingkan dalam komonitasnya dan seterusnya. Kalaupun yang dituduh memang terjangkit penyakit Nifak asghwar, terus apa perlunya menyebut dia munafik?! apalagi tuduhan tersebut disebarkan masif sekali dipublik. Hentikanlah bahasa munafik tersebut. Karena betapa sering kita juga sama-sama munafik (an-Nifak asghwar). Kalau mereka suka menebarkan kalimat munafik dengan cuma sebatas tanda-tanda tak beralasan yang multi tafsir, kenapa mereka tidak mencari saja seseorang yang wajahnya kuning bukan karena sakit, terus tampar orang tersebut karena masuk katagori munafik kemudian sampaikan kepada mereka sabda Rasulullah :
اذا رأيتم الرجل أصفر الوجه من غير مرض ولا علة، فذلك من غش الاسلام في قلبه.
Pertanyaan terakhir apa sebetulnya motif mereka menuduh orang lain munafik baik secara individu atau kelompok? Saya kurang tau pasti apa motifnya!. Silahkan pembaca budiman tentukan sendiri.Tapi bisa jadi, tuduhan munafik tersebut itu politis dan sangat mungkin, karena perebutan kekuasaan memang rentan sekali menghalalkan segala cara dan diakui atau tidak, politik kekuasaan adalah penyebab utama terpecahnya umat Islam sebagaimana yang dikatakan oleh Syaharstani dalam kitabnya al-Milal wan Nihal. Maka tidak benar (menurut penulis) Islam tersebar murni karena kekuasaan politik. Tapi islam tersebar keseluruh permuakaan dunia karena keindahan akhlak yang terstuktur rapi di dalam ajaran Islam kemudian diamalkan oleh selururh umat islam diseluruh penjuru dunia. Dengan demikian, mari berakhlak! Sekian terimskasih.      


                                                                                                               
                                                                                                         Oleh : Abdul Adzim HS


Daftar Pustaka

1.      Muhammad Muhammad al-Madani, Nadzarot fi fiqhi al-Faruq (al-Qohiroh 2014)
2.      Abdurrahman Hasan al-Midani, Dhahiratun Nifaq (Darul Qolam : Damaskus)
3.      Muhammad Said Ramadhan al-Buti, Fiqhu as-Sirah ab-Nabawiyah (Darussalam)
4.      Sya’ban Muhammad ‘Ietiyah, al-Kasyfu wal Bayan an Ahkamil Qur’an libni ‘Araobi (Mkatabah al-Iman)




[1] Abdullah bin Ubay bin Salul bukanlah ornag yang menanpakkan kemunafikannya dipermukaan umum, tapi dia termasuk orang yang sangat lihai beretorika mengalabui dan menipu orang lain, kadang dia ketahuan niat busuknya oleh sutu kaum, tapi dia hebat sekali memiliki ketarampilan mengahilanagkan jejak tak terpuji yang dituduhkan padanya, itulah sebabnya Abdullah bin Ubay bin Salul sulit dibuktikan di meja hukum sebagai gembong munafik.
[2] Hadist panjang ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Ishaq dan yang lainya.

Maret 07, 2019

,
BIOGRAFI IMAM Al-TAHTAHAWI




Al-Tahtahawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Bey Badawi Rafi’ Al-Tahtawi, ia merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19. Beliau lahir di Tahta pada tahun 1801. Tahtahawi merupakan kota di dataran tinggi mesir, yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di kairo.

 Saat Muhammad Ali menjadi gubernur mesir pada saat itu, dia mengambil alih kekayaan di Mesir, dan termasuk di dalamnya juga kekayaan keluarga Tahtawi dikuasai olehnya. sehingga beliau terpaksa menempuh pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun al-Tahtawi memutuskan melanjutkan studinya ke al-Azhar untuk menimba banyak ilmu kepada masyayikh al-Azhar dan pada tahun 1822 M. beliau menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupakan murid kesayangan dari Syaikh Hasan al-Attar (grand Syaikh Al-Azhar kala itu) yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke mesir. Syaikh Hasan al-Attar sering mengadakan kunjungan kepada ahli-ahli dari Prancis untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka, Dan mereka pun menerima kunjungan itu dengan senang hati karena mereka bisa belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi ini.
Setelah lulus menyelesaikan studinya di al-Azhar beliau dipercayakan untuk mengajar disana. Pada tahun 1824 al-Tahtawi diangkat menjadi pemimpin tentara, dan dua tahun kemudian al-Tahtawi diangkat menjadi pimpinan para mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris. Selama lima tahun di Paris ia tidak menyianyiakan waktunya tersebut. ketika sesampainya disana ia langsung mencari guru khusus bahasa Prancis untuk mengajarinya belajar bahasa Prancis. Dengan waktu singkat ia berhasil menguasai bahasa tersebut karena kesungguhannya dalam mempelajari bahasa itu, dan terbukti selama masa tinggalnya di Paris, al-Tahtawi berhasil menterjemahkan 12 buku dan risalah, diantara risalah tersebut adalah tentang sejarah Alexander Macedonia, mengenai ilmu pasti, risalah tentang ilmu tektik, risalah mengenai hak-hak manusia, risalah tentang jasmani dan sebagainnya.
Selain menterjemahkan buku-buku dan risalah, waktu di Paris ia sempatkan juga untuk membaca buku-buku yang ada disana. buku-buku yang dibaca antara lain buku-buku sejarah, teknik, ilmu politik, ilmu bumi dan lain sebagainya.
Buku-buku yang dibaca al-Tahtawi rupanya mencakup berbagai lapangan ilmu pengetahuan. kelihatannya ia sengaja membaca lapangan-lapangan yang berbeda dan tidak memfokuskan kesatu lapangan ilmu pengetahuan saja, karena tujuannya ialah hanya menterjemahkan buku-buku Prancis kedalam bahasa Arab. dengan demikian pembaca-pembaca Arab dapat mengetahui ilmu pengetahuan barat yang ia rasa perlu mereka ketahui untuk kemajuan mereka.
Sekembalinya dari Paris, al-Tahtawi menjadi seorang guru bahasa Prancis dan penterjemah di sekolah kedokteran. Disini ia membimbing penerjemah buku-buku ilmu kedokteran. Dua tahun kemudian ia pindah ke Artileri untuk mengepali penerjemahan buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran.
Ditahun 1836 M. Muhammad Ali mendirikan  “Sekolah Penerjemah” yang kemudian nama sekolah tersebut berubah menjadi “Sekolah Bahasa-Bahasa Asing”. Adapun yang diajarkan sekolah ini antara lain bahasa Turki, Persia, Itali, dan juga ilmu-ilmu teknik, sejara dan ilmu bumi, dan al-Tahtawi dipercaya untuk menjadi pimpinan di sekolah ini. selain mengajar, ia juga mengkoreksi buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnnya. Menurut keterangan hampir seribu buah buku yang diterjemahkan sekolah ini kedalam bahasa Arab.
            Setelah Muhammad Ali meninggal ditahun 1848 M. Sekolah tersebut dilanjutkan oleh cucunya, Abas. Kemudian. menggantikannya sebagai pasya (gubernur) di mesir. Karna ketidak senangan Abas pada al-Tahtahawi, lalu ia dipindahkan ke Sudan untuk mengepalai sebuah sekolah dasar disana. Setelah Abas wafat ditahun 1854 M. al-Tahtahawi dipanggil lagi ke Kairo, oleh Said yakni Pasya yang baru, Dan ia diangkat menjadi “kepala sekolah militer”. Disana ia pentingkan pelajaran bahasa asing dan mengadakan satu bagian khusus untuk penerjemahan. Ditahun 1863 M. Khedewi Ismail mengadakan “Badan Penerjemah Undang-Undang Prancis” dan al-Tahtawi dipercayai untuk menjadi pimpinan tersebut.


                                                                                                              Oleh : Abdul Majid Suaify


Februari 27, 2019

,

MAAFKAN AKU SEMESTA

Maafkan aku duhai semesta!!
 Jika aku merasa baik dihadapanmu
 cambuk aku dengan lembut
 ingatkan aku bahwa kebaikan yang kurasa hanya berangkat dari hawa nafsu belaka
Jika aku merasa paling benar dihadapanmu
 gertak aku dengan pelan
 ajari bagaimana aku menjadi orang yang benar
Semesta!!

 Ajari aku untuk berdamai denganmu
 dengan manusia – manusia di sekelilingku
 dengan semua yang tak terjangkau oleh penglihatanku
 Aku ingin terbang bebas
 terbang jauh tanpa melihat ke arah mana pun
 terbang kemanapunsemampu aku tuju
Semesta!!
 Ajari aku untuk menghargai setiap langkahku
 setiap detak jantungku dan setiap nafasku
 agar aku tidak merasa kehilangan nikmat tuhanku
 agar aku bisa merasakan rahmat tuhanku
 Betapa aku sangat merugi, jika aku menyia – nyiakan rahmat tuhanku
Semesta!!
 Langkahku kadang tak sama dengan tujuanku
 bukan karena bingung atau salah jalan
 namun terkadang karena ada jalan buntu di hadapanku
 Bisa saja aku balik dan kembali pulang
 tapi tidak untuk saat ini aku harus benar – benar percaya
 bahwa purnama disana akan tetap bersinar

Maafkan aku duhai semesta!!


                                                                                               
                                                                                                   oleh : Nafiah Zaa
                                                                            
                   

                                                                                                                                            


Februari 16, 2019

,

                Silaturahmi merupakan suatu kebutuhan batin bagi manusia. Bukan hanya kebutuhan jasmani saja yang harus kita manjakan, tapi kebutuhan rohani kita juga direalisasikan. Berinteraksi antar sesama umat merupakan keharusan, karena kita hidup di dunia bukan seorang diri, yang pasti kita membutuhkan orang lain untuk hidup bahagia. Selain kita diwajibkan untuk berinteraksi dengan tuhan, wujud sosialisme antar manusia itu juga harus ada, yaitu dengan cara silaturahmi dengan kumpul bersama.
                Alhamdulilah pada hari jum’attanggal 15 februari 2019 FOSIKBA (forum silaturahmi keluarga besar Al-khairat) dengan izin Allah SWT. bisa mengadakan acara Silaturahmi antar semua anggota FOSIKBAbaik senior maupun yang Maba. Temu kangen antar teman saling berjabat tangan, senda gurau, serta saling mendoakan satu sama lain. dan juga sekaligus pembukaan kegiatan termin 2.
                Acara ini juga dihadiri oleh para sesepuh FOSIKBA diantaranya Ustad Luqman Fayadh LC, Ustad Fathur Razi Ahmad Jauhari LC, Ustad Fathur Razi ababil dan juga Ustad Mujib Syukri Luman selaku dewan konsultatif FOSIKBA, dan juga dihadiri oleh Ustad Sutrisno Dahlan dan Ustd Khotibul Umam LC selaku penasehat FOSIKBA.
                Dalam acara silaturahmi ini diisi dengan pembukaan dan pembacaan ayat – ayat suci al qur’an serta pembacaan sholawat yang menghiasi jalannya acara ini dengan harapan acara ini lanccar dan sukses. Kemudian dialanjutkan dengan sambutan – sambutan yang dibawakan langsung  oleh ewan konsultatif dan juga dewan penasehat FOSIKBA.Acara ini juga diisi dengan seminar keFOSIKBA-an yang dibawakan langsung oleh Ustad Luqman Fayadh LC. Dengan menjelaskan tentang FOSIKBA dan apa guna  FOSIKBA.
Selain itu acara ini juga diisi dengan pengukuhan ketua sekaligus pelantikan ketua baru FOSIKBA periode 2019 – 2020, yang dilantik langsung oleh Ustad Fathur Razi Ahmad Jauhari LC. Selaku dewan konsultatif kepada ketua baru FOSIKBA Ustad Syamsul Arifin.
Selesai sholat magrib kita  melaksanakan sholat ghaib bersama yang dihaturkan untuk paman dari saudari kita Sofa Infiraj yaitu almarhum K. Muhammad Zamiel El Mukhtar serta tahlil dan doa bersama.
                Kemudian dilanjutkan dengan ORMABA ke almamateran yang diisi dengan perkenalan angota baru FOSIKBA kedatangan 2018 – 2019 sekaligus  mengisi formulir daftar anggota baru FOSIKBA. Mereka memperkenalkan diri masing – masing serta menyebutkan fakultas apa yang akan diambil oleh mereka di al-Azhar nanti.
                Acara ini ditutup dengan pembacaan Doa yang dipimpin langsung oleh Ustad Sutrisno Dahlan selaku sesepuh FOSIKBA, dan diakhiri dengan makan bersama yang sudah disediakan oleh panitia silaturahmi. Dan alhamdulilah acara berjalan dengan lancar seperti yang diharapkan.

Februari 08, 2019

,


Prolog

Dakwah merupakan akar tersebarnya agama Islam dan juga merupakan perbuatan yang sangat terpuji dalam Islam, pahalanya pun tidak dapat dibandingkan dengan pahala amal-amal baik yang lain, salah satunya pahala orang yang menyebarkan agama Islam tidak terputus walaupun ia telah mati sampai hari kiamat. sedangkan Kewajiban menyebarkan agama Islam tidak hanya dicukupkan kepada para Nabi dan rasul saja melainkan kepada seluruh orang Islam.
Berbagai praktek dalam menyampaikan dakwah Islam telah ada sejak zaman Rasulullah, mulai dari dakwah secara sembunyi-sembunyi sampai mengirimkan utusan ke daerah-daerah, kota, desa dan belahan dunia pada umumnya. Dibawah ini sebagian manhaj dalam menyebarkan agama Islam;

1.      Yaumu al-Raji’
Pada tahun ke-3 Hijriyah, datang kepada Rasulullah delegasi dari Kabila Udhal dan Qarah untuk meminta seorang utusan agar dapat mengajari mereka membaca al-Qur’an dan syari’at agama Islam. maka, Rasulullah langsung mengirim beberapa sahabatnya yang di antaranya ; Martsat bin Abi  Martsat, Khalid bin al-Bakir, Ashim bin Tsabit, Hubaib bin ‘Adi, Zaid bin al-Datsnah dan Abdullah bin Tariq. Yang di pimpin oleh Ashim bin Tsabit.


Di riwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abi Hurairah; “tatkala mereka melewati perkampungan Hudail[1] tanpa sadar mereka di ikuti oleh 100 pemanah, yang bertujuan membunuh mereka. setelah para pemanah sudah mendapati dan mengepung mereka, salah satu dari mereka berkata ;”kalian akan aman jika kalian menyerah dan kami tidak akan membunuh satupun dari kalian”. Lalu ‘Ashim menjawab dengan nada tegas “saya tidak akan menyerahkan diri kepada orang kafir”. Setelah mendengar pernyataan ‘Ashim, para pemanah menjadi geram lalu membunuhnya beserta yang lain dan hanya tersisa Khubaib, Zaid dan Abdullah yang kemudian menyerah.
Kemudian para pengejar membawa mereka bertiga ke Mekah untuk di jual. sehingga tatkala mereka sampai di Dhahran2 , Abdullah memberontak seraya ingin melepaskan diri dan mengambil pedangnya. Namun, usahanya sia-sia karena mereka (para pemanah) langsung melemparinya dengan batu secara bertubi-tubi sampai tewas. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya menuju Mekah. Sesampainya di Mekah khubaib dibeli oleh bani Harits namun bukan sebagai budak melainkan sebagai tahanan.

Nasib Khubaib tidak jauh berbeda dari nasib Abdullah karena Bani Harits sangat ingin membunuhnya, untuk membalaskan dendam atas kematian Harits dipeperangan badar. Kematiannya  masih membekas lekat di dalam hati para keturunannya. Sehingga ketika kematian Khubaib tidak bisa dihindari lagi, dia meminta untuk melakukan sholat dua rakaat sambil berkata; “saya tidak peduli ketika aku mati dalam keadaan muslim karena bagaimanapun, hanya Allah yang berhak menentukan kematianku. Sesungguhnya kematian berada di tangan-Nya, dia akan memberkati setiap anggota tubuh yang terpotong-potong”. Kematian Khubaib menjadi salah satu sejarah baru dalam agama Islam sebagai orang pertama yang melakukan sholat sunnah dua rakaat sebelum mati.

Diriwayatkan dari Ja’far bin Amr bin Umayah dari ayahnya dari kakeknya “Rasulullah mengutus saya menjadi mata-mata untuk mengintai kaum Qurasy, kemudian saya datang ke tempat dimana Khubaib di salib dengan sembunyi-s



[1]. Hudail ; tempat yang berada diantara Asfan dan Mekkah.
2. lembah yang berada di dekat mekah.



Follow Us @soratemplates