November 23, 2020

,


Oleh: Basiruddin Salim (A Bas)


"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan dari jenismu sendiri, menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberikan rezeki dari yang baik..." QS. An-Nahl. 


Potret kehidupan memang banyak menghabiskan masa hidup untuk mencari. Siapapun bisa saja berada di puncak keberuntungan, atau malah mungkin jatuh dalam keterpurukan. Dalam kondisi tertentu, kadang kala seseorang sangat bersemangat untuk mengejar. Namun, entah lebih dari sekian kalinya, ia mungkin hanya pasrah menunggu dan berdiam. Berharap nasib baik kian bertandang. Bagi yang tergerak hatinya, ia percaya bahwa cinta adalah final dari segalanya. Ia adalah ujung peraduan dari penatnya perjalanan. 


Inikah bagian dari obsesi itu? Memantapkan langkah dalam memilih pendamping. Berpasangan hingga tutup usia. Berpadukasih dalam dekapan mesra, yang tidak hanya megah saat suasana pesta. Tidak juga hanya sekedar untuk menyalurkan hasrat, sarana pemuas keterbuaian syahwat. Di sanalah kisah nyata dimulai; pengembangan hidup, melatih kesabaran, mengontrol karakter, berkomitmen, berkorban. Mengecap jannah, merajut cinta. Meniti jalan kembali kepada-Nya.


"Hira... Hira tunggu! 

"Iya, cepetan dong Li! Aku buru-buru nih, mau ke ruang Prof. Dr. Lukman, urus skripsiku" 

"Ooh. Okey.. nih!" Lia langsung menyodorkan sesuatu terbungkus plastik tepat di depan mukanya. 

"Wah.. Siapa lagi ini Li?" tanya Hira keheranan dengan kaca mata sedikit terangkat ditambah kerut alisnya yang runcing. Semakin tampak anggun dan cantik. 

"Tuh keliatan kok ra! Eh.. sana gih cepet urus skripsimu biar lekas nyusul resepsi. hehehe.. Katanya buru-buru. Jangan lupa hadir ya sayaang!" 

"Ok. siap boss. Insyaallah. Selamat ya Li! Maaf ya, sekarang aku harus segera pergi, Bye!" Hatinya mulai gerimis. Sambil menuruni anak tangga, antara bahagia, iri juga ketir merana, Hira melambaikan tangan pada Lia. Teman Hira itu hanya menyunggingkan senyum, menyaksikan lambaian tangannya. 


Tepat ba'da Isya dan masih dalam balutan mukena, Hira perlahan membuka tasnya. Ia raih undangan pernikahan berdesain anggun yang baru tadi dikasih Lia, sahabatnya yang selalu terlihat tegar dan energik. Matanya sibuk mengikuti lengkung-lengkung rangkaian huruf bertinta perak yang menghiasi lembar undangan itu. Satu persatu, sahabat-sahabatnya telah mendahuluinya duduk di kursi pelaminan. Baru satu bulan yang lalu, Bilal teman seangkatan dengannya telah mempersunting Khumaira, gadis cantik asal pulau Mataram. Alias pulau Madura tanah garam. Bahkan Novita salah satu teman pegiat kajian bersamanya, menurut sumber berita sudah mulai ada rambu hijau sama si Deni. Lain lagi dengan Ulya, teman seperjuangan di Madrasah Aliyah dulu. Karena tidak bisa melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi, justru ia malah segera dipertemukan dengan jodohnya. Hampir setahun, ia telah dianugerahi anak yang imut dan lucu. Begitu beruntungnya mereka semua. 


"Mas Fardan... Andai saja saat itu kau lebih tegas dan mau memberiku satu titik jelas saja, tentu aku takkan pernah pergi darimu mas.." Gumam Hira dalam lamunan. Kenangan itu kembali berputar, menyisakan pilu, mengiris setiap inci luka. 

 ***

Merindukan kekasih impian agar datang lebih cepat, memang hal yang sangat wajar dan lazim terjadi. Nikah dinipun akan dirasa sangat tepat daripada terlalu lama menahan himpitan gundah. Barangkali, inilah buah dari tren nikah muda yang biasa digelorakan kaum hijrah itu. Sama halnya seperti yang kerap dialami banyak mahasiswi semester akhir masa kini; entah ia yang terlalu meradang, galau, khawatir, gelisah sekaligus baper jika kedatangan si calon imam belum juga menunjukkan tanda-tanda. Pikirnya, sedangkan yang lain sudah punya bahu untuk bersandar, teman berkisah juga membimbing kala salah. 


Hira baru saja menginjak umur dua puluh tiga tahun. Usia perempuan yang dikira sudah cukup matang untuk membina mahligai rumah tangga. Sebentar lagi, ia juga bakal menyandang gelar sarjananya. Namun yang namanya jodoh, tetap tak kunjung menampakkan jati dirinya. Kegelisahan mulai terasa. Jodoh yang katanya akan datang tepat dan indah pada waktunya, kini menjadi kalimat paling akrab sebagai pelipur lara. Beginilah cara menyemangati diri agar tetap sabar menanti. Dia adalah Zahira Hibbatillah yang selalu tertegun ketika mengingat kisah cinta Bakri, orang tuanya. Ia lihat, betapa tegar serta begitu tulusnya cinta mereka. Merupakan sosok figur nyata yang selalu setia dengan istri pertama sekaligus terakhir dalam sisa hidupnya. Betul, ia telah ditinggal Hana sekian lama. Namun cintanya tetaplah cinta yang sama. Kerinduan itu, menyelimuti kepergiannya. Separuh hatinya ikut terbawa pergi. Cinta yang tak tergantikan. 


Berbeda dengan Hira. Tepat enam bulan lalu akhir segala cerita cinta itu. Menjadi jelas baginya, bahwa Fardan yang tak mampu menunjukkan ke-gentle-lannya. Sungguh sangat disayangkan. Setahun lebih bertahan dalam jalinan kisah asmara, namun tak ada yang tahu ujung sebuah peraduan. 


"Tapi mas, aku juga butuh kepastianmu lo! Sudah lama aku menunggu hal itu. Kamu tega ya, selalu menggantung harapanku. Sudah sekian kali mas Fardan mengatakan lain kali-lain kali dan terus begitu. Aku mau segara jadi yang halal buatmu, dan tentu kau halal bagiku mas. Itu saja permintanku!" 


"Ah, sudahlah ra. Kamu pikir ini gampang, gitu?! Tidak buat aku loh ra.. Kalau kamu sudah tidak mau bersabar lagi, ya udah kita selesai aja. Pertemuan ini adalah yang terakhir. Aku berkata begini, ya karena aku tidak bisa memberimu kepastian sekarang. Aku juga tidak mau berlarut-larut memberimu kepalsuan sebagaimana perkiraanmu itu. Sebetulnya aku juga bingung dari kemarin. Bahkan sempat aku terbersit bagaimana kalau kita putus saja. Dan sekarang bisa kita putuskan bersama. Hira, kamu bebas dariku. Terimakasih ya, dan aku mohon maaf untuk semuanya." Kenangan itu, kembali menyapanya. Sosok yang sempat ia kira sebagai calon imam. Lelaki utusan Tuhan. 


Di sisi lain, Fardan dengan segala keterbatasannya juga menelan pahit. Tidak ada kesempatan untuk ia jelaskan bagaimana keadaan yang sesungguhnya. Sang matelu; mahasiswa telat lulus, cap baru oleh teman-temannya. Maklum saja, sejak awal ia memang terbilang sangat aktif di berbagai kegiatan dan civitas-organisasi luar Kampus. Fokus kuliahnya, sedikit ia kesampingkan. Sudah berulang kali revisi skripsi, belum juga menuai sidang. Ditambah problem keluarga yang sedang dirundung berbagai masalah. Dengan seperti ini, ia dituntut lebih dewasa. Ia benar-benar diuji, sampai harus rela melepas gandolan hati. Cukuplah pertemuan terakhir mereka di Kafe Tsurayya dekat kampus itu. Hanya karena menjadi korban semesta yang dirasa kini sedang tidak berpihak kepadanya. 

***

Hari berganti, dentuman waktu tetap setia mengitari poros jalannya. Yang telah terjadi biarlah terjadi dan berlalu begitu saja. Tak ada gunanya menangisi susu yang sudah terlanjur tumpah. Saatnya menyaksikan rawut kebahagiaan yang terpancar mempesona. Menyambut masa depan, dalam balutan mahligai cinta yang sebenarnya. Di penghujung kesepakatan bersama; adalah hari yang begitu sakral baginya dan keluarga, hari pernikahan. Senyum mereka, sosok luar biasa. Ibu yang telah bertaruh nyawa saat melahirkan anak-anaknya. Dari segenap jiwa-raganya ia tunaikan kiprah terbaik. Juga dari dirinya tertanam didikan pertama, dengan segala ketelatenan juga penuh kasih-sayang. Begitupun dengan seorang Ayah. Sosok yang selalu berusaha membuat keluarga bahagia, kebutuhan tercukupi, mencarikan rezeki halal dan menjaga keluarga tanpa batas. Di hari yang agung ini, tetap saja mereka tampil dengan sejuta tanggung jawabnya. Turut menyebar undangan, menyiapkan hidangan, menyambut para tamu beserta kesibukan-kesibukan sejenisnya. 


"Hadirin tamu undangan yang berbahagia. Tibalah saatnya untuk mendengarkan pesan sekaligus nasihat pemasrahan tanggung jawab yang akan disampaikan langsung oleh Ayahanda mempelai perempuan. Kepadanya dipersilahkan." Begitulah Mc mempersilahkan seseorang yang tidak ia sebut namanya di acara pernikahan sekaligus walimatul 'urs saat itu. Seketika semua pandangan tertuju pada seorang bapak paruh baya dengan batik khas Nusantara melangkah menuju panggung pelaminan yang dihias indah. Bertabur aneka bunga, penuh dengan ukiran-ukiran layaknya singgasana kerajaan, lengkap dengan lampu klap-klip di setiap sisi. Di sana kedua mempelai duduk berdampingan dengan anggunnya. Sesaat ketika seorang bapak itu menaiki panggung pelaminan, terlihat kedua mempelai berdiri menunjukkan rasa hormat dan takzimnya. Si Bapak sesekali tersenyum, air muka di wajahnya memancarkan kewibawaan. Setelah mengucapkan basmalah serta salam, sang bapak mulai menyampaikan sambutan hangatnya.


Saya adalah orang pertama yang merangkulmu putriku. Tangisanmu saat itu adalah kebahagiaan luar biasa buat kami. Kuketukkan azan dan ikamah kala itu, maka seketika dirimu mulai tenang mendengarkannya. Sungguh kau adalah anugerah terindah bagi keluarga kecil ini. Ayahmu ini, adalah orang pertama yang merangkulmu sedari kecil. Saya dan ibumu yang menimang, menggendong dan membopongmu. Letih penatku bisa hilang seketika karena melihat senyum dan tawa kemungilanmu. Sungguh kami sangat menyangimu nak! Masih sempurna ingatanku bagaimana masa kecilmu dulu. Turut kami saksikan pula setiap satu senti dari pertumbuhanmu. Rasanya masih seperti baru kemarin. Satu minggu, satu bulan atau masih baru  setahun yang lalu kau dan masa kecilmu itu. Tapi ternyata, sekarang aku mendadak dikagetkan tentang hari pernikahanmu ini. Waktu dan seperangkatnya melaju dengan cepatnya. Maafkan ayah dan ibumu ini, jika terlalu abai melihat perkembanganmu nak. Kedekatan dan keakraban selama ini, sejatinya selalu kami inginkan. Namun, begitulah perjalanan hidup ini harus terus bergulir... Hadirin khidmat, menyimak setiap ungkapan si bapak. Seakan turut merenungi kenangan masa lalu mereka masing-masing. Terlalu sibuk mengejar dunia, hingga waktu bersama keluarga acap kali tergadaikan.


“Dan untukmu yang kini menjadi menantuku, nak Fajar Abdillah. Saya percayakan putriku padamu nak. Saya orang pertama yang mencintai putriku ini, sebelum dirimu. Saya berharap kamu adalah orang yang tepat untuk bersamanya, selamanya. Saya mohon, bahagiakanlah dia. Tak perlu kau belikan ia pernak-pernik perhiasan. Cukup hargai dia dan jangan pernah kau sakiti hatinya. Jika ia sedih, maka kami jauh lebih sedih menanggug perihnya. Harapan kami, semoga segala kebaikan selalu menyertai kalian berdua. Kami juga minta, cukup perdengarkan dan perlihatkan kepada kami hal-hal baik saja. Kalaupun harus ada masalah dalam rumah tangga kalian, maka selesaikanlah bersama dengan pikiran, hati dan jiwa yang tenang." Ujar si Bapak sambil menyeka air mata, menyampaikan pesan-pesannya kepada putri dan menantunya. Terlihat mempelai perempuan terisak dengan air mata yang menganak sungai di pipi. Sesak rasanya. 

***

Sampai tiba saat menyatunya dua cinta, kerinduan itu tak kan pernah berakhir. Ibrahim bin Adham dalam salah satu gubahan bait sufinya bersenandung: "Dalam hati ini terdapat banyak macam cinta, yang semuanya dapat bersatu sejak mata cintaku melihatmu."

Di detik-detik penghujung megahnya acara, di luar rumah orang-orang dan para panitia masih saja sibuk membereskan tanggung jawabnya masing-masing. Ditemani dengan berbagai alunan musik  cinta yang masih mengalun bertalu-talu, bersahut-sahutan;


Di malam ini kau berada dalam pelukanku 

Eratkan dan jangan sampai kau lepaskan genggaman tanganmu 

Dengan dawai-dawai rindu yang selalu menggebu 

Di waktu ini satukan jiwa dalam hati 

Walau keadaan yang sunyi 

Ku harap engkau mengerti 

Di saat awan turunkan angin serta hujan 

Tetaplah engkau dalam tenang 

Kita luapkan kasih sayang 

Bergoyang-goyang rerumputan kala angin malam 

Laksananya bintang-bintang dan rembulan jua turut senang 

Merasakan kasih dan sayang yang telah kita curahkan 

Di malam ini kau berada dalam pelukanku 

Eratkan dan jangan sampai kau lepaskan genggaman tanganmu 

Bagaikan Raja dan Ratu di singgasana yang menyatu 


Ingar-bingar resepsi pernikahan telah berakhir. Kini, Fajar Abdillah dan Laylia Khairun Nisa' binti Mahmud telah berada di kamar pengantin. Kamar yang beraroma semerbak bunga, dengan ranjang merah dan kelambunya yang berwarna putih. Bersama membelah pekatnya malam, menyusuri setiap sudut bahagia. Bersyukur kepada-Nya atas anugerah segala Cinta. 


"Sungguh kau beruntung Li, Timing-mu begitu tepat pula. Habis Skripsi, langsung bergandeng Resepsi. Indahnya bukan? Dua kenikmatan yang didapat secara beruntun. Sudah kusaksikan sahabatku, Lia. Kau memang beruntung. Bisa merayakan keberhasilan studi dengan wisuda, kemudian dapat mengakhiri status masa lajang dengan riang-bahagia." Jauh di luar sana, Hira masih terpekur dengan lamunan kesendiriannya. Tetap menengadah dalam harap. 


“Apalah arti dari kebingungan ini? Bukankah tugasku hanya bisa beriktiar dan bersabar? Aku bungkam, terdiam. Mengenang kisah berlalu. Kemudian rapuh, berteman pilu yang perih. Aku berharap cinta itu berlabuh dengan indah. Tepat pada masanya. Dengan restu ridha-Nya. Ya Tuhan.. mohon segerakanlah! Aku sungguh telah merindukannya." Sekian.  


Mukattam, 27 September 2019 M.

November 04, 2020

,



Pelantikan Pengurus Forum Silaturrahmi Keluarga Besar Al-Khairat (FOSIKBA), Masa Bakti 2020-2021.


Kairo, selasa 03/11/2020,  Moh. Hidayat resmi menjabat sebagai ketua FOSIKBA menggantikan Abu Bakar. Roda pengurusan jabatan akan terus silih berganti mengikuti waktu yang terus bergulir. Ada yang menyerahkan jabatan dan ada pula yang menerimanya.


Semoga dengan jabatan baru yang diamanahkan kepada Moh. Hidayat mengantarkan FOSIKBA lebih maju dan berkarya.


Dalam acara pelantikan ini dihadiri oleh Penasehat FOSIKBA: Ust. Lukman Hakim Fayadh Lc. Dipl., Ust. Zakaria Asyraf, Lc., serta dewan konsultatif Ust. Fathur Rosi Ahmad, Lc., dan undangan lainnya.


Ketua FOSIKBA Moh Hidayat menyampaikan sambutannya meminta supaya semua Anggota bekerja keras, tuntas dan cerdas, dan berupaya dengan semampunya agar semua kegiatan yang akan direncanakan berjalan dengan sebaik-baiknya. Ungkapnya, karena saya sebagai ketua bertanggung jawab penuh dengan semua yang berkaitan dengan kinerja masing masing Anggota. 


Penasehat FOSIKBA Ust.  Lukman Hakim Fayadh, Lc. Dipl., dalam sambutannya menyampaikan bahwa FOSIKBA ini selain forum silaturahim juga menjadi 'uluran tangan' dari apa yang kita dapat dari AL-Azhar.  Forum ini pula menjadi alat atau media untuk mengolah kemampuan kita dan mendiskusikan apa yang kita tangkap di bangku kuliah. Dan ini juga, mengapa forum ini harus terus berdiri dan sebagai anggota harus ikhlas  lillah, karena dengan begitu akan berkembang dan membuahkan hasil yang maksimal apa yang kita inginkan. Jangan mengharapkan sesuatu pun dari FOSIKBA yang bersifat materi karena ia tidak punya apa-apa. Dan semoga apa yg kita kerjakan untuk FOSIKBA ini dicatat amal baik kita dan menjadi pahala yang besar kelak di akhirat. Dan buatlah FOSIKBA ini jaya dan punya karya.


Acara pelantikan ini ditutup dengan serah terima jabatan dari wakil ketua FOSIKBA lama, Moh FadhaL kepada ketua baru Moh Hidayat.

Tim Reporter Fosikba

September 03, 2020

,






Oleh: Fadal Mohamad

Sering kita menyamakan Sesuatu yang tampak sama dari luar, namun berbeda dari segi esensial. Dan ini harus ditarik ulang bahwa hal yang demikian jika dibiarkan akan mengakibatkan paham yang salah ataupun salah paham, termasuk ketika kita menyamakan antara akhlak dan perilaku seseorang. 

Akhlak, ketika kita lihat dari perkataan seorang terhadap kata itu, seakan menyamakannya dengan tigkah laku atau perilaku yang timbul dari seseorang, namun hakikat keduanya tidak sama. perilaku seseorang tidak bisa menjadi jaminan mutlak dari akhlak seseorang, karena seseorang yang melakukan kejahatan tidak bisa dihukumi begitu saja bahwa ia seseorang yang tidak berakhlak. Begitu pula orang yang tidak bersedekah, juga tidak bisa dikatakan bahwa ia bukan orang saleh.

 Buktinya ketika ada seorang mencuri makanan dengan alasan karena kalau tidak mencuri, dia akan mati. Sedangkan ia tidak mendapatkan satu orang pun yang hendak memberinya makanan. Maka dengan keadaan yang seperti itu, tidak bisa dikatakan bahwa ia adalah seseorang yang buruk. Demikian orang shaleh. Kata sederhananya perilaku itu terkadang dilakukan karena ada sebab yang menuntut seseorang untuk bertindak.

 Oleh karena itu, kita harus paham mana yang akhlak dan yang mana itu perilaku. Akhlak adalah suatu keadaan atau sifat yang ada di dalam jiwa, yang mana dari sifat tersebut mendorong pada suatu tindakan dengan mudah tanpa proses berpikir panjang, bisa dikatakan juga akhlak adalah kekuatan atau kemampuan yang ada dalam diri manusia yang menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mudah, baik kelakuan yang timbul itu baik ataupun buruk. Sedangakan suluk ialah perilaku seseorang yang timbul atas dasar kehendak dan kemauannya sendiri.

 Jadi, dari sini bisa dipahami bahwa akhlak bersifat intern, sedangkan perilaku bersifat ekstern. Namun yang harus digarisbawahi di sini bahwa hubungan antara keduanya ialah pengaruh dan dampak. Dengan artian jika perilaku seseorang baik ialah karena dampak dari akhlak yang baik, jika perilaku seseorang jelek atau buruk ialah karena dampak dari akhlak yang buruk. Jadi ketika kita melihat hubungan antara keduanya, sama-sama memiliki hubungan yang erat yang saling tarik menarik. Dari satu sisi akhlak adalah kekuatan yang memaksa menimbulkan perilaku, dari sisi yang lain perilaku ialah kelakuan -dengan latihan untuk selalu memperbaiki- membentuk akhlak yang ada di dalam diri seseorang.

 Yang menjadi catatan penting di sini yang harus kita perhatikan, terkadang kita melihat akhlak baik dari seseorang namun perilakunya buruk, atau sebaliknya, itu dikarenakan hal tersebut ia lakukan karena adanya sebab-sebab eksternal yang memaksa dia untuk melakukan perihal tersebut. Maka untuk menghukumi perilaku yang berakhlak harus melihat bahwa perilaku tersebut ia lakukan dengan keinginannya sendiri dan tidak ada sebab-sebab eksternal yang memaksa dia untuk melakukan perihal yang tidak diinginkan oleh akhlaknya itu, seperti contoh yang disebutkan di atas. Dan juga yang harus dipahami betul, semua yg sudah terlampirkan di atas termasuk dalam ranah akhlak. Adapun dalam ranah yang lain munkin saja berbeda. Waallahu alam.

 Di akhir kalam, saya ingin mengutip sepotong bait:
 وقل لمن لم ينتصف لمقصدي # العذر حق واجب للمبتدي 
ولبني إحدى وعشرين سنة # معذرة مقبولة مستحسنة 


Mei 25, 2020

,
Oleh: Abdurrohman Abdul Kholik

Saya pernah menjumpai tulisan begini: "Barang siapa yang menyembah Ramadan, ia telah usai. Dan barang siapa yang menyembah Allah Swt, ia tetap kekal sepanjang masa."

Ungkapan di atas bentuk dakwah untuk tidak meninggalkan kebaikan-kebaikan yang dilakukan selama Ramadan. Kebaikan tersebut murni karena ibadah kepada Allah, bukan (ibadah) kepada Ramadan. Jadi, bisa dilakukan meskipun Ramadan telah usai.

Beribadah bisa kapan saja dan di mana pun, cuma ada masa-masa tertentu dan di tempat khusus nilai ibadah lebih istimewa dari lainnya. Iya, semisal di bulan Ramadan atau ibadah di tanah haram. Menurutku pengkhususan tersebut hanya bonus dari Allah, tak perlu dijadikan dasar pilah-pilih kapan seorang itu harus semangat dan tekun beribadah kepada Tuhan.

Anjuran melanjutkan kebiasaan baik seusai Ramadan, ada yang bentuknya perintah langsung (dengan Nash) ada yang tidak. Bagian pertama itu adalah puasa Syawal.

Dalam Shahih Imam Muslim riwayat dari Sahabat Abu Ayyub Al-Anshari, Nabi Saw. berkata: "Barang siapa yang telah usai menjalankan puasa Ramadan, kemudian melanjutkan dengan puasa 6 hari di bulan Syawal, ia dihitung (pahalanya) telah puasa selama setahun penuh."

Bagaimana hitung-hitungannya puasa sebulan dan 6 hari, sama seperti puasa setahun penuh? Ulama menjawab bahwa setiap 1 kebaikan bernilai 10 kebaikan. Jadi orang yang berpuasa sebulan penuh dan 6 hari setelahnya memiliki 36 kebaikan. 36x10= 360. 360 adalah jumlah hari dalam setahun.

Puasa Syawal selain berpahala besar, posisi puasa Syawal ini didudukkan seperti halnya salat Rawatib Qabiliyah dan Ba'diyah bagi salat 5 waktu. Salat-salat ini dikatakan sebagai pelengkap dan penyempurna bilamana dalam salat wajib didapati kekurangan.

Keadaan yang sama juga dimiliki oleh puasa Ramadan; ia memiliki pelengkap dan penyempurna bilamana ada yang kurang. Puasa bulan Sya'ban ibarat salat sunah Qabliyyah dan puasa Syawal ibarat salat sunah Ba'diyyah.

Puasa 6 hari bulan Syawal tak mesti dilakukan kontinyu selama 6 hari berturut-turut. Ia boleh dicicil. Misalnya dilakukan senin-kamis di minggu pertama, senin-kamis di minggu kedua, begitu seterusnya. Atau bisa juga dilakukan di Ayyamil Bidh, petengahan bulan. Kendati begitu yang lebih utama memang disegerakan, karena kan tidak tahu barangkali di minggu berikutnya ada uzur.

Menurutnya saya memang lebih baik disegerakan, mengingat biasanya minggu pertama bulan Syawal aktivitas masih pasif. Sehingga dapat membantu pelaksanaan puasanya lebih baik dan sempurna; tak terbebani dengan kesibukan lain.

Puasa Syawal juga menjadi kabar gembira bagi seseorang yang meninggalkan puasa di Ramadan, terutama perempuan, untuk segera menganti di bulan Syawal ini. Dengan begitu ia memperoleh 2 kebaikan: kebaikan puasa qada' dan sunah.

Bolehnya menggabung niat puasa qada' dan sunah merupakan pendapat ulama Syafiiyah. Dengan catatan ia tidak niat puasa sunah bulan Syawal, melainkan niat melaksanakan puasa qada'. Artinya Anda tidak boleh niat puasa sunah bulan Syawal sekalian puasa qada'. Pandangan ini sebagaimana difatwakan oleh Imam Ar-Ramli.

Masalah ini mirip (bisa dianalogikan) dengan salat Tahiyyatal masjid. Anda masuk masjid, ketika itu mendapati salat berjemaah sedang berlangsung, otomatis langsung salat mengikuti imam. Tanpa diniatkan salat Tahiyyatal Masjid pun Anda akan memperoleh pahalanya, karena yang dianjurkan ketika masuk masjid melakukan salat, baik salat itu wajib atau sunah.

Puasa Syawal juga begitu; teks hadis Nabi di atas tak menjelaskan puasa di bulan Syawal dengan niat tertentu.

April 27, 2020

,

Oleh: M. Muniri

Dalam kesempatan ini penulis akan sedikit menjelaskan tentang apa makna dari puasa itu sendiri, baik secara bahasa maupun secara istilah.

Sebagai umat Islam sangatlah penting mengetahui makna dari puasa, dan kapan diwajibkan untuk melaksanakan ibadah tersebut. Agar lebih memantapkan keyakinan dan bertambahnya keikhlasan dalam mengerjakan ibadah tersebut.

Dalam kitab Mas’alah as-Siyam karangan Syekh Muhammad Thantawi dijelaskan bahwasanya makna saum (puasa) secara bahasa memiliki arti: menahan dari sesuatu. Misalkan si fulan sedang diam, artinya dia menahan dirinya dari berbicara.

Adapun secara istilah puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan dan segala yang membatalkan mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dan disertai dengan niat.

Lalu kapan puasa itu diwajibkan? Allah Swt. mewajibkan puasa bagi kaum Islam di bulan Sya’ban pada abad kedua Hijriyah dan kefarduhannya telah ditetapkan, baik dalam Al-Qu’ran, hadis dan ijmak.

Ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan ibadah puasa yaitu firman Allah Swt. surah al-Baqarah ayat 183. Yang artinya "Hai orang orang yg beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Dan lanjutan ayat 184 yang artinya: "Bulan Ramadan bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupi bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan padamu, supaya kamu bersyukur."

Sedangkan dalam hadis pun banyak yang menjelaskan tentang ketetapan dan kewajiban puasa, di antaranya:
مارواه البخاري ومسلم عن ابن عمر—رضي الله عنهما—أن رسول الله—صلي الله عليه وسلم—قال: إن الإسلام بني على خمس : شهادة أن لا اله الاالله وأن محمدا رسول الله واقام الصلاة وإيتاء الزكاة وصيام رمضان وحج البيت

Dari Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Islam dibangun dengan lima pilar: syahadat (persaksian bahwasanya tiada tuhan selain Allah dan sesunggunya nabi Muhammad adalah utusan Allah), mengerjakan salat , membayar zakat, puasa di bulan Ramadan dan haji." HR. Bukhari dan Muslim.

Sedangkan para ulama sepakat bahwasanya wajib bagi setiap mukalaf melaksanakan ibadah puasa. Dan dihukumi murtad (keluar dari agama Islam) bagi mereka yang mengingkarinya.
Karena ia sudah ingkar terhadap apa yang telah ditetapkan oleh agama.

Follow Us @soratemplates