April 21, 2021

,

Bulan Ramadhan Sarana Meningkatkan Kualitas Iman Dan Takwa


Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam dan sudah seharusnya kedatangannya disambut dengan jiwa serta hati yang tulus ikhlas dan penuh keceriaan. Ramadhan adalah tamu yang agung nan mulia yang akan memasuki setiap rumah dan kediaman umat Islam. oleh karena itu, tidaklah patut menyambutnya dengan sikap yang biasa-biasa saja. Hendaknya Ramadhan disambut dengan  ghirah  dan semangat meningkatkan iman dan takwa kepada Allah  swt. Puasa Ramadhan dapat mendatangkan pahala serta menghapus dosa yang telah lampau, Di  samping itu juga, Ramadhan merupakan bulan yang dipenuhi keberkahan. Siapapun yang bisa mengisinya dengan amal ibadah yang sempurna, tentunya limpahan rahmat, ampunan dari dosa dan nista dan jaminan aman dari siksa neraka menjadi haknya. 


Puasa di bulan Ramadhan salah satu pembinaan iman dan takwa, selain itu puasa ini juga terdapat banyak pelajaran yang bisa diambil, namun tidak banyak orang yang tahu tentang nilai-nilai pembinaan dan pelajaran yang tersirat dalam pelaksanaan ibadah ini, seperti halnya puasa disebut madrasah moralitas dan sarana latihan untuk menempuh berbagai macam sifat terpuji, misalnya jihad melawan nafsu, menangkal godaan-godaan dan rayuan-rayuan setan yang terkadang terlintas dalam pikiran. Puasa dapat membiasakan seseorang bersikap sabar terhadap hal-hal yang diharamkan, penderitaan, dan kesulitan yang kadangkala muncul di hadapannya. Puasa mendidik orang untuk bersikap jujur dan  merasa diawasi oleh Allah  swt.  baik dalam  kesendirian maupun dalam keramaian, karena pada saat itu, tidak seorang  pun yang mengawasi orang yang berpuasa selain Allah  swt. Dengan berpuasa  dapat mengistirahatkan perut dan alat pencernaan, memelihara tubuh, membersihkan sisa-sisa makanan yang mengendap dan tidak tercerna serta menghilangkan bau busuk yang disebabkan oleh makanan dan minuman. 


Bagi orang islam yang beriman,  kehadiran  bulan  Ramadhan disambut dengan perasaan bahagia penuh suka cita sebagai   bulan yang penuh keberkahan, bulan Al-Qur’an, bulan ampunan, bulan kasih sayang, bulan doa, bulan taubat, bulan kesabaran, dan bulan pembebasan dari api neraka. Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan yang disebutkan dalam hadis adalah dibukanya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka. Nabi Muhammad saw. bersabda: Apabila bulan Ramadhan tiba, gerbang langit terbuka, gerbang neraka dikunci dan dibelenggu semua setan” (H.r. Bukhari).


Bulan Ramadhan merupakan salah satu bulan suci untuk umat Islam. Seluruh umat muslim/muslimah di seluruh dunia menyambut gembira kedatangan bulan suci ini dan apabila dibulan ini puasanya dikerjakan atas dasar keimanan dan mengharap pahala maka ia diberi ampunan atas dosa dosa yang telah ia lakukan.


Dibulan ramadhan pula ada tradisi yang tak bisa lepas dari kebiasaan orang orang yang menunggu adzan berkumandang yaitu “Ngabuburit” yang berarti bersantai-santai sambil menunggu waktu sore, Salah satu kegiatan  Ngabuburit  yang dilakukan oleh sebagian orang adalah dengan berburu takjil. Takjil sendiri berasal dari Bahasa Arab dengan makna “menyegerakan”. Berdasar pengertian ini, maka takjil diartikan “menyegerakan berbuka puasa”. Karena dalam Islam, menyegerakan berbuka puasa adalah sebuah anjuran atau sunah. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Sahl Bin Sa’ad bahwasannya Rasulullah bersabda “manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan untuk berbuka” (H.r. Bukhari). Setelah kalimat takjil mengalami perkembangan makna pemakaian dari generasi kegenerasi selanjutnya takjil bergeser makna menjadi makanan yang disuguhkan untuk berbuka puasa.


Arti puasa secara bahasa adalah menahan, Adapun arti secara istilah adalah menahan diri dari perkara perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari disertai niat. Puasa  menurut Islam berkaitan dengan tiga masalah pokok yang sangat esensial bagi kehidupan manusia, yaitu 1. Menahan lapar dan haus, 2. Menahan diri dari hubungan seksual, 3. Menahan diri dari penglihatan, pendengaran, serta ucapan-ucapan yang tidak baik  atau tidak wajar. Dalam pengertian di atas, kata  “Shaum”  diartikan menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan.


Sedangkan  Ramadhan  jamaknya adalah  ramadhaanaat,  atau berasal dari akar kata ramidha  yang berarti “sangat panas” dan “membakar atau menghanguskan”. Ada yang berpendapat bahwa dinamakan Ramadan sebab pada bulan tersebut dosa-dosa dibakar, dihanguskan atau dilenyapkan.


Hukum puasa ramadhan itu wajib sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya: “Hai orang-orang yang  beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa hukum puasa bagi orang islam itu wajib. Dapat diketahui pula bahwa tujuan utama puasa adalah  agar seseorang menjadi bertakwa. Nilai yang sangat mendasar dari ibadah puasa adalah meraih takwa. Takwa merupakan suatu kesadaran pada diri seseorang yang senantiasa menghadirkan Allah swt. kapanpun dan dimanapun berada.


Puasa  disyariatkan Allah swt. pada dasarnya sebagai media untuk melatih diri agar manusia memiliki kemampuan mengendalikan diri dari  hawa nafsu. Kewajiban melaksanakan puasa merupakan kewajiban yang dibebankan kepada umat Islam yang telah baligh dan berakal, maka tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, kecuali apabila orang tersebut secara syara’ boleh diberikan keringanan (Rukhsah) untuk tidak melaksanakan puasa Ramadhan. Jika ada seseorang tidak melaksanakan puasa tanpa ada udzur syar’i , maka orang tersebut harus mengganti puasanya pada hari-hari lain setelah bulan Ramadhan berkahir. Seluruh Ulama sepakat bahwa orang yang diwajibkan mengqadha (mengganti) hari-hari puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadhan, baik karena ada udzur seperti sakit, perjalanan, haid dan sejenisnya maupun tanpa ada uzur misalnya tidak berniat dengan sengaja maupun karena lupa, dia harus mengqadhanya (menggantinya) pada tahun itu juga. Maksudnya, pada hari-hari antara Ramadhan yang ditinggalakan dengan Ramadhan yang berikutnya. Dan dia boleh memilih diantara hari-hari tersebut sesukanya, asalkan bukan pada hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa.

Oleh: Ali Imron
Mahasiswa tik. 3 Fakultas syariah islamiah Universitas Al-Azhar

April 10, 2021

,


Menjadi seorang muslim mesti memenuhi syarat-syarat tertentu, yang apabila tidak memenuhi syaratnya tidak terhitung sebagai muslim yang sempurna, bahkan bisa jadi tidak disebut sebagai muslim.

Sehingga terdapat syarat- syarat tertentu, dimana ada syarat yang merupakan inti dan yang lain adalah pelengkap atau ranting, setiap ranting ini berbeda kedudukannya tergantung kedekatannya dengan inti, sesuai ketetapan Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad.saw.

Syarat inti yang dimaksud adalah syarat yang apabila tidak dipenuhi berakibat pada kekufuran seseorang, atau tidak sah keislaman seseorang tanpa memenuhinya - tidak terhitung sebagai seorang muslim baik di dunia atau di akhirat.

Syarat ranting merupakan istilah yang kami gunakan untuk menganalogikan suatu kewajiban yang mesti dipenuhi, sebagai suatu pembuktian terhadap integritas dari pembenaran yang ada di hati, baik berupa pengakuan dengan lisan, atau pembuktian dengan amal perbuatan.

Kalau kita mencoba refleksi ke pada pelajaran Ibtidaiyah saat dahulu masih kecil, tetentunya di sana kita diajari yang namanya Rukun Iman dan Rukun Islam. Yang pastinya pembaca sangat mengetahui, dan mungkin sebagian besar sudah menghafalnya, tetapi hanya segelintir saja yang memahaminya secara mendalam.

Sebelum masuk pada pembahasan lebih lanjut, kami ingin menentukan istilah yang akan digunakan, agar tidak terjadi campur aduk atau ketidak jelasan maksud dengan menjawab pertanyaan berikut :

Apa perbedaan Rukun Islam dan Rukun Iman ?

Kalau kita mengingat hafalan kita dulu, Rukun iman terdiri atas enam rukun : Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat Allah, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Utusan Allah, Iman kepada Hari akhir, Iman kepada Qoda' dan Qadarnya Allah baik dan buruknya dari Allah.

Sedangkan Rukun islam sendiri terdiri atas lima rukun : Mengucapkan Dua kalimat Syahadat, Mendirikan sholat, Menunaikan zakat, Menunaikan puasa di bulan ramadhan, dan Menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu.

Rukun adalah sesuatu yang apabila tidak dipenuhi maka Iman atau Islamnya seseorang menjadi tidak diakui, baik di dunia atau di akhirat. Terutama rukun Iman, jika satu saja tidak dipenuhi maka sudah pasti imannya tidak sah, yang pada gilirannya keislamnya menjadi sia-sia, sebab Rukun iman menjadi pondasi yang menentukan amal ibadahmu di terima di sisi Allah.

Kalau mencoba memperhatikan kembali kepada Rukun Iman dan Rukun Islam satu persatu dengan seksama, kamu akan melihat bawa Rukun Iman terdiri atas enam Rukun yang semuanya adalah pekerjaan Hati, dan kalau memperhatikan Rukun Islam, kamu akan dapatinya terdiri atas lima Rukun yang semuanya pekerjaan dari anggota Tubuh.

Artinya, Iman adalah murni pekerjaan Hati yang terdiri dari - Pembenaran dan Ketundukan hati - terhadap ke enam Rukun iman di atas, kamu tidak disebut beriman apabila mengingkari satu saja dari rukun tersebut.

Karena Iman adalah pekerjaan Hati, maka tidak ada yang tahu Iman seseorang kecuali Allah dan yang bersangkutan, kita hanya dapat menilai orang lain beriman atau tidaknya, sebatas dari yang terlihat dari amal perbuatan dan pengakuan lisannya, selebihnya adalah ranah Tuhan bukan ranah manusia.

Setelah terpenuhi rukun Iman di atas di hati seseorang, maka sebagai implementasi dari keimanan Hati, kewajiban selanjutnya adalah membuktikannya dengan pengikraran dan perbuatan, dengan melaksanakan rukun Islam, dimulai dengan Mengucapkan dua kalimat Syahadat, kemudian mendirikan Sholat, dan seterusnya. 

Dan kita bisa menilai orang beriman atau tidaknya dari amalnya, terlepas hatinya bohong atau tidak, karena bukan ranah kita untuk menggali isi hati manusia. 

Kewajiban kita adalah memperlakukan orang yang sudah bersyahadat sebagai orang Muslim, memberi haknya sebagaimana hak-hak muslim di dunia, tidak boleh dikafir-kafirkan, darahnya dilindungi secara syari'at, dan kalau meninggal dunia maka wajib dikubur selayaknya orang muslim.

Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa Iman dan Islam berbeda, yang pertama perkerjaan Hati dan yang ke dua pekerjaan Jasmani, lalu apakah Mukmin dan Muslim berbeda juga ?

Pada dasarnya keduanya memang berbeda, ketika keduanya disebutkan bersamaan atau berdampingan, tetapi akan memiliki makna yang sama ketika disebutkan sendirian.

Misalanya kalau saya berkata : kamu adalah orang Muslim, maka maksudnya kamu adalah orang yang beriman hatinya dan berislam lahirnya. Atau saya berkata : kamu adalah orang Mukmin, maka maksudnya sama, kamu adalah orang yang beriman hatinya dan berislam lahirnya.

Tapi kalau saya berkata : kamu adalah orang Mukmin dan Muslim, maka makna mukmin di sini adalah beriman hatinya, dan makna Muslim di sini adalah berislam lahirnya.

Sehingga dari sini, bisa dipahami bahwa maksud penulis dari sebutan Muslim di awal tadi mencakup orang yang beriman dan berislam. Artinya, kalau kami menggunakan istilah Muslim, maka maksudnya Muslim dan Mukmin, dan apabila menggunakan istilah Mukmin, maka maksudnya Muslim dan Mukmin.

Jika sudah jelas, mari kita masuk pada pembahasan selanjutnya dengan pertanyaan berikut :

Apakah syarat-syarat masuk Islam dan menjadi seorang muslim yang sempurna ?

Kita sudah berbicara di depan tentang Rukun Iman dan Rukun Islam, dan sudah kami jelaskan betapa sangat pentingnya Rukun Iman sebagai pondasi dalam berislam, dan rukun Islam tanpa Rukun Iman ibarat Jasad tanpa Ruh. 

Sehingga, bisa ditarik kesimpulan, bahwa untuk masuk islam, mestinya atas dasar kesadaran dan kemauan sendiri, bukan karena paksaan atau tuntutan dari pihak manapun. 

Sebab Rukun iman sendiri, tidak akan mungkin bisa terealisasi jika dengan paksaan, dan bukan atas dasar keyakinan dari lubuk hati yang terdalam, yang mesti memenuhi dua unsur : pembenaran dan ketundukan Hati. Sebab itulah salah satu dari prinsip Islam dan umat islam, tidak ada paksaan dalam beragama.

Jadi syarat pertama yang harus dipenuhi seorang yang hendak masuk islam adalah dengan mengimani keenam rukun iman, setelah itu baru memasuki tahap rukun islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat, yang pada gilirannya menjadikan dirinya sebagai muslim yang sah, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.

Muslim di dunia maksudnya dia punya hak penuh sebagai seorng muslim, mewarisi dan diwari, boleh menikahi muslimah jika dia laki-laki, dirinya, hartanya, dan kehormatannya dilindungi, tidak boleh dikafir-kafirkan. 

Serta kewajiban yang berhubungan dengan hukum syariat berlaku atas dirinya, wajib sholat  lima waktu, puasa di bulan ramadhan, membayar zakat dan naik haji jika mampu lahir dan batin.

Dalam hal pemenuhan Rukun Iman tidak ada rekomendasi sedikitpun, semua muslim harus memenuhi keenam rukun iman secara sempurna yang merupakan pekerjaan Hati, tetapi dalam hal pelaksanaan rukun Islam setiap muslim berbeda-beda, sesuai kemampuannya masing-masing.

Misal dalam mengikrarkan Dua kalimat syahadat dengan lisan, bagi orang bisu cukup dengan bahasa isyarat, atau bagi orang yang berada di negara mayoritas nonmuslim, karena takut di bunuh misalnya, maka cukup dengan hati.

Dalam mendirikan sholat ada yang rajin sholatnya, ada yang bolong-bolong, begitupun Puasa, Zakat dan Haji. 

Sehingga, semakin sempurna pengamalanmu terhadap rukun-rukun islam semakin sempurna pula keislamanmu, bahkan imanmu semakin bertambah semakin bertambahnya amal.

Jadi untuk menjadi sorang muslim yang sempurana adalah dengan beriman dan beramal sholeh, sempurna dalam kewajiban lebih-lebih ditambah dengan kesunnatan.

Lalu pertanyaan yang selanjutnya adalah : Bagaimana dengan orang yang beriman tapi tidak Bersyahadat atau tidak sholat, dan orang yang tidak beriman tapi mendirikan sholat ?

Rukun iman adalah dasar dari rukun islam, tampanya amal ibadah seseorang tiada gunanya. 

Mengenai persoalan orang yang beriman tapi tidak bersyahadat, tentunya ada berapa faktor :

kalau dia tidak bersyahadat dengan lisannya karena bisu maka sebisa mungkin dengan bahasa Isyarat. Atau demi melindungi nyawanya dan orang terdekatnya, maka dalam hal ini tidak jadi masalah cukup dengan hatinya, dan dia dihukumi sebagai muslim di akhirat jika tidak ada yang tahu, dan muslim di dunia dan akhirat jika ada yang tahu.

Muslim di dunia maksudnya punya hak dan kewajiban sebagaiman orang muslim dalam kehidupan dunia, dan Muslim di akhirat maksudnya di sisi Allah dia seorang yang beriman, akan masuk surga sekalipun masuk neraka terlebih dahulu kalau punya dosa.

Tetapi kalau tidak Bersyahadat karena memang tidak mau dan menolak untuk bersyahadat, maka tidak dihitung sebagai seorang muslim baik di dunia dan di akhirat.

Mengenai seorang muslim yang tidak solat, atau bolong-bolong solatnya atau puasanya, atau tidak bayar zakatnya, atau tidak menunaikan hajinya, dalam hal ini banyak faktor. Lupa atau lalai, maka dihitung sebagai seorang muslim yang bermaksiat, dan tidak sampai pada tingkatan kafir, kecuali apabila sudah sampai mengingkari kewajiban sholat dan puasa.

Begitupula zakat dan haji, kalau tidak menunaikannya karena memang tidak mampu secara finansial, maka tidak dihitung sebagai pelanggaran syari'at, kalau lalai maka berdosa, dan kalalu jelas menolak dan mengikarinya maka kufur.

Karena mengingkari satu saja dari kelima rukun islam, sama dengan mengingakari sesuatu yang merupakan pilar dari Agama itu sendiri, dan secara tidak langsung sudah mengingakari Allah.swt dan Nabi Muhammad.saw. 

Atinya, telah mencerabut Islam dari akarnnya, dengan meruntuhkan pondasinya yang merupakan Rukun Iman.

Sampai di sini kami ingin menyampaikan dari uraian tadi, beberapa poin penting yang mesti diketahui oleh seorang muslim, agar tidak mudah menghakimi orang lain :

1). Kita diperintahkan untuk menilai orang dari yang tampak saja dari permbuatan lahir seseorang, sehingga sangat terlarang mengkafirkan seorang muslim hanya karena tidak sholat, atau tidak puasa, dll., tanpa ada bukti burupa pengakuan atau penghinaan.

2). Selama seseorang tidak secara terang-terangan mengingkari salah satu dari kelima rukun iman maka dia tetap sebagai orang muslim, haram dikafirkan dan haram darahnya dibunuh.

3). Seorang muslim yang bermaksiat tidaklah kafir selama dia tidak secara terang-terangan menghalalkan kemaksiatannya, dan tidak meyeakini kemaksiatan yang dilakukannya sebagai perbuatan yang halal. 

4). Kufur adalah kebalikan dari Iman, dan bukan kebalikan dari Amal. Sehingga seorang muslim yang melakukan kemaksiatan tidak sampai pada tingkat kekufuran, tetapi dia dihitung sebagai seorang mukmin yang bermaksiat saja.

5). Iman yang di dalam hati yang berupa keyakinan hati tidak bertambah dan tidak berkurang, tatapi ada yang berpendapat bahwa iman dapat bertambah seiring bertambahnya amal dan ketaatan.

6). Seorang muslim yang bermaksiat akan masuk surga sekalipun akan disiksa terlebih dulu di neraka, dan seorang yang kafir akan kekal di neraka.

7). Iman adalah syarat mutlak diterimanya amal dan islam seseorang, tanpanya syahadat, sholat, zakat, puasa, dan hajinya tidak membuatnya selamat di akhirat.

8). Iman adalah kunci keselamatan di dunia dan keselalamatan di akhirat, sehingga sekalipun gagal usaha seorang muslim kalau niatnya baik maka akan mendapat pahala di akhirat kelak.

9). Yang terakhir, bahwa melukai Nonmuslim yang tidak mengganggu muslim, sama dengan melukai Nabi Muhammad.saw., apalagi sampai mengebom gereja. Apalagi memerangi pemerintahan muslim, hanya karena sistem negaranya tidak islami. 

Dan kamu sudah tahu bahwa sistem negara adalah bagian dari Amal bukan Bagian dari Iman, maksimal pemerintah bermaksiat tidak sampai pada tingkat kafir yang wajib diperangi.

Oleh; Moh Amin Gazali

November 23, 2020

,


Oleh: Basiruddin Salim (A Bas)


"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan dari jenismu sendiri, menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberikan rezeki dari yang baik..." QS. An-Nahl. 


Potret kehidupan memang banyak menghabiskan masa hidup untuk mencari. Siapapun bisa saja berada di puncak keberuntungan, atau malah mungkin jatuh dalam keterpurukan. Dalam kondisi tertentu, kadang kala seseorang sangat bersemangat untuk mengejar. Namun, entah lebih dari sekian kalinya, ia mungkin hanya pasrah menunggu dan berdiam. Berharap nasib baik kian bertandang. Bagi yang tergerak hatinya, ia percaya bahwa cinta adalah final dari segalanya. Ia adalah ujung peraduan dari penatnya perjalanan. 


Inikah bagian dari obsesi itu? Memantapkan langkah dalam memilih pendamping. Berpasangan hingga tutup usia. Berpadukasih dalam dekapan mesra, yang tidak hanya megah saat suasana pesta. Tidak juga hanya sekedar untuk menyalurkan hasrat, sarana pemuas keterbuaian syahwat. Di sanalah kisah nyata dimulai; pengembangan hidup, melatih kesabaran, mengontrol karakter, berkomitmen, berkorban. Mengecap jannah, merajut cinta. Meniti jalan kembali kepada-Nya.


"Hira... Hira tunggu! 

"Iya, cepetan dong Li! Aku buru-buru nih, mau ke ruang Prof. Dr. Lukman, urus skripsiku" 

"Ooh. Okey.. nih!" Lia langsung menyodorkan sesuatu terbungkus plastik tepat di depan mukanya. 

"Wah.. Siapa lagi ini Li?" tanya Hira keheranan dengan kaca mata sedikit terangkat ditambah kerut alisnya yang runcing. Semakin tampak anggun dan cantik. 

"Tuh keliatan kok ra! Eh.. sana gih cepet urus skripsimu biar lekas nyusul resepsi. hehehe.. Katanya buru-buru. Jangan lupa hadir ya sayaang!" 

"Ok. siap boss. Insyaallah. Selamat ya Li! Maaf ya, sekarang aku harus segera pergi, Bye!" Hatinya mulai gerimis. Sambil menuruni anak tangga, antara bahagia, iri juga ketir merana, Hira melambaikan tangan pada Lia. Teman Hira itu hanya menyunggingkan senyum, menyaksikan lambaian tangannya. 


Tepat ba'da Isya dan masih dalam balutan mukena, Hira perlahan membuka tasnya. Ia raih undangan pernikahan berdesain anggun yang baru tadi dikasih Lia, sahabatnya yang selalu terlihat tegar dan energik. Matanya sibuk mengikuti lengkung-lengkung rangkaian huruf bertinta perak yang menghiasi lembar undangan itu. Satu persatu, sahabat-sahabatnya telah mendahuluinya duduk di kursi pelaminan. Baru satu bulan yang lalu, Bilal teman seangkatan dengannya telah mempersunting Khumaira, gadis cantik asal pulau Mataram. Alias pulau Madura tanah garam. Bahkan Novita salah satu teman pegiat kajian bersamanya, menurut sumber berita sudah mulai ada rambu hijau sama si Deni. Lain lagi dengan Ulya, teman seperjuangan di Madrasah Aliyah dulu. Karena tidak bisa melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi, justru ia malah segera dipertemukan dengan jodohnya. Hampir setahun, ia telah dianugerahi anak yang imut dan lucu. Begitu beruntungnya mereka semua. 


"Mas Fardan... Andai saja saat itu kau lebih tegas dan mau memberiku satu titik jelas saja, tentu aku takkan pernah pergi darimu mas.." Gumam Hira dalam lamunan. Kenangan itu kembali berputar, menyisakan pilu, mengiris setiap inci luka. 

 ***

Merindukan kekasih impian agar datang lebih cepat, memang hal yang sangat wajar dan lazim terjadi. Nikah dinipun akan dirasa sangat tepat daripada terlalu lama menahan himpitan gundah. Barangkali, inilah buah dari tren nikah muda yang biasa digelorakan kaum hijrah itu. Sama halnya seperti yang kerap dialami banyak mahasiswi semester akhir masa kini; entah ia yang terlalu meradang, galau, khawatir, gelisah sekaligus baper jika kedatangan si calon imam belum juga menunjukkan tanda-tanda. Pikirnya, sedangkan yang lain sudah punya bahu untuk bersandar, teman berkisah juga membimbing kala salah. 


Hira baru saja menginjak umur dua puluh tiga tahun. Usia perempuan yang dikira sudah cukup matang untuk membina mahligai rumah tangga. Sebentar lagi, ia juga bakal menyandang gelar sarjananya. Namun yang namanya jodoh, tetap tak kunjung menampakkan jati dirinya. Kegelisahan mulai terasa. Jodoh yang katanya akan datang tepat dan indah pada waktunya, kini menjadi kalimat paling akrab sebagai pelipur lara. Beginilah cara menyemangati diri agar tetap sabar menanti. Dia adalah Zahira Hibbatillah yang selalu tertegun ketika mengingat kisah cinta Bakri, orang tuanya. Ia lihat, betapa tegar serta begitu tulusnya cinta mereka. Merupakan sosok figur nyata yang selalu setia dengan istri pertama sekaligus terakhir dalam sisa hidupnya. Betul, ia telah ditinggal Hana sekian lama. Namun cintanya tetaplah cinta yang sama. Kerinduan itu, menyelimuti kepergiannya. Separuh hatinya ikut terbawa pergi. Cinta yang tak tergantikan. 


Berbeda dengan Hira. Tepat enam bulan lalu akhir segala cerita cinta itu. Menjadi jelas baginya, bahwa Fardan yang tak mampu menunjukkan ke-gentle-lannya. Sungguh sangat disayangkan. Setahun lebih bertahan dalam jalinan kisah asmara, namun tak ada yang tahu ujung sebuah peraduan. 


"Tapi mas, aku juga butuh kepastianmu lo! Sudah lama aku menunggu hal itu. Kamu tega ya, selalu menggantung harapanku. Sudah sekian kali mas Fardan mengatakan lain kali-lain kali dan terus begitu. Aku mau segara jadi yang halal buatmu, dan tentu kau halal bagiku mas. Itu saja permintanku!" 


"Ah, sudahlah ra. Kamu pikir ini gampang, gitu?! Tidak buat aku loh ra.. Kalau kamu sudah tidak mau bersabar lagi, ya udah kita selesai aja. Pertemuan ini adalah yang terakhir. Aku berkata begini, ya karena aku tidak bisa memberimu kepastian sekarang. Aku juga tidak mau berlarut-larut memberimu kepalsuan sebagaimana perkiraanmu itu. Sebetulnya aku juga bingung dari kemarin. Bahkan sempat aku terbersit bagaimana kalau kita putus saja. Dan sekarang bisa kita putuskan bersama. Hira, kamu bebas dariku. Terimakasih ya, dan aku mohon maaf untuk semuanya." Kenangan itu, kembali menyapanya. Sosok yang sempat ia kira sebagai calon imam. Lelaki utusan Tuhan. 


Di sisi lain, Fardan dengan segala keterbatasannya juga menelan pahit. Tidak ada kesempatan untuk ia jelaskan bagaimana keadaan yang sesungguhnya. Sang matelu; mahasiswa telat lulus, cap baru oleh teman-temannya. Maklum saja, sejak awal ia memang terbilang sangat aktif di berbagai kegiatan dan civitas-organisasi luar Kampus. Fokus kuliahnya, sedikit ia kesampingkan. Sudah berulang kali revisi skripsi, belum juga menuai sidang. Ditambah problem keluarga yang sedang dirundung berbagai masalah. Dengan seperti ini, ia dituntut lebih dewasa. Ia benar-benar diuji, sampai harus rela melepas gandolan hati. Cukuplah pertemuan terakhir mereka di Kafe Tsurayya dekat kampus itu. Hanya karena menjadi korban semesta yang dirasa kini sedang tidak berpihak kepadanya. 

***

Hari berganti, dentuman waktu tetap setia mengitari poros jalannya. Yang telah terjadi biarlah terjadi dan berlalu begitu saja. Tak ada gunanya menangisi susu yang sudah terlanjur tumpah. Saatnya menyaksikan rawut kebahagiaan yang terpancar mempesona. Menyambut masa depan, dalam balutan mahligai cinta yang sebenarnya. Di penghujung kesepakatan bersama; adalah hari yang begitu sakral baginya dan keluarga, hari pernikahan. Senyum mereka, sosok luar biasa. Ibu yang telah bertaruh nyawa saat melahirkan anak-anaknya. Dari segenap jiwa-raganya ia tunaikan kiprah terbaik. Juga dari dirinya tertanam didikan pertama, dengan segala ketelatenan juga penuh kasih-sayang. Begitupun dengan seorang Ayah. Sosok yang selalu berusaha membuat keluarga bahagia, kebutuhan tercukupi, mencarikan rezeki halal dan menjaga keluarga tanpa batas. Di hari yang agung ini, tetap saja mereka tampil dengan sejuta tanggung jawabnya. Turut menyebar undangan, menyiapkan hidangan, menyambut para tamu beserta kesibukan-kesibukan sejenisnya. 


"Hadirin tamu undangan yang berbahagia. Tibalah saatnya untuk mendengarkan pesan sekaligus nasihat pemasrahan tanggung jawab yang akan disampaikan langsung oleh Ayahanda mempelai perempuan. Kepadanya dipersilahkan." Begitulah Mc mempersilahkan seseorang yang tidak ia sebut namanya di acara pernikahan sekaligus walimatul 'urs saat itu. Seketika semua pandangan tertuju pada seorang bapak paruh baya dengan batik khas Nusantara melangkah menuju panggung pelaminan yang dihias indah. Bertabur aneka bunga, penuh dengan ukiran-ukiran layaknya singgasana kerajaan, lengkap dengan lampu klap-klip di setiap sisi. Di sana kedua mempelai duduk berdampingan dengan anggunnya. Sesaat ketika seorang bapak itu menaiki panggung pelaminan, terlihat kedua mempelai berdiri menunjukkan rasa hormat dan takzimnya. Si Bapak sesekali tersenyum, air muka di wajahnya memancarkan kewibawaan. Setelah mengucapkan basmalah serta salam, sang bapak mulai menyampaikan sambutan hangatnya.


Saya adalah orang pertama yang merangkulmu putriku. Tangisanmu saat itu adalah kebahagiaan luar biasa buat kami. Kuketukkan azan dan ikamah kala itu, maka seketika dirimu mulai tenang mendengarkannya. Sungguh kau adalah anugerah terindah bagi keluarga kecil ini. Ayahmu ini, adalah orang pertama yang merangkulmu sedari kecil. Saya dan ibumu yang menimang, menggendong dan membopongmu. Letih penatku bisa hilang seketika karena melihat senyum dan tawa kemungilanmu. Sungguh kami sangat menyangimu nak! Masih sempurna ingatanku bagaimana masa kecilmu dulu. Turut kami saksikan pula setiap satu senti dari pertumbuhanmu. Rasanya masih seperti baru kemarin. Satu minggu, satu bulan atau masih baru  setahun yang lalu kau dan masa kecilmu itu. Tapi ternyata, sekarang aku mendadak dikagetkan tentang hari pernikahanmu ini. Waktu dan seperangkatnya melaju dengan cepatnya. Maafkan ayah dan ibumu ini, jika terlalu abai melihat perkembanganmu nak. Kedekatan dan keakraban selama ini, sejatinya selalu kami inginkan. Namun, begitulah perjalanan hidup ini harus terus bergulir... Hadirin khidmat, menyimak setiap ungkapan si bapak. Seakan turut merenungi kenangan masa lalu mereka masing-masing. Terlalu sibuk mengejar dunia, hingga waktu bersama keluarga acap kali tergadaikan.


“Dan untukmu yang kini menjadi menantuku, nak Fajar Abdillah. Saya percayakan putriku padamu nak. Saya orang pertama yang mencintai putriku ini, sebelum dirimu. Saya berharap kamu adalah orang yang tepat untuk bersamanya, selamanya. Saya mohon, bahagiakanlah dia. Tak perlu kau belikan ia pernak-pernik perhiasan. Cukup hargai dia dan jangan pernah kau sakiti hatinya. Jika ia sedih, maka kami jauh lebih sedih menanggug perihnya. Harapan kami, semoga segala kebaikan selalu menyertai kalian berdua. Kami juga minta, cukup perdengarkan dan perlihatkan kepada kami hal-hal baik saja. Kalaupun harus ada masalah dalam rumah tangga kalian, maka selesaikanlah bersama dengan pikiran, hati dan jiwa yang tenang." Ujar si Bapak sambil menyeka air mata, menyampaikan pesan-pesannya kepada putri dan menantunya. Terlihat mempelai perempuan terisak dengan air mata yang menganak sungai di pipi. Sesak rasanya. 

***

Sampai tiba saat menyatunya dua cinta, kerinduan itu tak kan pernah berakhir. Ibrahim bin Adham dalam salah satu gubahan bait sufinya bersenandung: "Dalam hati ini terdapat banyak macam cinta, yang semuanya dapat bersatu sejak mata cintaku melihatmu."

Di detik-detik penghujung megahnya acara, di luar rumah orang-orang dan para panitia masih saja sibuk membereskan tanggung jawabnya masing-masing. Ditemani dengan berbagai alunan musik  cinta yang masih mengalun bertalu-talu, bersahut-sahutan;


Di malam ini kau berada dalam pelukanku 

Eratkan dan jangan sampai kau lepaskan genggaman tanganmu 

Dengan dawai-dawai rindu yang selalu menggebu 

Di waktu ini satukan jiwa dalam hati 

Walau keadaan yang sunyi 

Ku harap engkau mengerti 

Di saat awan turunkan angin serta hujan 

Tetaplah engkau dalam tenang 

Kita luapkan kasih sayang 

Bergoyang-goyang rerumputan kala angin malam 

Laksananya bintang-bintang dan rembulan jua turut senang 

Merasakan kasih dan sayang yang telah kita curahkan 

Di malam ini kau berada dalam pelukanku 

Eratkan dan jangan sampai kau lepaskan genggaman tanganmu 

Bagaikan Raja dan Ratu di singgasana yang menyatu 


Ingar-bingar resepsi pernikahan telah berakhir. Kini, Fajar Abdillah dan Laylia Khairun Nisa' binti Mahmud telah berada di kamar pengantin. Kamar yang beraroma semerbak bunga, dengan ranjang merah dan kelambunya yang berwarna putih. Bersama membelah pekatnya malam, menyusuri setiap sudut bahagia. Bersyukur kepada-Nya atas anugerah segala Cinta. 


"Sungguh kau beruntung Li, Timing-mu begitu tepat pula. Habis Skripsi, langsung bergandeng Resepsi. Indahnya bukan? Dua kenikmatan yang didapat secara beruntun. Sudah kusaksikan sahabatku, Lia. Kau memang beruntung. Bisa merayakan keberhasilan studi dengan wisuda, kemudian dapat mengakhiri status masa lajang dengan riang-bahagia." Jauh di luar sana, Hira masih terpekur dengan lamunan kesendiriannya. Tetap menengadah dalam harap. 


“Apalah arti dari kebingungan ini? Bukankah tugasku hanya bisa beriktiar dan bersabar? Aku bungkam, terdiam. Mengenang kisah berlalu. Kemudian rapuh, berteman pilu yang perih. Aku berharap cinta itu berlabuh dengan indah. Tepat pada masanya. Dengan restu ridha-Nya. Ya Tuhan.. mohon segerakanlah! Aku sungguh telah merindukannya." Sekian.  


Mukattam, 27 September 2019 M.

November 04, 2020

,



Pelantikan Pengurus Forum Silaturrahmi Keluarga Besar Al-Khairat (FOSIKBA), Masa Bakti 2020-2021.


Kairo, selasa 03/11/2020,  Moh. Hidayat resmi menjabat sebagai ketua FOSIKBA menggantikan Abu Bakar. Roda pengurusan jabatan akan terus silih berganti mengikuti waktu yang terus bergulir. Ada yang menyerahkan jabatan dan ada pula yang menerimanya.


Semoga dengan jabatan baru yang diamanahkan kepada Moh. Hidayat mengantarkan FOSIKBA lebih maju dan berkarya.


Dalam acara pelantikan ini dihadiri oleh Penasehat FOSIKBA: Ust. Lukman Hakim Fayadh Lc. Dipl., Ust. Zakaria Asyraf, Lc., serta dewan konsultatif Ust. Fathur Rosi Ahmad, Lc., dan undangan lainnya.


Ketua FOSIKBA Moh Hidayat menyampaikan sambutannya meminta supaya semua Anggota bekerja keras, tuntas dan cerdas, dan berupaya dengan semampunya agar semua kegiatan yang akan direncanakan berjalan dengan sebaik-baiknya. Ungkapnya, karena saya sebagai ketua bertanggung jawab penuh dengan semua yang berkaitan dengan kinerja masing masing Anggota. 


Penasehat FOSIKBA Ust.  Lukman Hakim Fayadh, Lc. Dipl., dalam sambutannya menyampaikan bahwa FOSIKBA ini selain forum silaturahim juga menjadi 'uluran tangan' dari apa yang kita dapat dari AL-Azhar.  Forum ini pula menjadi alat atau media untuk mengolah kemampuan kita dan mendiskusikan apa yang kita tangkap di bangku kuliah. Dan ini juga, mengapa forum ini harus terus berdiri dan sebagai anggota harus ikhlas  lillah, karena dengan begitu akan berkembang dan membuahkan hasil yang maksimal apa yang kita inginkan. Jangan mengharapkan sesuatu pun dari FOSIKBA yang bersifat materi karena ia tidak punya apa-apa. Dan semoga apa yg kita kerjakan untuk FOSIKBA ini dicatat amal baik kita dan menjadi pahala yang besar kelak di akhirat. Dan buatlah FOSIKBA ini jaya dan punya karya.


Acara pelantikan ini ditutup dengan serah terima jabatan dari wakil ketua FOSIKBA lama, Moh FadhaL kepada ketua baru Moh Hidayat.

Tim Reporter Fosikba

September 03, 2020

,






Oleh: Fadal Mohamad

Sering kita menyamakan Sesuatu yang tampak sama dari luar, namun berbeda dari segi esensial. Dan ini harus ditarik ulang bahwa hal yang demikian jika dibiarkan akan mengakibatkan paham yang salah ataupun salah paham, termasuk ketika kita menyamakan antara akhlak dan perilaku seseorang. 

Akhlak, ketika kita lihat dari perkataan seorang terhadap kata itu, seakan menyamakannya dengan tigkah laku atau perilaku yang timbul dari seseorang, namun hakikat keduanya tidak sama. perilaku seseorang tidak bisa menjadi jaminan mutlak dari akhlak seseorang, karena seseorang yang melakukan kejahatan tidak bisa dihukumi begitu saja bahwa ia seseorang yang tidak berakhlak. Begitu pula orang yang tidak bersedekah, juga tidak bisa dikatakan bahwa ia bukan orang saleh.

 Buktinya ketika ada seorang mencuri makanan dengan alasan karena kalau tidak mencuri, dia akan mati. Sedangkan ia tidak mendapatkan satu orang pun yang hendak memberinya makanan. Maka dengan keadaan yang seperti itu, tidak bisa dikatakan bahwa ia adalah seseorang yang buruk. Demikian orang shaleh. Kata sederhananya perilaku itu terkadang dilakukan karena ada sebab yang menuntut seseorang untuk bertindak.

 Oleh karena itu, kita harus paham mana yang akhlak dan yang mana itu perilaku. Akhlak adalah suatu keadaan atau sifat yang ada di dalam jiwa, yang mana dari sifat tersebut mendorong pada suatu tindakan dengan mudah tanpa proses berpikir panjang, bisa dikatakan juga akhlak adalah kekuatan atau kemampuan yang ada dalam diri manusia yang menuntut seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mudah, baik kelakuan yang timbul itu baik ataupun buruk. Sedangakan suluk ialah perilaku seseorang yang timbul atas dasar kehendak dan kemauannya sendiri.

 Jadi, dari sini bisa dipahami bahwa akhlak bersifat intern, sedangkan perilaku bersifat ekstern. Namun yang harus digarisbawahi di sini bahwa hubungan antara keduanya ialah pengaruh dan dampak. Dengan artian jika perilaku seseorang baik ialah karena dampak dari akhlak yang baik, jika perilaku seseorang jelek atau buruk ialah karena dampak dari akhlak yang buruk. Jadi ketika kita melihat hubungan antara keduanya, sama-sama memiliki hubungan yang erat yang saling tarik menarik. Dari satu sisi akhlak adalah kekuatan yang memaksa menimbulkan perilaku, dari sisi yang lain perilaku ialah kelakuan -dengan latihan untuk selalu memperbaiki- membentuk akhlak yang ada di dalam diri seseorang.

 Yang menjadi catatan penting di sini yang harus kita perhatikan, terkadang kita melihat akhlak baik dari seseorang namun perilakunya buruk, atau sebaliknya, itu dikarenakan hal tersebut ia lakukan karena adanya sebab-sebab eksternal yang memaksa dia untuk melakukan perihal tersebut. Maka untuk menghukumi perilaku yang berakhlak harus melihat bahwa perilaku tersebut ia lakukan dengan keinginannya sendiri dan tidak ada sebab-sebab eksternal yang memaksa dia untuk melakukan perihal yang tidak diinginkan oleh akhlaknya itu, seperti contoh yang disebutkan di atas. Dan juga yang harus dipahami betul, semua yg sudah terlampirkan di atas termasuk dalam ranah akhlak. Adapun dalam ranah yang lain munkin saja berbeda. Waallahu alam.

 Di akhir kalam, saya ingin mengutip sepotong bait:
 وقل لمن لم ينتصف لمقصدي # العذر حق واجب للمبتدي 
ولبني إحدى وعشرين سنة # معذرة مقبولة مستحسنة 


Follow Us @soratemplates