Maret 13, 2016

,



Secara literal, radikalisme berasal dari akar kata Radikal, yang memiliki beberapa arti, diantaranya bermakna tegas dalam menuntut dan bertindak, serta keras dalam menuntut suatu perubahan, baik dalam ranah pemerintahan di dalam menetapkan undang-undang maupun lainnya.  Dalam kaca mata Wikipedia Bahasa indonesia, Radikalisme berarti suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara kekerasan. Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham/ aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayai untuk diterima secara paksa.

Flash back ke belakang, pada asasnya benih-benih radikal telah bermula pada era para Sahabat, hal ini terbukti dengan adanya sekte Khawarij yang sejatinya keluar dari lingkaran Imam Ali R.A. dan syi’ah yang berpijak pada konsep Imamiyah yang dalam ranah aplikatifnya terlalu melewati batas akan rasa cintanya atas Imam Ali R.A. Bahkan, lebih dari itu, disebutkan bahwa Imam Ali R.A adalah Tuhan. yakni, dengan menggulingkan argumentasi riil jika Malaikat Jibril a.s salah alamat dalam menyampaikan wahyu yang telah diperintahkan oleh Allah Swt. Disinilah sikap tidak rasionalisasi kelompok syi'ah sebagai acuan dasar mereka.

Sungguh, dalam hal ini, Rasulullah   saw. telah memprediksi dari jauh hari, bahwa akan ada kelompok yang mengatas namakan dirinya sebagai islam. akan tetapi, secara implisit akan merobohkan idology orang-orang islam itu sendiri. 

حذيفة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (إن ما أتخوف عليكم رجل قرأ القرآن حتى إذا رئيت بهجته عليه وكان ردءاً للإسلام غيّره إلى ما شاء الله فانسلخ منه ونبذه وراء ظهره وسعى على جاره بالسيف ورماه بالشرك. قال قلت يا نبي الله أيهما أولى بالشرك المرمي أم الرامي؟ قال: بل الرامي) رواه ابن حبان .
Artinya :
 Huzaifah R.A berkata : Rasulullah swt. Bersabda : “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah seseorang yang membaca al-qur’an.  hingga terlihat agung kebesaran Al-Qur’an pada dirinya. Dia senantiasa membela islam, kemudian dia mengubahnya, lantas dia keluar darinya. Dia mencampakkan al-qur’an dan pergi menemui tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya hudzaifah bertanya : “Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikan, yang dituduh ataukah yang menuduh?” beliau menjawab : Yang menuduh”. (H.R: Ibnu Hibban).

Dari sini, bila dikolaborasikan antara hadist diatas dengan kehidupan nyata, minimalnya akan menemukan beberapa titik temu yang cukup krusial untuk diangkat. dintaranya, tentang pentakfiran  (peng-kafiran), dan pem-bid’ahan.

Pertama masalah pentakfiran :
secara Historis, Problematika pentakfiran dalam kancah social telah muncul mulai beberapa tahun kedepan, hal ini terbukti dengan adanya sekte-sekte yang mengatas namakan dirinya sebagai islam namun, dalam ranah ideology dan aplikatifnya cenderung berbeda dengan ajaran syari’at yang menjunjung tinggi bendera wasaty (moderat) serta mengakibatkan orang lain tidak tenang.  Semisal, sayyid Qutub yang berasumsi bahwa; pemerintahan yang tidak mempraktekkan dirinya dengan metodologi keislaman mereka diklaim kafir. Dan kaum wahabi yang pada gilirannya dikenal dengan sapaan salafi . Dalam realintanya, mereka tidak segan untuk men-syirikkan siapa saja yang melakukan ibadah yang dalam kenyataannya tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. seperti masalah klasik; ziarah qubur, membaca tahlil dan lain sebagainya.  

Dalam hal ini Syekh Usamah Al-Azhari dalam karyanya Al-Haq Al-Mubiin mengomentari bahwa ; “Hak prioritas pengkafiran hanyalah milik Allah swt, semata”. Jadi tidak ada yang berhak diantara kita untuk mengkafirkan antar satu sama lainnya.

Kedua masalah pem-bid’ahan :
Diantara definisi bid’ah Menurut Bahasa, adalah hal baru, mulai, dan pemecah. Sedangkan secara terminology sebagaimana persepsi Imam Al-Suyuti dalam kitab Al-Mubtadi'ah yaitu “suatu perbuatan yang tidak sejalan dengan  tirai syar’I.  

Dalam kancah internasional, semua para ulama sepakat mengklasifikasikan bid’ah menjadi beberapa bagian, yaitu bid'ah wajibah (wajib), Muharramah (haram), Mandubah (sunnah), makruhah (makruh), dan Mubahah (boleh). hal ini sebagaimana  yang telah diperkuat oleh Ulama Monumental sepanjang sejarah, seperti dari kalagan Imam syafi’I diwakili oleh ; Izz bin Abdi salam, Imam Nawawi, dan  Abu syamah, dari Malikiyah; Al-qarafi, dan Al-Zarqani, dari Hanafiyah; Ibnu ‘Abidin, dari Hanafiyah; Ibnu Al-Jauzy, serta dari golongan al-dhahiriyah ; Ibnu Hazm.

adapun tendensi tentag terbaginya bid'ah diantaranya adalah hadist Marfu' :

من سن سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة, ومن سن سنة سيئة, فعليه وزرها ووزر من عمل بها إلى يوم القيامة" رواه مسلم فى صحيحه
  
Artinya : "Barang siapa yang berbuat perbuatan baik, niscaya ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang lain yang mengerjakannya sampai hari kiamat, dan barang siapa yang berbuat perbuatan buruk, niscaya akan mendapatkan dosa dan dosa orang lain yang mengerjakannya sampai pada hari kiamat. (H.R: Imam Muslim dalam kitab shahihnya).

meski demikian, ada segelintir kalangan yang mendistorsi bid’ah tersebut, sehingga mengalami penyempitan makna, dan  menyudut sampingkan masyakat kecil yang secara dasar keislamannya masih elastis. 

misalkan aliran Salafy; dari aspek ideology, mereka meyakini bahwa tawasul berimplikasi syirik, ziarah qubur, dan baca tahlil dikatakan bid’ah dan lain sebagainya.

Menanggapi hal ini, Syekh Dr. Ali Jum’ah dalam karyannya Al-Mutasyaddidun hal. 71 mengatakan bahwa : “tawasul kepada Nabi Muhammad Saw. di dalam do’a versi mereka (salafi) tergolong Haram. dengan kata lain, Mereka tidak tanggung-tanggung mengklaim seseorang yang melakukan perbuatan tersebut masuk dalam kategori Syirik (menyekutukan diri pada Allah). Padahal, dalam masalah ini, konsensus ulama empat madzhab dengan memberi legitimasi tawasul tersebut sebagai hal yang baik, bahkan ini disunnahkan. Sebab, ini tidak pernah dipertentangkan sama sekali, baik pada era nabi sendiri maupun setelahnya. Kecuali Ibnu taymiyah yang tetap bersikukuh atas statemennya dengan membedakan antara tawasul atas Nabi pada masanya dan setelahnya”.

Lantas, menyikapi hal demikian, tidak layak-kah kita untuk tidak mengikuti langkah-langkah para ulama terdahulu? sedangkan beliau adalah pewaris Ilmu sekaligus orang-orang terdahulu yang telah teruji kealimannya. 

Semoga kita senantiasa berada dalam lindunganNya dan mendapat Hidayah-Nya. Amiin.


Oleh : Muchtar Makin Yahya
,


Oleh; Fauzul Bari

Menjadi orang pintar sungguh sangatlah mudah, tinggal belajar dengan tekun, menghafal dan menelaah. Namun menjadi orang bijak sungguh sangatlah sulit, harus di lalui dengan proses yang panjang, penuh dengan cobaan, penderitaan, dan bahkan dengan tetesan air mata.
 
Betapa banyak orang pintar, namun, tidak mampu mengkondisikan keadaan, dan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sehingga kepintarannya dapat mencelakakan dirinya dan orang lain, kepintarannya hanya akan menjadi jembatan mala petaka bagi dirinya. 
 
Sungguh betapa malangnya jika seseorang hanyalah pintar namun tidak bijak. teringat dengan istilah Intellectual Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ)dan Spritual Qutient, bahwa kecerdasan intelektual (IQ) hanyalah membutuhkan 6%-20% untuk mengantarkan manusia sukses, sedangkan sisanya adalah 80% untuk kecerdasan emosional (ES)+ kecerdasan spritual (SQ) yang mana kedua ini akan lebih mengantarkan manusia untuk sukses.
 
Namun, mirisnya anak bangsa pada era android ini, selalu beranggapan jika hanya dengan IQ ia akan menjadi sukses, sehingga ia berbondong-bondong mencari sekolah favorit, universitas terbaik, kursus kemana-mana dan lain sebagainya. namun, EQ dan SQ tidak pernah ia pedulikan. 
 
Oleh karena itu, terjadilah kerusakan dimana-mana, pemerkosaan semakin marak, perzinahan di anggap biasa, korupsi berubah menjadi hobby, pembunuhan semakin meningkat bahkan ada yang terbaru lagi yaitu LGBT.
 
Terus mau dikemanakan bangsa ini?
Ingin menikmati apa yang tengah terjadi?
Hanya sebagai penonton?
Tidak ada rasa peduli?
 Ataukah hanya ingin berkata "ini biasa sudah akhir zaman". Astaghfirullah.
 
Andalah para pemuda-pemudi yang akan meneruskan bangsa ini, jangan sampai kalian seperti mereka (yang menebarkan kerusakan-kerusakan di muka bumi ini), dengan senantiasa menjaga EQ dan SQ kalian, carilah pendidikan yang bernuansa agama Islam seperti pondok pesantren, dan MA, yang lebih memprioritaskan pelajaran agama dari pada umum, hiduplah di lingkungan itu agar EQ dan SQ kalian sedekit demi sedikit terbangun, atau mencari guru pribadi untuk senantiasa membangun dan mendidik EQ dan SQ kalian, banyak cara untuk membangun EQ & SQ kalian, tergantung kalian sendiri, karena kalian-lah calon orang sukses pada masa depan.

Ingat IQ+EQ+SQ= sukses

Ingat IQ juga penting, tapi EQ dan SQ lebih penting ....!

Ingat !!! menjadi orang pintar harus, tapi, menjadi orang bijak lebih harus lagi...

mari kita membangun bangsa yang berprestasi dunia akhirat. 

Februari 10, 2016

,



Awal langkahku menyapa dunia bak orang bisu yang ingin berkata namun tak mampu tuk mengatakannya, dimulai dari huruf A, B, C, hingga pada akhirnya dia mampu untuk mengutarakan semua apa yang ingin dia sampaikan yaitu Z .

Menapaki dunia tidak semudah mengedipkan kedua mata, menghirup udara, dan melembaikan kedua tangan kanan dan kiri, karena dunia diciptakan dengan berbagai tujuan, sehingga siang dan malampun memiliki corak yang berbeda.

Ibarat seorang pasutri, siang ibarat sang bapak, artinya segala hal yang berhubungan dengan nafakah batin maupun dhahir dipasrahkan penu kepadanya. Sebaliknya, malam ibarat sang Ibu yang tak pernah letih tuk mendo’akan dan menjadi sandaran sang suami dikala ia ingin bertutur sapa.

Januari 22, 2016

,


Baru saja UTS Universitas Al-Azhar berlalalu, setelah beberapa minggu berusaha keras menelan lembar demi lembar materi pelajaran dan berusaha mencerna isi yang terselip disetiap lembarnya.

Tidak peduli dengan kantuk yang mengrogoti mata. Tidak peduli dengan rasa dingin yang mencekam. Berbagai cara dilakukan untuk mengusirnya.  Bahkan rasa nyeri yang berada dibergai titik tubuhpun seakan tidak terasa.

Menit-menit waktu seakan berubah menjadi emas yang sangat berharga. Tidak rela jika waktu itu dibiarkan lewat begitu saja, tanpa mengisinya dengan membaca dan memahami materi pelajaran.

Berbagai kegiatan yang dulunya sangat penting, setelah ujian tiba, kegiatan itu berubah bak sampah yang berserakan, semuanya diabaikan begitu saja, hingga ujian selesai. Semua fokus terhadap ujian, agar bisa menjawab pertanyaan diwaktu ujian dengan jawaban yang bernar dan tepat. Dengan memaksimalkan semua tenaga dan kesempatan.

“Lebih baik lelah sekarang dari pada harus mengulang tahun depan” itulah kata-kata yang sering terlintas di telinga. Semua berlomba-lomba untuk memperoleh IPK yang tinggi di akhir semester nanti. Agar bisa melanjutkan di jengjang selanjutnya.

Dua jam sebelum ujian dilaksanakan semua sudah berdiri dipinggir jalan, menanti bus tujuan kampus. Berangkat lebih awal, menghindari kemacetan dan lain sebagainya. Agar bisa sampai di kampus sebelum waktu ujian dimulai. Dan melaksanakan ujian dengan tepat waktu.

Sungguh, ujian ini sangat membosankan. Tapi dengan selesainya ujian ini seakan-akan otak terlepas dari jaring yang selama ini membelitnya. Dan sekarang mulai kembali lega lagi seperti semula. Rasanya senang sekali, meskipun tidak tau apa nilai yang akan diperoleh nanti. Yang penting sudah berusaha. Untuk hasilnya dipasrahkan kepada yang Maha Tahu.

Setelah beberapa kali ikut ujian di Al-Azhar, terlihat seberkas cahaya hikmah yang memancar darinya, menyinari jiwa yang tersesat dalam jubah hitam dunia. Dan menunjukkannya kepada jalan terang hidup yang sesungguhnya.

Meskipun ujian ini meberikan kesempatan bagi yang tidak lulus nantinya untuk mengulang kembali. Tapi, tidak  ada di antara peserta ujian yang ingin menyia-nyiakan waktunya selama satu tahun, hanya untuk mengulang mata pelajaran yang tidak sampai pada target.

Semuanya berusaha keras untuk lulus dalam ujian ini. dengan mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari sebelumnya. Meninggkatkan ketekunan dalam belajar, mengurangi waktu istirahat dan waktu santai. Agar nantinya bisa merasakan senangnya lulus di akhir semester.

Kalau ujian Azhar saja dipersiapkan dengan sedemikian rupa, lantas apa yang telah dipersiapkan untuk menghadapi ujian yang di berikan Tuhan. Bukankah ujian Tuhan jauh lebih besar dan beresiko dari pada ujian Azhar? Lantas apa yang telah  dipersiapkan?. Semua tahu kalau semua manusia sedang melaksanakan ujian Tuhan. Tapi, sedikit sekali yang menyadarinya. Lalu usaha apa yang telah dipersiapkan untuk mempertanggungjawabkan nilai amal di hadapan Tuhan?

Sungguh ini akan menjadi perbuatan yang zalim pada diri sendriri. Apabila ujian yang kecil ini saja telah merenggut banyak waktu dan memeras tenaga untuk mendapatkan IPK yang baik. Tentu  ujian yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan lebih pantas mendapatkan keseriusan dan kesungguhan dalam menghadapinya. Agar tidak termasuk dari sebagian orang yang menzalimi dirinya sendiri.

Semoga kita senantiasa mengambil pelajaran dari setiap jengkal hidup ini.  dan selalu berupaya melakukan intropeksi diri, meningkatkan Iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang dengan  menysukuri segala nikmat yang dianugrahkan olehNya.

Yang terakhir semoga kita selalu diberikan kemudahan dan kelancaran dalam urusan dunia dan akhirat.  Amin yaa Rab!


"Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka”

Follow Us @soratemplates