Juni 19, 2021

,

 

 

MENALAR SKEPTISME IMAM AL-GHAZALI

Oleh: Moh. Syamsul Arifin

        Faith seeking knowledge ''keyakinan mendorong untuk terus mencari pengetahuan'' demikian bunyi motto kampus Notre Dame salah satu kampus ternama di Amerika Serikat, namun kita merasa terbiasa bila sudah mencapai faith (yakin) berhenti dan menutup pengetahuan. Dalam hal ini kita perlu memperhatikan bagaimana dialog Nabi Ibrahim As. untuk mencapai tingkat keyainan yang sebenarnya saat berdialog dengan Tuhan, tatkala Ibrahim berkata : ''Hai Tuhanku! Tunjukkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati''! Allah menjawab : Tidakkah enngkau percaya kepadaku? Sahutnya : ''Ya, percaya, tapi demi menetapkan hatiku.'' Dari kejadian ini bisa dibuat kesimpulan, ''bahwa kasusus ini memberikan pada kita kunci penting metode ilmiah murni yang tampanya tidak mungkin orang memajukan ilmu, yaitu metode ragu untuk mencapai keyakinan (manhaj al-shak lil-wushuli ila al-yaqin).''

         Pada umumnya, para pemikir muslim memulai asumsinya dari keyakinan terutama para teolog dan fuqoha, tetapi tidak berarti menafikan sama sekali pemikir muslim yang menggunakan asumsi keraguan. Para pemikir yang menggunakan metode 'keraguan'' dan 'kritis'' bukan suatu yang baru dalam Islam. Jauh sebelum munculnya Rene Descartes (abad 17), ia merupakan salah satu filsuf yang turut membidani pencerahan di Eropa yang dikenal sebagai bapak filsuf modern Barat dan sekaligus dikenal sebgai peletak metode keraguan dengan ungkapannya yang sangat terkenal cogito ergo sum "aku berpikir maka aku ada", beberapa peneliti mengungkap bahwa Descartes dengan metode keraguannya tidak mampu mencapai puncak keyakinan yang ia cari, beda halnya dengan imam al-Ghazali yang sudah memperaktekkan metode keraguan dalam menelisik kebenaran Islam dan ia mencapai titik puncak keyakinan yang sebenarnya. Namun penting untuk dicatat bahwa keraguan yang di maksudkan imam al-Gazhali disini adalah keraguan metodologis, bertujuan untuk menemukan kebenaran yang betul-betul meyakinkan. Dalam penjelasan intelektual muslim yang digelari Hujjatul Islam, ragu ialah penanda bahwa seseorang betul-betul serius dengan keyakinannya. Tanpa ada peroses keraguan, keyakinan seseorang tidaklah beda dari taqlid dengan menerima begitu saja yang didengarnya. Kata al-Gazhali di akhir kitab mizan al-Amal  (kitab sekuel dari mi'yar  al-ilmi): ''Jika uraia-uraian dalam kitabku ini membuatmu meragukan keyakinan yang kamu warisi, maka cukuplah dengan keraguan itu kau mendapat manfaat, sebab keraguanlah yang akan membawa pada kebenaran (idz as-syukuk hiya al-mushilah ilal haqq)''. Kemudia al-Gazhali menutup kitabnya ini dengan ungkapan yang disebut dengan ''potongan emas'' karena sedikit memberi gambaran tentang metodologinya untuk mencapai pada kebenaran yang hakiki. Ungkapnya: "keraguanlah yang dapat menghantarkan pada kebenaran. Seseorang yang tidak pernah ragu, dia berarti tidak berpikir. Seseorang yang tidak berpikir, dia tidak akan dapat melihat. Seseorang yang tidak dapat melihat, dia kan tetap dalam kebutaan dan kesesatan."

        Dalam karya semi-autobiografinya, al-munqidz, al-Ghazali juga menuliskan perjalanan hidupnya yang mengalami bermacam keraguan atas kebenaran yang sebelumnya ia percayai. Sejumlah peneliti menyebut bahwa narasinya dalam meragukan kebenaran ini mirip seperti narasi Descartes. Keduanya berbagi sekeptisme metodologis ''ragu sebagai metode''. Ada satu disertasi doktoral, karya almarhum Prof Dr. Mahmoud Hamdi Zaqzouq di Munich University pada tahun 1968, yang kemudian di bukukan dengan judul al-Manhaj al-Falsafi bayn al-Ghazali wa Dikart [Metode Filsafat antara al-Ghazali dan Descartes] yang membahas topik ini kemudian membandingkan al-Munqidz dengan dua karya Descartes yakni Discourse on the Method dan Meditations on the First Philosophy.

        Selanjutnya keraguan metodologis al-Gazhali ini mengandung pesan kritis, baik keritik wacana maupun keritik nalar (metode berpikir), terutama nalar yang di bentuk oleh budaya afiliasinya. Sebab, tidak ada manusia yang berpikir otonom dan mandiri. Setiap orang berpikir dalam kerangka afiliasi identitasnya, baik identitas peradaban, ideologi maupun metode berpikirnya. Pemikiran seperti ini di sebut oleh al-Jabiri dalam teorinya dengan istilah nalar terbentuk (al-aql al-mukawwan). 

        Sekali lagi penting untuk digaris bawahi bahwa keraguan yang dimaksudkan imam al-Gazhali adalah keraguan motodologis, artinya metode keraguan ini pada intinya untuk mendapata pengetahuan yang benar, menurutnya seseorang mesti secara mandiri meragukan dahulu pengetahuan yang ia punya dan kemudian meyaringnya mana yang benar-benar meyakinkan. Untuk mengetahui hal ini, ia mesti meragukan pengetahuan yang ia terima dari kata orang, dari pada pendahulunya atau dari masyarakat sekitar, atau menolak taklid, ''supera aude'' berani berpikir mandiri dan bebas dari kekangan pola pikir orang lain.

Cairo 10 Juni 2021.

Juni 07, 2021

,

Oleh : Lukman Fayad, LC, Dipl.
Mahasiswa pascasarjana
Universitas Al-Azhar Kairo

Kita adalah waktu dan waktu memilki awal dan akhir. “Wahai anak adam, kamu hanyalah bagian dari hari-hari, jika satu hari darimu hilang maka hilanglah sebagian darimu.” Demikian Hasan al-Bashri memaknai waktu. Waktu mempuanyai arti urgen dalam kehidupan kita. Bahkan dalam al-Qur’an Allah bersumpah dengan menggunakan waktu  “wal ashr.” Imam Fakhruddin Arrazi dalam tafsirnya mengatakan, “Allah Swt. bersumpah dengan al-ashr yang berarti adalah waktu, karena kata itu memiliki banyak keistimewaan, dengan waktu kelapangan dan keluasan, kesehatan dan kesakitan, kekayaan dan kemiskinan bisa diraih dan dicapai, serta sesungguhnya harga dan nilai umur tidak ada bandingannya.” Umur kita adalah kita dan hidup kita. Tapi kita teramat sering melupakannya, menelantarkanya, atau bahkan mencelakainya. Lebih dari tiga belas abad yang silam Rasulullah Saw. sudah memperingatkan umatnya mengenai pentingnya menjaga waktu. “Dua kenikmatan yang kebanyakan orang merugi darinya, yaitu sehat dan waktu kosong.” Pesan penting dari hadis tersebut bahwa sehat dan waktu kosong yang kita miliki sejatinya adalah anugrah bagi kita jika dipergunakan pada tempatnya, yaitu pada sesuatu yang bermanfaat sesuai tuntunan Allah dan RasulNya.

Dalam bukunya “Qimat Azzaman”, Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah memberikan abstraksi yang sangat kongkrit mengenai urgensi waktu menurut pandangan para ulama. Waktu memiliki banyak sekali arti yang saling berkaitan. Bagi para flusof nilai waktu berbeda dengan arti yang dipahami para pedagang, berbeda dengan yang dipahami petani, juga berbeda dengan yang di pahami para pencari ilmu, dan seterusnya.  Yang menarik untuk kita disimak dari kajian ini beliau mengurai urgensi waktu secara khusus dan spesipik, yaitu pentingnya waktu menurut penuntut ilmu dan segenap pecintanya (ulama), dengan harapan mampu memupuk kembali semangat para penuntut ilmu yang sudah mulai meredup dan pupus.

Imam Syafe’i berkata, “Aku bersahabat dengan ulama sufi, dan aku tidak belajar dari mereka selain dua kata, aku mendengar mereka berkata: “Waktu itu ibaratkan pedang, jika kamu tidak memakainya untuk memotong maka dialah yang akan memotongmu. Pergunakanlah untuk aktivitas yang baik, jika kamu tidak mempergunakan pada kebaikan maka  dia akan beraktivitas pada yang buruk.” Betapa waktu itu begitu berharga! Dan betapa tinggi perhatian ulama dalam memanfaatkan waktu! Waktu adalah nikmat dan anugrah Allah yang agung. Kalau Allah menghendaki kebaikan pada hambanya, maka Allah memberi keberkahan pada waktu yang dimilikinya dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Dalam buku-buku Tarajim (biografi) kita akan menemukan banyak pelajaran penting bagaimana ulama menjalankan dan menyikapi esensi waktu dari perjalanan mereka dalam menuntut ilmu. Ibnu Hajar al-Asqalani adalah salah satu figur ulama yang sangat cepat ketika menghafal dan  membaca. Syekh Nuruddin Iter dalam pengantar bukunya “Syarh Annukhbah” menegaskan bahwa Ibnu Hajar menyelesaikan bacaan kitab Sahih al-Bukhori dalam sepuluh majlis, membaca Sahih Muslim dalam lima majlis. Hal yang paling mengugah dari kisahnya, ialah perhatiannya yang begitu tinggi dalam menjaga dan memanfaatkan waktu. Dalam perjalanannya ke negri Syam beliau membaca Mukjam Tabrani dalam satu majlis, dan pada waktu bermukim di Damaskus beliau sanggup membaca seratus kitab dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan.

Begitulah kebiasaan ulama dari dahulu hingga sekarang dalam menjaga dan menghidupkan waktu untuk menimba ilmu yang begitu  mengagungkan. Tradisi ini menjadi kebiasaan para guru di al-Azhar.

Dr. Muhammad Muhammad Sayyid Awad rahimahumullah (guru pengarah jiwa dan ruh kami)  menggunakan  sebagian besar waktunya untuk mengabdi pada ilmu, penuntut ilmu, ibadah, dan keluarga. Beliau hanya beristirahat tidak lebih dari tiga jam setiap malam. Sementra pada waktu siang beliau meneruskan tugasnya mengajar para mahasiswa pada pagi hari, dan dilanjutkan dengan tugas dari “Masyaikhoh” (lembaga tinggi para guru besar al-Azhar) pada sore hari hingga mendekati tengah malam, dan sesekali mengisi ceramah untuk masyarakat. Bahkan tidak jarang beliau hanya isterahat di atas kursi dalam beberapa menit saja saat berada di ruang perpustakaannya. Dan dalam hal yang demikian itu beliau masih memintaku untuk membacakannya mutiara cahaya ilmu dari lembaran-lembaran kitab yang beliau inginkan, seolah tidak ingin ada sedikitpun waktu yang terlewatkan dari ilmu. “Menuntut ilmu butuh  kesabaran dan keikhlasan, jika tidak sabar semua akan berantakan”, dauhnya yang sering  dipesankan.  Ikhlas dan sabar adalah kunci keberhasilan. Rumah lama beliau di Syubra (Kairo) yang sudah tidak ditempati –karena beliau pindah ke komplek khusus yang diberikan al-Azhar untuk guru seneor di kawasan Rehab- dijadikan perpustakaan. Rumah satu lantai dengan dua pintu dan enam kamar ini semua berisikan kitab mulai dari yang klasik hingga yang kontemporer, mulai dari kamar, ruang tamu hingga dapur, semua berisikan kitab dan terlihat penuh debu dan tidak terawat. Tapi beliau bilang, “Ilmu ada di hati, bukan di atas lembaran kertas.”   Yang membuat aku tercengang beliau tau semua isi kitab-kitab itu dan bahkan susunannya. Seolah tumpukan kitab itu sudah tertata di dalam hati beliau sebelum ditata di perpustakaannya. Pada suatua saat ada orang yang simpati pada Abbas Mahmud Akkad melihat kondisi rumah yang didiaminya dan dia menyuruhnya untuk pindah pada tempat yang lebih layak. Tapi Akkad sepontan menjawab, “Siapa yang bisa membantuku menata kita-kitabku!?” Iya, karena kitab-kitab beliau tidak sekedar butuh ditata ulang kalau pindah rumah, tapi juga butuh ditata sesuai wawasan yang ada dalam hati beliau.            

Dalam sebuah seminar ilmiyah yang diadakan PPMI pada 2015 silam, Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., MA. rektor Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN) yang namanya tercatat sebagai salah satu ulama alamnus al-Azhar yang berpengaruh mengungkapakan bahwa beliau belajar delapan jam tiap malam, duduk di kursi belajarnya tanpa sedikitpun bergeser ataupun beranjak dari posisinya.

 وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS: Al-Bayyinah [98]: 05).

 
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا
“Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik.” (QS: al-Kahfi [18]: 3).

Mei 20, 2021

,

 


Oleh : Faiz Ghaniyuddin
Mahasiswa Fakultas syariah islamiyah
Universitas Al-Azhar Kairo

Ketika mendengar kata “ujian”, dalam pikiran kita akan terbayang buku pelajaran (muqorror) yang menumpuk. Seakan-akan muqorror itu melambaikan tangan meminta untuk kita baca. Apalagi dikalangan masisir (mahasiswa mesir), kita tidak hanya dituntut untuk membaca muqorror, akan tetapi kita juga dituntut untuk menghafal semua materi yang ada di dalamnya.

Sekitar sepekan lagi semua mahasiswa S1 Universitas Al-Azhar khususnya saya akan menghadapi ujian termin kedua. Jauh-jauh hari sebelum ujian kita harus sudah selesai mempelajari semua muqorror, bahkan kita harus sudah menguasai semua materi yang ada di dalamnya.

Di kalangan masisir, tingkat pertama (awal masuk kuliah) merupakan ajang di mana hasil yang kita dapat akan menentukan bagaimana hasil kita selanjutnya. Karena ketika kita sudah tidak lulus di tingkat pertama, maka semangat kita akan sedikit memudar. Meskipun ada sebagian mahasiswa yang semangatnya bertambah walaupun tidak lulus di tingkat pertama. Malah sebagian mahasiswa yang tidak lulus tersebut semangatnya menjadi semakin melonjak.

Dalam mempelajari muqorror, ada tehnik-tehnik atau penunjang yang biasa dipakai mahasiswa agar bisa mempermudah dalam memahami dan menghafal materi. Tehnik itupun sangat beragam, tergantung bagaimana tehnik tersebut bisa berguna utuk orang tersebut. Saya tidak banyak mengetahui tehnik-tehnik dan penunjang itu, akan tetapi saya mengetahui sebagian yang biasa dipakai mahasiswa atau lebih tepatnya teman yang pernah bargaul dengan saya.

👉 Penunjang
Pertama “membaca nyaring”. Untuk sebagian orang membaca dengan suara yang keras bisa mempermudah pemahaman dan bahkan bisa mempermudah menghafal. Karena pikiran kita akan terfokus terhadap suara kita bukan suara-suara yang ada di sekitarnya.

Kedua “membaca dalam hati”. Hal ini dilakukan dengan cara membaca menggunakan hati atau lebih tepatnya tidak mengeluarkan suara. Akan tetapi cara ini tidak efektif jika dilakukan di tempat yang ramai. Kecuali anda mempunyai konsentrasi yang tinggi.

Ketiga “musik”. Musik untuk sebagian orang dapat berguna untuk mempermudah dalam pemahaman terhadap apa yang kita baca. Karena menurut sebagian orang tersebut musik membuat otak menjadi rileks, sehingga bisa fokus dalam belajar. Entah itu musik pop, dangdut, rock, dan bahkan bacaan Al-Qur’an.

 
👉 Tehnik
Pertama “rangkuman”. Cara ini sangat berguna untuk menghafal. Karena kita akan sangat sulit menghafal semua materi yang memang sangat banyak. Jadi, rangkumanlah yang dapat menyelamatkan kita dari materi yang sebanyak itu. Rangkuman dibuat ketika kita sudah membaca satu bab atau satu buku sekaligus, tergantung bagimana cara yang mudah untuk orang tersebut. Akan tetapi, saya menyarankan agar merangkum ketika kita sudah selesai membaca satu bab bukan satu buku. Ketika kita merangkum, secara tidak langsung kita menghafal hasil rangkuman kita, asal ketika menulis pikiran kita fokus kepada apa yang kita tulis.

Kedua “garis bawah atau warna stabilo”. Cara ini dipakai agar mempermudah dalam membaca yang kedua kalinya. Karena yang kita garis adalah poin-poin penting yang menurut kita hal itu akan keluar dalam ujian.

Ketiga “kebut semalam”. Cara ini dipakai oleh orang yang memang mempunyai IQ di atas rata-rata dan orang yang memang malas untuk belajar. Orang yang memakai cara ini belajar di waktu malam pas besok akan menghadapi ujian. Cara ini mungkin efektif bagi orang yang memiliki IQ di atas rata-rata. Akan tetapi kalau IQ anda menegah kebawah janganlah memakai cara ini, karena anda akan mengalami kegagalan yang pasti akan anda akan sesali.

Itulah tehnik-tehnik dan penunjang dalam belajar. Tergantung mana yang cocok untuk kemampuan seseorang yang menggunakannya. Dan saya sarankan anda tidak memakai tehnik kebut semalam. Karena tehnik tersebut sudah banyak memakan korban.

Mei 07, 2021

,

 


Berpuasa di Puncak Musim Panas; Pahala dan Keutamaannya.

Oleh: Kholilurrahman Zubaidi Mahasiswa Pascasarjana Universitas Al-Azhar 

Sesuatu yang biasa apabila dilakukan dengan cara yang luar biasa, di waktu yang tak biasa maka akan bernilai luar biasa. Jika demikian adanya, maka bagaimana dengan sesuatu yang memang luar biasa kemudian dilaksanakan dengan cara dan pada waktu yang yang luar biasa juga? Maka tentu nilainya akan lebih luar biasa lagi. Seperti itulah kiranya dengan berpuasa di saat musim panas sedang pada puncaknya. Ketika berpuasa di hari-hari biasa pahala yang didapatkan itu sudah luar biasa, maka apalagi puasa yang dilakukan pada saat cuaca menunjukkan pada 40 sampai 41 derajat celcius seperti yang terjadi di beberapa negara di timur tengah termasuk di antaranya Mesir, maka pahala yang akan didapat akan lebih luar biasa lagi.

Memang ada beberapa amalan ibadah yang apabila dikerjakan di dalam waktu tertentu akan mempunyai nilai yang berbeda dengan ibadah yang sama akan tetapi dikerjakan di waktu kapan saja. Seperti contoh shalat sunnah dua rakaat. Shalat sunnah dua rakaat yang dikerjakan di waktu siang misalkan akan berbeda dengan shalat sunnah yang dikerjakan di sepertiga malam setelah tidur (karena shalat sunnah tersebut berubah menjadi shlat sunnah tahajjud yang tentu berbeda nilainya dengan shalat sunnah muthlaq biasa). Contoh lain adalah ketika kita memberikan sebagian harta kita kepada orang saat ia sedang mampu dan ketika ia dalam keadaan butuh. Perbedaannya sejauh langit dan bumi.

Kembali ke puasa. Dalam kondisi normal (maksudnya berpuasa dalam keadaan cuaca biasa-biasa saja, tidak terlalu panas) pahala yang akan didapatkan adalah ia akan dijauhkan dari neraka selama 70 tahun (HR: Al-Bukhori). Maka di dalam kondisi cuaca sedang panas-panasnya maka tentu pahala yang didapat akan berbeda lagi seperti riwayat Abu Musa ra. dan beberapa riwayat  yang lainnya bahwa barang siapa merasakan haus karena berpuasa semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT maka pada hari kiamat nanti ia akan diberikan minuman di saat semua orang merasakan kehausan.

Para sahabatpun tidak mau ketinggalan untuk mendapatkan keutamaan-keutamaan itu. Abu Bakar ra disebutkan membiasakan berpuasa di musim panas dan tidak berpuasa di musim dingin. Umar ra juga berwasiat  kepada anaknya Abdullah bin Umar untuk mengerjakan perkara-perkara keimanan kemudian beliau menyebutkan yang pertama adalah berpuasa di musim panas. Qasim bin Muhammad berkata: Aisyah ra berpuasa di saat cuaca panas sedang menyengat.

Sebagai tambahan faedah, kata رمضان sendiri diambil dari asal kata رمض yang berarti احترق (membakar) dinamakan bulan ramadhan karena cuaca di bulan ini memang sedang panas-panasnya. Sebagian ulama menyebutkan alasan yang lain yaitu karena bulan ini dapat membakar dosa-dosa sebagaimana api membakar kayu.

Ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi di bulan ramadhan. Salah satunya adalah peristiwa perang badar atau sebagian ulama menyebutkannya dengan peristiwa al-Furqan (pembeda) karena perang badar ini menjadi penentu antara yang hak dan yang bathil. Bisa dibayangkan ketika itu para sahabat berperang melawan kaum musyrikin dalam keadaan cuaca panas sedang berada pada puncaknya. Mungkin ini juga merupakan alasan kenapa Rasulullah SAW di dalam salah satu haditsnya bersabda yang artinya “Jangan kalian mencela sahabatku, demi  dzat yang aku berada di dalam genggamannya, walaupun kalian menafkahkan emas sebesar gunung uhud, itu tidak bisa menyamai terhadap apa yang dilakukan sahabatku tidak juga separuhnya” (HR: Bukhori Muslim). Hadits ini menjadi bukti betapa besarnya pengorbanan-pengorbanan yang dipersembahkan oleh sahabat-sahabat Rasulullah SAW. dan salah satu dari pengorbanan terbesarnya adalah berjihad bersama Rasulullah SAW walaupun dalam situasi cuaca panas sedang dalam puncaknya.

Sampai di sini kita sudah tahu bagaimana pahala dan keutamaan berpuasa pada waktu musim panas. Semoga ini semua menjadi suntikan semangat dalam melaksanakan ibadah puasa secara khusus dan ibadah-ibadah yang lainnya secara umum walaupun dalam keadaan sulit.

Wallahu subhanahu a’la wa a’lam.

Mei 04, 2021

,

 


Kairo: Almamater FOSIKBA sebagai forum silaturahmi dan persatuan ikatan para alumni yayasan Al-Khairat di Kairo Mesir, yang meliputi pondok pesantren Darul Ulum Banyuanyar, PP. Membaul Ulum Bata-bata, PP. Darul Lughah wa ad-Dirasat Islamiyah Akkor, PP. Lan Bulan Sampang, PP. Nurus Salam Saba Tambak Palengaan Laok, serta beberapa pesantren lainnya, kembali menggelar acara Haul Masyaikh di Hay asyir KSW. 

Tepat pada hari Ahad, 20 Ramadhan 1442 H./ 2 Mei 2021 M. Merupakan suatu moment terselenggaranya acara yang dikemas dengan "Haul Akbar Masyayikh Di Forum Silaturahmi Keluarga Besar al-Khairat (FOSIKBA)". Suatu agenda rutinitas tahunan, yang perlu dijaga eksistensinya, guna mempererat tali persaudaraan antar sesama anggota. Sehingga dapat membentuk suatu kesatuan dalam ranah persaudaraan.

Maksud dan tujuan digelarannya Haul Akbar ini sebagimana yang disampaikan oleh dewan konsultatif FOSIKBA Ust. Lukman Fayad Lc. Dalam sambutannya “Peringatan Haul ini adalah dalam rangka mendoakan guru guru kita yang sudah meninggal dan bentuk syukur atas segala nikmat yang telah allah berikan kepada kita melalui perantara guru guru kita ini, seperti halnya kita bisa mencari ilmu disini (MESIR) tidak lepas dari doa guru guru kita, kedua orang tua kita dan orang terdekat kita, itu semua perlu kita syukuri. (ujarnya). 

Acara Haul Akbar ini dihadiri oleh dewan penasehat FOSIKBA Ust. Khatibul Umam, Lc. Dan gubernur FOSGAMA (Forum Studi Keluarga Madura) Ust. Budianto Saha. Tak kalah menariknya acara ini dihadiri oleh calon terpilih presiden PPMI MESIR Ust. Ahsanul Ulil Albab Lc. yang baru saja terpilih dihari sebelum acara Haul Akbar FOSIKBA tiba, dalam sambutannya beliau bersyukur “Alhamdulillah acara haul akbar FOSIKBA berjalan dengan khidmat karena telah dibuka dengan khotmil quran dan yang paling kita senangi baca sholawat dan ini menjadi wasilah diterimanya sebuah amalan”. Dan beliau juga mengucapkan salam ceria dan berterimakasih kepada semua yang hadir diacara ini, “karena saya terpilih ini tidak lepas dari kepercayaan dan dukungan teman teman FOSIKBA ini. Dan saya ucapkan terimakasih banyak telah diberi ruang mengisi sambutan dicara Haul Akbar ini, padahal saya masih belum dilantik jadi presiden PPMI Mesir langsung divoting presiden, tapi tidak apa apa biarpun masih belum dilantik jadi presiden saya berkesempatan mengisi sambutan segaligus meminta doa temen temen FOSIKBA atas kelancaran, kemudahan dan kesuksesan kami nanti dikursi presiden PPMI Mesir". Dan beliau juga menyisipkan doa “semoga acara Haul Akbar ini penuh dengan keberkahan, istikomah, eksis terus tiap tahunnya dan saya juga butuh kader kader terbaik dari FOSIKBA ini”. (ujarnya)

Acara ini, diawali dengan khataman al-Quran. Kemudian dibuka dengan pembacaan ummul kitab, sambutan-sambutan, pembacaan tawassul almarhumin sekaligus tahlil, dan ditutup dengan do'a. dilanjutkan dengan sholat Maghrib secara berjamaah kemudian buka puasa bersama. Dalam acara ini, juga turut mengundang ketua dan jajaran BPH almamater lainnya: IKBAL (Ikatan Keluarga Besar PP. Al-Amin Sumenep) korda Kairo, almamater KIFAYAH (Kajian Intensif Islamiyah), dan almamater HIMMAH (Himpunan Mahasiswa Alumni PP. Amanatul Ummah Siwalan Kerto Surabaya).

Dengan mengharap ridha Allah Swt. dan syafaat baginda Nabi Muhammad Saw. serta atas terselenggaranya acara ini, semoga diri kita semua senantiasa diberi kelancaran dalam segala urusan, khususnya dalam menuntut ilmu. Begitu juga semoga barokah para masyayikh kita, selalu mengalir disetiap derap langkah kita menuju kesuksesan yang hakiki. Amin.



Oleh: Tim Media FOSIKBA

Follow Us @soratemplates