September 26, 2022

,

 



Refrensi: Kitab Ta’arrof ‘ala Habibikal Musthofa Saw. Hal. 51-53. Karya Syekh Mutawalli Asy-Sya’rowi

Penerjemah: Zainal Abidin Jailani

Darbul Ahmar, Cairo, 11 Juli 2022 M.

Dan ketika ada orang mengatakan: Bahwasannya pengetahuan Nabi itu merupakan kejeniusan yang boleh jadi tampak pada seorang hamba dari beberapa hamba Allah, kendatipun dia tidak pernah belajar dan membaca.

Maka saya jawab: Kejeniusan yang macam apa ini ? yang mana kejeniusan ini tampak tiba-tiba pada saat umur empat puluh tahun. Sedangkan kejeniusan dan keistimewaan itu biasanya tampak pada usia muda dan tidak menunggu sampai semacam umur empat puluh tahun ini. Maka ketika di katakan: boleh jadi kejeniusan dan keistimewaan itu tampak pada usia muda, namun kemudian disimpan oleh Rasulullah sampai umur beliau mencapai empat puluh tahun. Maka saya jawab: Siapa yang memberi tahu Nabi Muhammad Saw. bahwasannya dia akan hidup sampai umur empat puluh tahun ? Sedangkan dia melihat ayahnya telah meninggal sebelum dia dilahirkan, dan ibunya meninggal ketika dia masih kanak-kanak, kemudian dia tumbuh besar dalam keadaan yatim piatu. Maka setiap peluang hidupnya, bahwasannya kematian itu bisa merenggut manusia pada saat usia muda, sebagaimana telah merenggut ayah dan ibunya. Maka apakah Nabi itu menyimpan kejeniusannya hingga sampai umur empat puluh tahun ? Andai kata bahwa ayah dan ibu Nabi itu merupakan manusia yang paling membela dan besar pengaruhnya dalam hidup Nabi, maka niscaya mereka akan tetap hidup sampai umur enam puluh atau empat puluh tahun. Maka pastinya saya akan menjawab bahwasannya hal itu merupakan peluang Nabi bisa hidup sebagaimana kedua orang tuanya hidup. Namun kematian dini ini selamanya tidak menghilangkan rasa percaya diri Nabi bahwasannya dia akan bisa hidup mencapai umur empat puluh tahun.

Dan begitu juga sifat ummi ini menjadi kemuliaan bagi Rasulullah Saw. dan menjadi keharusan untuk menolak pengakuan orang-orang yang berkata bathil, dan juga menjadi sesuatu yang meyakinkan hati orang-orang yang beriman. karena sesungguhnya setiap sesuatu yang dibawa oleh Rasulullah itu tiada lain  adalah wahyu yang turun dari Allah Swt.

Dan sifat Iradat Allah telah menghendaki Nabi Muhammad untuk tumbuh besar dalam keadaan yatim, Sehingga tidak bisa dikatakan bahwasannya dia mempergunakan kekuasaan ayahnya, atau bersandar pada kekuasaan selain kekuasaan Allah. Dan dia juga merupakan seorang bayi, dan ibunya akan menyusukannya kepada orang yang mengambil jasa menyusui, sehingga dia tumbuh di sebuah desa di pedalaman sebagai anak yang kuat. dan akan datang sekelompok perempuan dari desa pedalaman untuk memilih bayi yang akan mereka susui, dan mereka akan memilih bayi yang masih memiliki ayah, sekiranya bisa memberikan suatu pemberian sebagai upah bagi mereka. 

Saya temui bahwasannya tidak ada satupun dari orang perempuan kecuali Rasulullah diajukan kepadanya untuk disusui. kemudian ketika diucapakan kepadanya bahwasannya Nabi adalah anak yang telah yatim, maka mereka menolak untuk mengabilnya. karena sesungguhnya setiap satu persatu dari mereka menginginkan harta dari ayah bayi yang mereka susui. Maka ketika dia tahu bahwasannya Nabi adalah bayi yang telah yatim, maka dia langsung berpaling dari Nabi. Kecuali hanya satu wanita saja, yaitu Halimah As-Sa’diyah yang mana dia termasuk sebagian dari kelompok wanita yang menjadi juru menyusui, namun dia tidak menemukan bayi untuk dia susui. Dan ketika dia mengetahui bahwasannya dirinya adalah satu-satunya perempuan yang tidak berhasil untuk mendapatkan bayi untuk dia susui, Maka dia berkata: Demi Allah ! Sesungguhnya aku tidak suka jika diantara sahabat-sahabatku, hanya aku sendirilah yang kembali dengan tanpa membawa bayi untuk aku susui. Demi Allah ! Sungguh aku akan pergi ke anak yatim itu dan sungguh aku akan mengambilnya, semoga Allah mejadikan keberkahan bagiku sebab anak yatim itu. Dan Halimah berkata: Dan tidaklah mendorongku untuk mengambilnya kecuali dikarenakan tidak adanya bayi lain yang akan aku susui. 

Halimah mengambil bayi yang telah yatim, kemudian rumahnya menjadi penuh dengan berkah sebab hadirnya anak yatim tersebut, dan hewan ternaknya pun menemukan rerumputan, kemudian memakannya dan menjadi besar dan gemuk. Sedangkan hewan ternak orang lain semuanya tidak ada yang menemukan rerumputan sama sekali di bumi Bani Sa’ad yang gersang. Dan kambing-kambing Halimah ketika itu bisa menghasilkan susu yang berlimpah dari hasil perahannya, sedangkan kambing-kambing orang lain, setetes pun tidak menghasilkan susu dari perahannya. Sehingga semua orang pada zaman itu sama-sama berkata kepada pengembala suruhannya; Mengembalalah kalian di suatu tempat, yang mana kambing Halimah digembalakan di sana.

September 17, 2022

,

 



Refrensi: Kitab Ta’arrof ‘ala Habibikal Musthofa Saw. Hal. 51-53. Karya Syekh Mutawalli Asy-Sya’rowi

Penerjemah: Zainal Abidin Jailani

Darbul Ahmar, Cairo, 11 Juli 2022 M.


Karena apa Allah Swt. memilih Nabi Muhammad Saw. sebagai Nabi-Nya ? Padahal dia adalah orang yang ummi.

Imam Asy-Sya’rowi Ra. berkata:

Sebelum menurunkan wahyu kepada Rasulullah Saw., Allah Swt. menjauhkan setiap sifat syubhat basyariyah (keserupaan dengan manusia) dari diri Rasulullah Saw. yakni semisal seperti contoh bahwasannya wahyu yang akan diterima oleh Nabi Muhammad Saw. kemungkinan adalah ilmu yang manusiawi, baik itu berupa budaya ummat-ummat yang terdahulu atau mungkin ilmu yang dibaca dari kitab-kitab dan sebagainya.

Oleh karena itu, Allah Swt. memilih Nabi-Nya (Nabi Muhammad Saw) yang ummi. Makna ummi sendiri adalah: keberadaannya yaitu sebagaimana dia dilahirkan oleh ibunya (tidak belajar ilmu dari manusia). Dan sifat Ummi ini merupakan kemuliaan bagi Rasulullah Saw. kenapa demikian? Alasannnya yaitu karena Allah Swt. yang mana telah memilihnya sebagai akhir dari para utusan-Nya ingin mengajarinya dengan dzat-Nya sendiri, dan Allah Swt. menginginkan agar Rasulullah Saw. tidaklah mempelajari ilmu melainkan ilmu samawi (ilmu dari Allah Swt.). Oleh karena itu Allah Swt. menjadikannya sebagai orang yang ummi, dan hal itu juga merupakan indahnya pengaturan Allah Swt dalam mengutus Nabi Muhammad Saw.

Maka jika seandainya Rasulullah Saw itu bisa membaca dan menulis, maka orang-orang kafir pada masa itu pasti akan berkata bahwasannya Nabi mengambil ilmu (wahyu) dari apa yang telah dia baca, atau mengambil ilmu dari kitab-kitab orang terdahulu atau dari budaya-budaya ummat pada masa itu. Oleh karena itu, Allah Swt. menjadikannya tumbuh besar sebagai orang yang ummi, sehingga semua orang akan tau bahwasannya semua ilmu yang dimiliki oleh Rasulullah Saw. adalah ilmu yang datang dari langit. Hanya saja pemilihan Allah Swt. beserta hikmah yang terkandung di dalamnya ini telah dilupakan oleh orang-orang kafir, dan mereka mengakui bahwasannya Rasulullah Saw. itu diajari oleh sesama manusia. dan juga mereka mengakui bahwasannya Rasulullah mendapat ilmu tersebut dari mitos yang dibuat oleh orang-orang terdahulu.

Maka Allah Swt menolak pengakuan (perkataan) mereka, dan menyebutkan mukjizat keummian yang dimiliki oleh Rasulullah Saw melalui firman-Nya. Allah Swt berfirman:

وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْ مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِيْنِكَ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ

Artinya: Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca suatu kitab sebelum (Al-Qur’an) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; Sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya. (QS. Al ‘Ankabut: Ayat 48)

Jadi Allah Swt. memalingkan semua sifat basyariyah dari Nabi Muhammad, sehingga Allah Swt menjadikannya sebagai orang yang ummi, sehingga dengannya Allah menolak atas pengakuan orang-orang yang berkata bathil dan yang memusuhi keimanan, yang mana mereka  berkata bahwasannya Rasulullah Saw mendapatkan Al-Qur’an dari hasil belajarnya sendiri. Oleh karena itu Allah Swt berkata pada Rasulullah: Jika seandainya engkau pernah membaca atau menulis sebelum datangnya nubuwah kepadamu, maka itu bisa menjadi hujah (dalil) bagi mereka orang-orang yang berkata bathil untuk mengatakan bahwasannya Al-Qur’an ini adalah sesuatu yang dihasilkan oleh dirimu sendiri. Tapi kenyataannya engkau tidak pernah membaca dan menulis, dan engkau tidak pernah membaca dan menulis satu kalimat pun dalam hidupmu sebelum datangnya Risalah. Jadi hujah-hujah yang mereka lontarkan, itu semuanya bathil dan tidak ada sanadnya, baik secara hak atau hakikat. Bahkan tak lain itu hanyalah bentuk penentangan karena ketidakimanan mereka, dan juga sebagai hujah bagi kekufuran mereka. Adapun hujah mereka itu di tolak. Dan dalam hal itu Allah berfirman kepada Nabi-Nya untuk menolak pengakuan-pengakuan mereka (orang orang ahli bathil):

قُلْ لَّوْ شَاءَ اللهُ مَا تَلَوْتُهُ عَلَيْكُمْ وَلَا أَدْرَىكُمْ بِهِ فَقَدْ لَبِثْتُ فِيْكُمْ عُمْرًا مِّنْ قَبْلِهِ أَفَلَا تَعْقِلُوْنَ

Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Jika Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu”. Aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya (sebelum turun Al-Qur’an). Apakah kamu tidak mengerti? (QS.Yunus: Ayat 16).

Dan begitu juga Allah juga menuntut kepada Rasulullah untuk menolak pengakuan mereka dan berkata; Bahwasannya dia telah hidup bersama mereka selama 40 tahun (yakni waktu yang lama), dan tidak pernah berkata kepada mereka bahwasannya dia telah diberi wahyu. Jika seandainya mereka mau berfikir dengan akal mereka tentang seberapa lama masa Rasulullah hidup bersama mereka sebelum diberi wahyu, dan mereka tidak mengaku-ngaku perkataan bathil apapun, maka hal itu sudah cukup bagi mereka untuk bisa membenarkan Rasulullah Saw.

September 10, 2022

,

 


Karya : Dr. Nadhir Muhammad ‘Iyyadh

Diterjemahkan oleh : Samlan As-Sholeh

 

Apakah sebuah pertanyaan yang sudah jelas itu tidak butuh jawaban karena sudah jelas maksudnya?

Ketika ketika kita sudah mengamalkan dakwah Sayyidina Muhammad Saw. maka pasti akan menemukan kebaikan, menemukan undang-undang yang tepat dan akhlak yang baik karena semuanya memang tujuan yang mulia yang dapat berdiri dengan tegak, nilai-nilai yang benar dan pengaruh yang baik. Ada sebuah pondasi agama yang harus ditegakkan yang terdiri dari tiga akar: Pertama akidah, syariat, dan akhlak. Dan ketiganya merupakan sebuah hakikat agama, intisari adanya agama dan petunjuk dalam mengaplikasikan. Ketiganya merupakan pusat hukum agama dan topik hukumnya, dan semua itu merupakan tujuan dalam beragama, buah dari agama dan petunjuk dari agama. Hakikat agama adalah : sesuatu yang membahas tentang ketuhanan yang membawa kepada kebenaran dalam berkeyakinan dan juga membahas tentang kebaikan yang dijadika solusi hidup dan bentuk pengamalan.

Dan yang di atas merupakan tujuan para nabi, mulai dari Adam As. sampai Nabi Muhammad Saw. mereka para nabi mengajak dengan kebaikan dan supaya berbuat baik dengan manhaj-manhaj yang tidak ada tambahan dan pula tidak dikurangi, dan manhaj itu beda dengan agama lain, yang mana manhaj itu memang datangnya dari Allah kepada makhluk-Nya untuk berbuat baik, dan Allah adalah Dzat Yang Maha Tahu. Allah Swt. berfirman dalam kitab suci-Nya: “Apakah ALLAH yang menciptakan itu tidak mengatahui { yang kamu lahirkan atau rahasikan}; dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui” { Al-Mulk 67:14}. Bahwa Allah adalah mengetahui terhadap manusia yang berbuat baik dan yang mengajak kebaikan, dan ini merupakan misi para  Nabi dan para Rasul yaitu menyampaikan kebaikan baik dalam  keyakinannya dan adab, atau dalam masalah perseoarangan dan kemaslahatan bersama. Dan para Nabi memulai kebaikan dengan cara yang tertib, yaitu dimulai dengan masalah ketuhanan (akidah) dan kemudian dilanjutkan dengan yang lain.

Allah Swt. mengutus Nabi dengan benteng dan penawar baginya, yaitu dengan aqidah, hukum syariat mulai dari ibadah dan muamlah, baik muamalah dengan tuhannya dan muamalah dengan makhluk, dan Allah Swt. mengutus nabi-Nya dengan memperbaiki akhlak yang sesuai dengan keadaan dan tempatnya walaupun berakhlak dengan diri sendiri atau dengan keluarganya.

Keutamaan risalah terakhir yaitu mengedepankan akhlak, baik dalam akhlak menyuruh kebaikan, mencegah keburukan, akhlak yang berhubungan dengan kebenaran yang harus sesuai dengan zaman dan tempatnya, menjaga terhadap perbedaan-perbedaan manusia, menjaga terhadap hak-hak manusia, membedakan antara keinginan dan kemauan, dan menyarankan supaya aman dan tetap bersatu untuk tanah air dan kenegaraan yang adil, dan juga supaya membentuk sebuah kota yang yaitu melalui dengan kesepakatan dan kejadian bukan hanya dengan menghayal.

Bagaimana caranya kita mengatahui bahwa itu adalah sebuah kebaikan yang datangnya dari Allah Swt ? Yaitu dengan menghukumi sesutu dengan adanya petunjuk dan bukti bahwa itu datangnya dari Allah, yaitu dengan cara melalui ijtihad atau sesuatu tersebut sudah didakwahkan oleh Nabi.

Sesuatu yang terkandung dalam risalah kenabian tidak akan keluar dari kebenaran. Coba kita lihat dakwah Nabi Muhammad Saw. Atau sesuatu yang datangnya dari Allah Swt. mulai dari yang berbicara tentang akidah, muamalah dan sebuah adab, dan itu merupakan sebuah kebenaran dan kebaikan dan bukan sesuatu yang tercela. Coba bandingkan antara kehidupan manusia sebelum diutusnya Nabi dan sesudah diutusnya Nabi; Syaikh Muhammad Abduh berkata:

”Apakah kamu merenungkan bagaimana dia bisa mengajak kepada seluruh manusia dan jin untuk mentauhidkan dan meyakinkan bahwa Allah Swt lah yang patut di sembah sedengkan dia hanya seorang diri dan pada waktu itu masih sangat mengakar tentang penyembahan nenek moyang mereka (berhala) dan mereka masih tenggelam dalam pemahaman tidak adanya tuhan (ateisme) dan kaum zindiq? dan dia menyeru untuk meninggalkan dan membuang terhadap sesembahannya dan membenamkan sesuatu yang menyerupai terhadap antara  ilmu ketuhanan yang suci dan jasadnya yang suci dalam keserupaannya. Dia mengajak untuk menyembah terhadap satu tuhan dan menolak terhadap segala sesuatu yang terwujud adanya.’’

Rasulullah Saw. mengajak kepada pemimpin kaum atau para raja untuk merendahkan diri terhadap  yang menciptkan langit dan bumi, dan yang menguasai ruh-ruh mereka yang berada dalam jasadnya. Dan dia memperlakukan terhadap orang yang menganut terhadap derajat yang pertengahan antara hamba dan rob, dan Rasulullah menjelaskan kepada meraka dengan bukti, dan dia mengungkapkan terhadap mereka dengan menggunakan cahaya wahyu, bahwa orang yang paling besar diantara mereka dihadapan Allah  bagaikan yang paling rendah dari mereka, dia menuntut terhadap meraka untuk turun kepada tempat tangga yang paling bawah dari hamba dan juga sama di hadapan Allah seperti manusia manusia yang lain yaitu meminta pertolongan kepada satu tuhan yaitu tuhannya para manusia dan seisinya dan mengajak kepada mereka untuk menyadari bahwa salah satu dari mereka tidak ada yang lebih tahu atau yang lebih utama.

Juli 28, 2022

,

 



Karya: Dr. Ilham Syahin

Diterjemahkan oleh: Abdullah Faqih

 

Kemudian datanglah Sunnah-sunnah Nabi yang suci, untuk menegaskan kepada kita apa yang telah ditetapkan dalam Al-Quran, dan menjelaskan kepada kita sesuatu yang tidak tampak, yaitu martabat dan kedudukan wanita-wanita salehah baik di dunia maupun di akhirat. Dan menyebutkan kepada kita, di antara mereka yaitu: Khadijah, Fatimah, dan Aisyah.

              فعن أبي موسى الأشعري قال: قال رسول الله :"كمل من الرجال كثير، ولم يكمل من النساء إلا مريم، وآسية امرأة فرعون، وخديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد". وعن النبي ﷺ قال: "كمل من الرجال كثير ولم يكمل من النساء إلا مريم بنت عمران وآسية امرأة فرعون، وفضل عائشة على النساء كفضل الثريد على سائر الطعام"

              Artinya: Dan diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: "Banyak laki-laki yang sempurna, dan tidak ada perempuan yang sempurna kecuali Maryam, Asiah istri Firaun, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad". Dan juga diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: "Banyak laki-laki yang sempurna, dan tidak ada wanita yang sempurna kecuali Maryam binti Imran dan Asiah istri Firaun. Dan keutamaan Aisyah di antara wanita-wanita lainnya, seperti halnya keutamaan bubur di antara makanan lainnya."

              Adapun Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad Saw., Nabi telah menerangkan keutamaannya, beliau bersabda:

"قد آمنت بي إذ كفر بي الناس، وصدقتني إذ كذبني الناس، وواستني بمالها إذ حرمني الناس، ورزقني الله عن ولدها إذ حرمني أولاد النساء"

Artinya: "Dia beriman kepadaku saat orang-orang mengingkariku. Dan dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dia mendukungku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberikan sesuatu padaku. Dan Allah menganugerahiku anak darinya, berbeda dengan istri-istriku yang lain."

              Kemudian menjelaskan apa yang mereka miliki, berupa karakter yang kuat, kemauan, kecerdasan dan jiwa yang murni. Adapun Fatimah binti Nabi Muhammad Saw. Ia telah menanggung dan mengalami kesulitan dakwah semasa hidupnya bersama ayahnya, dan juga memiliki kesabaran dan keridaan saat menanggung sakitnya berpisah dengan Nabi Setelah wafat beliau. Tidak ada wanita-wanita di dunia yang mengalami musibah seperti yang dialaminya, akan tetapi dia tetap bersabar. Oleh karena itu balasannya dia dijadikan di antara wanita-wanta yang mulia di surga.

Kemudian Al-Quran menetapkan ayat ayat yang jelas untuk menghilangkan tuduhan atau kontroversi yang muncul tentang Sayyidah Aisyah dalam حادث الإفك (cerita bohong). Allah SWT. berfiman:

"إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ ٱمْرِئٍ مِّنْهُم مَّا ٱكْتَسَبَ مِنَ ٱلْإِثْمِ ۚ وَٱلَّذِى تَوَلَّىٰ كِبْرَهُۥ مِنْهُمْ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيمٌ"

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar." (An Nuur 24:11)

              Dan juga menetapkan haddul qodaf bagi sesorang yang menuduh wanita dengan apa yang tidak dilakukannya. Allah Swt. berfirman sebagai peringatan dan penolakan dari perbuatan-perbuatan keji dan perkataan-perkatan buruk tentang perempuan:

"وَتَحْسَبُونَهُۥ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٌ"

Artinya: "dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar". (An Nuur 24:15)

              Terlepas dari apa yang disajikan Islam dalam mengoreksi kesalahpahaman yang ada sebelumnya tentang wanita pada umumnya, dan terlepas dari apa yang disajikan berupa contoh realistis wanita salehah sebagai contoh yang ada, terkenal dan suci dan dalam sejarah. Namun ada filsuf Barat seperti filsuf Jerman Nietzsche dalam bukunya Beginilah Cara Zoroaster Berbicara dan Schopenhauer dalam lima ucapannya.

              Ide-ide dan ucapan-ucapan mereka terus menyebarkan pemahaman-pemahaman inferior yang meremehkan perempuan, dan mengulangi ucapan-ucapan tentang perempuan yang lebih buruk daripada yang diucapkan oleh masyarakat pra-Islam dan pra-sejarah. Islam dengan kitabnya yang agung dan sunnah-sunnah nabinya terus menolak kontroversi, tuduhan, dan kebohongan tentang wanita dan memberikan mereka hak untuk kehidupan yang bermartabat.

 

Juli 18, 2022

,

 

Banyak sekali kontroversi dan kesalahpahaman tentang wanita dalam pandangan manusia. Dan ketika Islam datang, Islam mengoreksi banyak pemikiran-pemikiran dan pandangan yang salah tersebut, seperti halnya Islam menolak syubuhat. Akan tetapi, tanpa menyinggung orang-orang yang mengatakan atau membawakannya.

Dan di antara pemikiran-pemikiran yang menyebar dan masyhur tentang wanita, bahwasanya mereka adalah akar dari setiap keburukan dan dibalik setiap kesalahan. Seperti halnya pemikiran yang mendominasi tentang inferioritas (sifat rendah diri) wanita menurut para filsuf besar seperti Sokrates, Aristoteles, dan Plato. Mereka mengadopsi sikap negatif dan mungkin terkadang bertentangan dengan wanita. Sokrates mendeskripsikan wanita bahwa mereka hanya pantas untuk melahirkan dan menganggap bahwa mereka adalah makhluk buruk yang dihasilkan oleh alam. Sehingga tidak mungkin, mereka menjalankan kebaikan moral seperti para lelaki dan mereka dianggap seperti pohon beracun yang luarnya indah, akan tetapi burung-burung mati ketika memakannya. Adapun di antara perkataannya yang terkenal adalah: "Wanita adalah sumber setiap keburukan".

Adapun Aristoteles, dia setuju dengan pendapat Sokrates bahwa wanita hanyalah benda atau wadah yang dapat merawat janin dan memberinya makan saja. Dan dalam pandangannya, wanita memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki secara tabiat dan di anggap lebih mirip dengan anak kecil atau binatang. Bahkan, Plato yang di kenal dengan tuntutannya untuk memperbaiki status wanita dan pandangan terhadap mereka, dia memiliki pandangan bahwa wanita lebih rendah daripada pria, baik dalam akal ataupun keutamaannya.

Wanita  juga dituduh bahwa mereka tidak  mungkin bisa berguna, dan tidak ada wanita yang sempurna dalam keutamaan manusia dan juga tidak memiliki akal untuk berpikir serta hanya bisa mengikuti laki-laki. Karena wanita di tempatkan di posisi yang salah dan tidak sesuai dengan status maupun fungsi mereka di ciptakan oleh Allah, yang hal ini akan menjadi penghalang bagi mereka dalam menuntut pemenuhan hak-hak mereka. Maka Al-Quran sangat memperhatikan dengan mengoreksi pemahaman-pemahaman yang salah tersebut, Allah memperingatkan di awal surah dalam Al-Quran, bahwa ia adalah kitab yang menyampaikan pengetahuan yang benar, terpercaya dan nasehat yang bermanfaat, serta hidayah bagi orang-orang yang mencarinya. Allah SWT. berfirman dalam awal surah Al-Baqarah:

"الٓمٓ • ذَٰلِكَ ٱلْكِتَٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ•"

Artinya:

"Alif laam miim. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa". (Al-Baqarah 1,2).

              Sehubungan dengan kontroversi tersebut, maka datanglah Al-Quran untuk meluruskan pemikiran-pemikiran dan pemahaman-pemahaman yang salah, untuk menghilangkan kontroversi dan tuduhan terhadap wanita, dan juga untuk mengembalikan martabat dan hak-hak kemanusiaan mereka yang dirampas. Al-Quran juga memberikan contoh-contoh dari para wanita salehah, seperti Sarah istri Nabi Ibrahim, Istri Imran dan juga seorang wanita salehah yang mengabdi, dan juga sempurna dalam sifat-sifat kemanusiaan yaitu Maryam putri Imran, yang namanya  di abadikan dalam suatu surah dalam Al-Quran, yaitu surah Maryam, dan juga surah-surah lain yang menceritakan tentangnya seperti surah Ali Imran, dan At-Tahrim. Allah Swt. berfirman:

"وَمَرْيَمَ ٱبْنَتَ عِمْرَٰنَ ٱلَّتِىٓ أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِن رُّوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَٰتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِۦ وَكَانَتْ مِنَ ٱلْقَٰنِتِينَ"

Artinya: "dan (ingatlah) Maryam binti Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat Rabbnya dan Kitab-Kitab-Nya, dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat." (At Tahrim 66:12)

              Dan Al-Quran juga menjelaskan bahwa kesempurnaan dan pemilihan itu tidak hanya terbatas untuk laki-laki, seperti halnya Allah Swt. memilih para Nabi, Rosul dan orang-orang saleh dari golongan laki-laki. Allah Swt. juga memilih dari golongan wanita, yaitu wanita-wanita yang salehah dan taat dan mereka ada empat, yaitu: Asiah binti Muzahim (istri Firaun), Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid dan Fatimah binti Nabi Muhammad Saw.

              Allah Swt. memilih Asiah istri Firaun di antara para wanita karena ia tidak mau mengikuti suami dan juga kaumnya dalam kekafiran. Dan justru ia menggunakan akal dan fikirannya serta percaya kepada Nabi Musa. Maka Allah menerangi hatinya dengan cahaya keimanan dan juga mengabadikannya dalam Al-Quran. Allah Swt. berfirman:

"وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱمْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ٱبْنِ لِى عِندَكَ بَيْتًا فِى ٱلْجَنَّةِ وَنَجِّنِى مِن فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِى مِنَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِين"َ

Artinya: "Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim." (At Tahrim 66:11)

              Adapun Maryam yang beriman kepada kalimat-kalimat, kitab-kitab, dan Rasul-rasulnya dan menjadi pelayan di rumah Allah, seorang hamba yang taat kepada tuhannya. Pemilihan Allah Swt. kepadanya di sebutkan dalam Al-Quran. Allah Swt. berfirman:

"وَإِذْ قَالَتِ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَٰمَرْيَمُ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰكِ وَطَهَّرَكِ وَٱصْطَفَىٰكِ عَلَىٰ نِسَآءِ ٱلْعَٰلَمِينَ"

Artinya: "Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)" (Ali Imran 3:42)

 Karya: Dr. Ilham Syahin

Diterjemahkan oleh: Abdullah Faqih

Follow Us @soratemplates