Juni 26, 2023

,

Tiga  Mimpi Yang Terpercaya 


Malam yang di selimuti ke tidak pastian 

 Mimpi yang telah di takdirkan 

Pada hamba yang sudah di sandiwarakan 


Ibrahim tidak percaya dengan apa yang di takdirkan 

Mimpi yang menyelimutinya seakan menjadi duka baginya

Karena mimpi tersebut harus mengorbankan jiwa yang sudah menghiasinya 


Namun mimpi itu datang kembali di keesokan harinya

Di atas kasur yang terarai

Ber simpa di bawah kegelapan hati

Karena mimpi datang kembali


Mengkritik pada sang pencipta alam ilahi

Karena mimpi datang kembali pada jiwanya 

Apakah tuhan yang mencintaiku atau aku yang membencinya

Itu derungan hati Ibrahim 


Entah hati sang Ibrahim di selimuti kegelapan 

Atau tuhan ingin menghilangkan kegelapan 

Ibrahim  meletakkan dahinya lalu mengadu kepada tuhan atas apa yang menimpanya

Namun di malam yang ketiga kalinya 


Mimpi itu terus datang di tidurnya Ibrahim

Waktu itu Ibrahim tertidur nyenyak di atas tanah yang berarti

Di bawah mimpi yang datang kembali 

Tentang mutiara yang telah ter sinari


Harus mati sebagai pengorbanan di alam yang pasti

Ibrohim mengadu pada tuhannya

Oh tuhan jika mimpi ini sebagai janjiku kepadamu wahai tuhanku 

Aku ikhlas aku ridha atas pilihanmu 


Tapi aku sangat cinta pada anakku 

Karena dia satu satunya anakku setelah sekian lama aku mendambakannya 

Tetapi ini sudah keputusanmu, aku harus pasrah dan ridha atas takdirmu 

Di balik takdirmu itulah yang terbaik bagi diriku dan keluargaku


Biarkan Ismail kuserahkan padamu wahai tuhanku

Ismail rela mati yang menjadi hiasan dalam hidupku

Pada nyawa yang di panggil sang ilahi untuk dikorbankan pada hari ini

Nyawa Ismail bagaikan tali


Harus di sembelih di atas batu yang murni

Sang iblis mengobarkan api 

Pada bunda yang melahirkan Ismail

Untuk meronta pada kekasihnya yaitu Ibrahim


Akan tetapi tuhan mentakdirkan yang lain 

Yang menjadi hari besar umat muslim 

Hari raya  idul adha lahir batin 


Karya Samlan As Solih 19, agustus, 2017






Maret 23, 2023

,









Ibadat merupakan sebuah pengakuan seorang hamba terhadap tuhannya sehingga dengan mengaplikasikan  ibadat merupakan sebuah  tiket  atas kepatuhan seorang hamba  terhadap tuhannya. Maka dengan demikian ketika ibadat merupakan sebuah kewajiban terhadap sang pencipta, sang pemberi segalanya, maka dengan meninggalkannya merupakan salah satu  dosa besar, karena setiap ada perintah di situlah ada sebuah larangan, dan juga sebaliknya  setiap ada larangan pasti ada perintah.


Ada tiga definisi mengenai ibadat di {KBRI}, pertama perbuatan atau pernyataan bakti terhadap Allah atau tuhan yang didasari oleh peraturan agama, kedua segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya, ketiga upacara yang berhubungan dengan agama.


Namun tidak semua ibadat itu wajib  tergantung dari hukum yang sudah Allah perintahkan ada  yang sunah{perbuatan apabila dikerjakan mendapat pahala apabila tidak dikerjakan tidak berdosa}, mubah {boleh di lakukan tetapi boleh juga tidak}. Dan juga personal dan universal, dan ada yang jika tidak bisa mengerjakan semuanya maka bisa mengerjakan salah satunya, ada juga dalam sigt Ruhshah{keringanan hukum}. 


Ibadat merupakan salah satu tujuan Allah menciptakan manusia sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku” {QS adz dzaariyaat 55:56} salah satu tujuan manusia hidup dengan beribadat kepada sang penciptanya karena itu merupakan sebuah pengabdian pada Allah adapun caranya untuk mengabdi kepada Allah lewat sarana ibadat karena eksistensinya seorang manusia adalah mengabdi pada Allah.


ibadah tidak selalu tentang Shalat, puasa, zakat dan haji tapi bersabar atas  sesuatu yang menimpa terhadapnya merupakan suatu ibadat, misalnya ada salah satu temanmu yang menyakitimu atau membicarakan keburukan di belakangmu dan kamu mengetahuinya tapi kamu hanya memilih sabar, maka itu termasuk salah satu ibadat.


karena kenyataan yang sebenarnya penghambaan bukan selalu dalam konteks  shalat, puasa, zakat dan lainya yang menurut sebagian orang dikatakan konteks ibadat, tidak selalu duduk bersila ditemani Al-Quran di hadapannya, dan juga tidak  selalu berbicara mengenai syariat  di hadapan orang banyak, tapi bercocok tanam di sawah dengan  badan berlumuran tanah yang diniatkan untuk kebaikan merupakan suatu penghambaan pada Allah.


Tapi, yang sulit dalam mengimplementasikannya , karena ibadat bukan hanya sekedar kata kata yang keluar dari lisan manusia, bukan hanya duduk bersila memegang tasbih di tangannya, bukan pula duduk sambil baca Al-Quran , tapi ibadat yang baik  adalah  mengakomodasikan antara  zaman dan tempat, dan mengimplementasikan sebuah keadaan sebagai bentuk sentral untuk ibadat.


Ibadah bermacam macam sesuai dari urgennya masing-masing. Jika itu terjadi pada orang kaya maka ibadahnya  dengan kedermawanan, jika terjadi pada orang miskin maka bentuk ibadahnya  dengan sabar atas kemiskinan, jika sedang berstatus siswa atau  mahasiswa maka bentuk ibadatnya dengan semangat belajar, jika dalam keadaan berstatus  pedagang bentuk ibadatnya dengan kejujuran, jika  seorang anak bentuk beribadahnya dengan berbakti kepada orang tuanya, seorang tuan rumah beribadahnya dengan melayani tamunya.


 secara garis besar ibadah merupakan suatu akomodatif  yang mendorong untuk berbuat baik, jika berbuat baik antar sesama di situlah bentuk ibadat. seperti maqolah” setiap keadaan ada bentuk ibadahnya dan setiap zaman ada bentuk penyikapanya”. Keadaan bisa di gunakan sebagai sarana  dalam  bentuk ibadat, namun ada dimensi tersendiri dalam pengimplementasian keadaan, dengan waktu yang terbatas namun ada sebuah peluang untuk menuju visi yang sudah tertata rapi.


Melihat dari maqalah tadi maka yang starategis dalam bentuk ibadah  di dewasa ini  adalah dengan memikirkan keadaan zaman yang dinamis, mungkin kalau zaman di abat kedua sampai ke tiga belas Hijriyah pola ibadatnya dengan berperang melawan musuh Islam, seperti berdirinya dinasti Utsmaniyah yang sistem pemerintahanya berbentuk monarki, berdirinya akibat  peperangan, tapi kalau diera dewasa ini yang serba  modern maka tidak mungkin bentuk ibadat dengan mengangkat senjata, memasang wajah dengan tombak,  sebab dinamika sekarang ini tidak sama dengan  keadaan di era Utsmani.


poin besarnya adalah ketika umat Islam  mengangkat senjata sungguh sangat ironis bagi umat islam sendiri dengan memberikan peluang besar terhadap musuh Islam dengan menganggap bahwa ada kelenturan di pemikiran umat Islam sendiri, karena di era dewasa ini mengangkat senjata bukan sebuah keharusan yang harus dilakukan umat Islam tapi yang harus dilakukan dengan meninggikan ideologi umat Islam tersendiri, dan harus memberikan nutrisi terhadap pikiran umat Islam yang pola pikirannya ekstrim, supaya bentuk berpikirnya tidak jumud [ kaku dan tidak berkembang], karena pemikiran umat Islam harus berpikir dengan realistis. 


Banyak dari segelintir kelompok atau ormas Islam yang meninggikan emosinya dalam berdakwah bahkan ada yang sangat mengganggu terhadap ke tentraman antara sesama, kelakuannya  Cuma membuat gaduh umat Islam dengan membawa nama agama dan nabi Muhammad Saw. dalam menghukuminya dan mengira bahwa apa yang dilakukannya merupakan sesuai dengan agama, dan berdalih bahwa kelakuannya sesuai ajaran Rasulullah Saw.  Bahkan ada yang saling mencela antar sesama yang berbeda pendapat dengan mereka menganggap dialah yang yang paling benar, dan tidak menyadari bahwa mencela antara sesama merupakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.


Seperti yang dikatakan oleh Assyairozy kepada anaknya dengan muka marah“ tidurmu lebih baik dari pada celaanmu” yang memang waktu itu keduanya bangun malam dan sudah Shalat tahajud dan keduanya saling berbincang dan anaknya syekh Assyai Rozy agak bercurhat pada bapaknya  dan berkata “ andaikan orang orang bangun sekedar Shalat tahajud dan dilanjutkan tidur lagi”  itulah yang membuat syekh Asysai Rozy marah pada anaknya. 


Sifat mencela antar sesama golongan tidak di perbolehkan apalagi saling mengadu domba antar golongan yang akan membuat sesama golongan saling bertumpah darah. Kalau hanya tidak suka yang membuatnya mencela  karena akibat tidak satu pendapat ini akan menjadi problem besar di dalam kehidupan karena di dalam Al-Quran sudah di sinyalir tentang perbedaan tersebut” sekiranya Allah menghendakinya niscaya kamu dijadikannya satu umat[saja], tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu” { Q s Al Maidah 5:48} jika hanya tidak satu arah dengan keyakinan dan pemikiran kita  jangan sampai melontarkan kata kata yang kotor apalagi saling mencela dan menghujat, karena tidak sama bukan berarti salah itu hanya merupakan sebuah hikmah dan kebijaksanaan.


Sebut saja Indonesia yang sistem pemerintahannya demokratis, dalam kebebasan berpendapat sangat di sayangkan, bahkan kebebasannya  di media tidak ada penghalang untuk melakukan segalanya, beda ras atau golongan  saling menjatuhkan terhadap  yang lainnya, dan ini terjadi akibat kekurangan ilmu dan pengalaman. semakin tinggi keilmuan seorang dan semakin luas pengalam seseorang maka akan sulit menemukan kesalahan pada diri seseorang, karena ilmu sangat luas, semakin menyelamnya semakin sulit melihat kesalahan orang lain. Dan ini tidak bisa di hindari akibat dari kebebasan berpendapat.


Dalam satu sisi sistem kebebasan berpendapat sangat memberikan maslahat dengan memberikan peluang pada seseorang untuk menyuarakan pikirannya,  apa yang dikehendakinya mereka bisa berpendapat sesuai  dengan pikirannya,  terutama bagi orang yang mempunyai cita cita besar atau mempunyai cita cita  menjadi bintang di bibir orang banyak. namun disisi lain  sangat mendatangkan mafsadat yang besar  apabila kebebasan tersebut ditangani oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab  dan akhirnya timbullah saling mencela pada sesama.  


pemikiran umat Islam sebagai alat atas kemajuan umat Islam sendiri. dan dengan melalui pikiran yang super pawer memberikan dorongan terhadap kemajuan Islam, dengan memberi arah pemikiran yang baik. Seperti pemikiran Soekarno  yang disampaikan oleh Fahri hamzah” kalau hukum Islam mau tegak di Indonesia jadilah Islam yang hebat masuklah di dalamnya menjadi DPR dan berperanglah melalui pemikiran ”kalaupun oleh kaum sufi tidak terlalu suka terhadap pemerintahan karena di di dalamnya banyak yang syubhat  ( ada kebimbangan  di dalamnya antara yang hak dan batil) tapi menurut seorang pemikir Islam menolak terhadap pendapat kaum sufi sebab kalau yang memegang otoritas pemerintahan di ambil alih oleh yang tidak tahu tentang syariat maka akan membawa kehancuran  yang besar.


Dan juga ada banyak seorang ulama besar  yang menjadi hakim, seperti imam syafi'   beliau juga pernah menjadi hakim dimasa hidupnya sebab kedudukan hakim sangat sentral dalam penyebaran dakwah apalagi dalam penegak keadilan.


kalau keadaan dewasa ini dakwah yang baik yaitu dengan melalui sosial media,  maka dengan menjadikan sosial media  sebagai alat untuk salah satu ibadah pada sang penciptanya, minimalnya kita harus update dalam dunia sosial media, Carilah  bentuk yang pantas  dalam mengaplikasikannya. 


Dalam dewasa ini ada sebuah kebimbangan  yang sangat urgen untuk dikaji serius, karena melihat realitas  yang terjadi di tengah masyarakat tentang hukum hukum yang dibawa oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab dengan mendalihkan nama agama bahkan ada yang mengatas namakan perintah Rasulullah dengan demikian maka kita mempunyai tugas besar yang status maha siswa untuk mengkaji sedalam mungkin.


Bahkan ada hal yang unik dalam realitas masyarakat dalam sisi lain masyarakat ada yang menimba ilmu di pesantren tapi mereka masih mempercayai realistis yang dibawa oleh orang yang  kualitas keilmuannya masih dangkal.


Karya  Samlan as solih

Sebagai salah satu divisi media FOSIKBA 



 

Oktober 25, 2022

,

 


Islam sangat menghargai dan mementingkan perihal waktu. Pengamat hukum Islam menyadari sejauh mana Islam melestarikan waktu dan sangat hati-hati dalam mengelolanya. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Islam telah menentukan waktu-waktu ibadahnya, dan itu semua menunjukkan pada suatu konsep aturan yang jelas dan penghormatan terhadap waktu.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa waktu salat wajib itu dari fajar, dhuhur, ashar, maghrib dan isya'. Semua waktu tersebut telah ditentukan oleh wahyu ilahi dan ada awal dan akhirnya. Sehingga jika waktu berakhir maka tidak bisa melakukan ibadah yang bersifat ada'i, hanya yang bersifat qadha'i. Hal ini dikarenakan waktu yang telah ditetapkan oleh syariat telah berakhir.

Tak hanya salat wajib saja, rukun Islam yang lain juga ada waktunya, seperti puasa. Untuk puasa ada waktu per tahun dan juga waktu khusus per harinya (dari terbitnya fajar sampai matahari terbenam). Sedangkan waktu mengeluarkan zakat ketika hartanya telah dimiliki selama setahun dan seterusnya. Dan rukun Islam yang terakhir (haji), waktu pelaksanaannya pada bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. 

Seorang muslim seyogyanya menggunakan waktunya dengan baik. Karena semua yang diperbuat akan dipertanggungjawabkan. Sebagaimana nikmat yang telah Allah Swt. berikan kepada kita. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya: "Pada hari kiamat, kaki seorang tidak akan bergerak kecuali telah ditanyakan 4 hal. Pertama, tentang hal yang telah dilakukan selama hidupnya. Kedua, tentang hal yang dikerjakan ketika remaja. Ketiga, tentang sumber memperoleh harta dan digunakan apa saja harta tersebut. Keempat, tentang apa saja ilmu yang diamalkan. 

Segala perbuatan manusia di dunia yang fana ini pasti akan dibalas. Di setiap harinya, tahunnya dan sisa waktu lainnya. Apakah dia menggunakannya dengan taat kepada Allah Swt. atau kemaksiatan? Apakah dihabiskan dengan rajin bekerja, mencari mata pencaharian, melakukan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat atau tidak seperti itu?

Kebanyakan manusia hanya melakukan sebagian dari pekerjaan mereka. Mereka meninggalkan banyak pekerjaan yang seharusnya diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan suatu sebab dan ada yang tidak. Adapun penyebabnya ada yang karena tidak selaras dengan ketua perusahaannya, tidak cocok dengan teman kerja atau keluarganya. Ketika mereka datang kepadanya karena ada kebutuhan yang harus direalisasikan, dia tidak merespons dengan baik dan terus menunda. Bahkan terkadang diserahkan kepada orang lain. Gaji yang didapatkan dari hal tersebut tidak halal. Bukan harta yang baik. Orang tersebut seperti manusia yang memakan harta orang lain melalui cara yang batil, tak sesuai syariat. Padahal semampu apapun menyembunyikan sesuatu, Allah pasti mengetahui. Ketidaklarasan atau ketidakcocokan seseorang dengan yang lain bukan menjadi alasan untuk mengakhirkan pekerjaan, mengabaikan kewajiban dan menyia-nyiakan banyak waktu. 

Termasuk penyebab seseorang membuang-buang waktu dan berpaling dari kewajibannya yaitu mendahulukan kepentingan khusus atau kepentingan pribadi. Meskipun diisi dengan pekerjaan, akan tetapi hal tersebut dilakukan bukan pada waktunya. Sudah seharusnya kita mendahulukan kepentingan bersama dari pada diri-sendiri. Ketika seseorang lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dia telah menghilangkan hak-hak masyarakat atau orang lain. Contoh di atas bisa kita sebut dengan "Pencuri Waktu" atau "Pencuri Bertopeng". Kenapa disebut pencuri? Karena mencuri tidak khusus pada harta ataupun benda. Namun waktu juga bagian darinya. Sudah jelas mereka mencuri banyak waktu kerja dan kemaslahatan bersama. Mereka sibuk dengan kepentingan pribadinya. Tak ada beda antara pencuri dengan mereka.

Corak manusia yang lain yaitu mereka yang tak bekerja dan mengabaikannya tanpa adanya sebab. Mereka hanya bermalas-malasan, mageran, selalu ingin istirahat, menggunakan waktu kerja dengan duduk santai sambil minum minuman, atau membaca koran, majalah, berbincang bersama teman kantor hanya untuk hiburan dan pada akhirnya waktu kerjanya dihabiskan dengan hal tersebut sampai tiba waktu pulang kerja.

Hal di atas merupakan contoh manusia yang zalim terhadap dirinya sendiri, temannya dan orang lain. Dia tidak menghadirkan Allah di dalam hatinya ketika bekerja dan tidak merasa bahwa Allah mengetahui upah yang didapat dari pekerjaannya. Bagaimana dia menghalalkan gaji kerja sedangkan dia tidak melaksanakan hal memang menjadi tugasnya? Islam sungguh menolak motif manusia yang seperti itu. Islam mengajak kita untuk memerangi sifat malas, lalai dan mendahulukan kepentingan pribadi.

Setelah penjabaran 3 macam orang yang membuang-buang waktu di atas, dapat kita ketahui penyakit yang ada di dalam jiwa mereka. Pertama, kelalaian. Kedua, mendahulukan kepentingan pribadi dan bertindak sewenang-wenang terhadap kepentingan bersama. Ketiga, kemalasan.

Jika kita mengamati ajaran Islam, kita akan mengetahui bahwa islam betul-betul memperingatkan agar memelihara diri dari 3 penyakit tersebut. Karena hal itu dapat membuang banyak waktu dengan sia-sia. Islam memerintahkan kita untuk menekuni suatu pekerjaan, jujur dan tulus dalam menjalani, serta meningkatkannya. Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya, "Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang dari kalian yang ketika bekerja dia menekuninya." Islam juga mengajak kita bekerja keras, beraktivitas dan memperelok pekerjaan kita. Semuanya akan mendapat balasannya masing-masing dan berada di bawah pengawasan-Nya. Allah Swt. berfirman:

 وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ . . . (سورة التوبة ٩:١٠٥)

 Artinya: "Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,..."


Karya : Dr. Umar Hasyim

Penerjemah: Ahmad Farhan Syaf

Oktober 15, 2022

,

 




Oleh: Afifuddin

Hadis merupakan sumber ke dua di dalam agama Islam setelah al-Qur’an, dan juga para ulama’ sering menyebut sumber kedua ini dengan Sunnah. Dalam segi bahasa Sunnah adalah sirah yang artinya adalah perilaku, baik ataupun buruk.¹  Adapun istilah sunnah menurut ulama’ hadis ialah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. Di antara ke dua sumber syari’at Islam ini (al-Quran dan Sunnah) mempunyai hubungan yang sangat kuat, sehingga umat Islam tidak bisa meninggalkan salah satunya. Sunnah merupakan suatu hal yang sangat strategis bagi umat Islam, ia (Sunnah) yang menjabarkan dasar-dasar ajaran Islam yang terdapat dalam sumber utamanya. Al-Qur’an memerlukan penjelasan dan rincian supaya dapat dilaksanankan, dan penjelasan serta rincian tersebut tertuang di dalam Sunnah.

Mereka adalah suatu kelompok dari umat Islam, yang mengingkari atau tidak butuh kepada Sunnah, dan mencukupkan al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber dalam syari’at Islam. Mereka juga sering menyebut dirinya dengan sebutan Al-qur’aniyyun. Rasulullah telah mewanti-wanti jauh sebelum 14 abad yang lalu akan adanya kelompok tersebut, dengan memberi tau kepada para sahabatnya bahwa akan muncul sebuah kelompok yang tidak percaya dan mengingkari sunnah.

Awal mula munculnya inkar Sunnah pada abad kedua (hijriah), dan Imam Syafi’i adalah orang pertama yang menghadapi mereka, dengan membantah syubhat-syubhat mereka di dalam kitabnya al-Umm.²  Tidak sedikit dari para ulama’ yang menulis sebuah kitab terkait pendapatnya tentang orang-orang yang mengingkari Sunnah, dan orang yang mencukupkan untuk kembali ke Al-Qur’an saja. Diantaranya; Imam Syatibi pada kitabnya Al-Muwafaqot fi usul As-syari’ah, dan begitu juga Imam Suyuti yang beliau beri nama kitabya Miftah al-Jannah fi Ihtijaji bi as-Sunnah, beliau membantah habis-habisan pendapat-pendapat nyeleneh ingkar Sunnah. Dari para ulama Azhar sendiri telah menjelaskan dan mengeluarkan pendapatnya tentang permasalahan ini, diantaranya; Dr. M Sayyid Tantawi mensifati setiap orang yang butuh kepada al-Qur’an saja dan mengenyampingkan Sunnah dengan sifat bodoh yang tidak tau akan agamanya, serta beliau juga menjelaskan bahwa Sunnah adalah ketetapan dari Allah dan Rasul-Nya, adapun lafadznya dari Rasul akan tetapi ma’nanya wahyu dari Allah. Al-Imam al-Akbar Syekh Ahmad Toyyib berkata dalam permasalhan ini “ bermain-main terhadap sunnah dan meragukan atas kesuciannya, itu adalah permasalahan yang sejak dulu ada, dan tidak akan hilang selama agama ini tetap kokoh berdiri”.

Di anatara dalil mereka yang sering di jadikan hujjah, bahwa al-Qur’an telah menerangkan semua tentang syari’at ini secara terperinci, dengan berdasarkan nash al-Quran: 

ما فرطنا فى الكتاب من شيء

Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam kitab.³

ونزلنا عليك الكتاب تبيانا لكل شيء

Dan Kami turunkan kitab (al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu.⁴

Inkar Sunnah menyimpulkan dengan ke dua ayat di atas, bahwa al-Qur’an telah menjelaskan dan mencakup segala hal pada syari’at islam. Lalu apa gunanya masih butuh kepada Sunnah? Kalau seandainya Al-Qur’an masih butuh kepada penjelasan Sunnah, maka secara tidak langsung di dalam al-Qur’an terdapat kontradiksi sedangkan adanya kontradiksi pada al-Qur’an itu mustahil.  

Pemikiran seperti ini, tidak lain karena adanya kejahilan seperti yang telah disifati oleh para ulama kita. Sangat betul bahwa Al-Qur’an telah menjelaskan semua tentang syari’at ini, seperti halnya kaidah-kaidah hukum dan pondasi syari’at, namun al-Quran sendiri menjelaskan sebagiannya saja, dan meninggalkan sebagiannya yang lain untuk Rasulullah jelaskan kepada ummatnya, Allah berfirman :

وأنزلنا اليك الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم ولعلهم يتفكرون

Dan Kami turunkan ad-Zikr (al-Qur’an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada manusia apa yang telah di turunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan.

Dari ayat ini bahwa Rasulullah diperintah langsung oleh Allah, untuk menjelaskan kepada umat Islam apa-apa yang ada di dalam al-Qur’an, maka sangat tidak masuk akal dengan orang-orang yang hanya mencukupkan kepada al-Qur’an, dan inkar terhadap Sunnah, sedangkan salah satu fungsi dari pada Sunnah adalah menerangkan dan menjelaskan yang ringkas (mujmal) di dalam al-Qur’an. Seperti halnya Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk mendirikan shalat, sedangkan al-Qur’an sama sekali tidak menjelaskan jumlah waktu solat siang dan malam, dan berapa jumlah raka’at pada setiap shalat, serta  bacaan apa yang harus dibaca ketika shalat. Semua itu Sunnahlah yang menjelaskan semuanya.  Begitu juga tentang permasalahan zakat, haji dan ibadah serta hukum-hukum pada syari’at ini.

Dengan syubhat ini secara tidak langsung, mereka (Inkar Sunnah) ingin membutakan umat Islam pada hakikat al-Qur’an, sebab tidak sempurna syari’at Islam tanpa adanya penjelasan dari Sunnah. Seringkali ada permasalahan halal dan haram, perintah dan larangan di dalam Sunnah, yang mana al-Qur’an tidak menyebutkan hal tersebut, dan ketika umat Islam sudah buta, atas perintah apa yang dimaksud oleh Allah dalam sumber utamanya (al-Qur’an), di saat itu juga umat Islam akan meninggalkan al-Qur’an. Mereka (inkar Sunnah) pada hakikatnya tidak percaya kepada al-Qur’an, dan tujuannya adalah ingin menghancurkan Islam dengan mempelajari al-Qur’an dan Sunnah, padahal mereka tidak iman kepada dua sumber syari’at Islam tersebut.

Kita sebagai umat Islam sangatlah butuh kehati-hatian  dalam menjaga syari’at ini, sebagaimana para ulama telah menjaga utuh apa yang di sampaikan oleh Rasulullah. Guru merupakan peran penting untuk menentukan karakter individu seorang muslim, untuk membentengi dari paham-paham nyeleneh seperti halnya paham syi’ah, wahabi dan paham ingkar sunnah, Imam Ibnu Sirin berkata: “Ilmu ini adalah sebagian dari agama, maka lihatlah (perhatikanlah) dari siapa kalian memperoleh ilmu agama.” Wallahu a’lam....

Refrensi : 


¹ Al-Maliki, Sayyid Muhammad. “Kitabu al-Minha al-Latif” hal 9.

² Lihat buku Subhat haula al-Hadis (diktat kuliah tk2) hal 14.

³ Surat al-An’am, ayat 38.

⁴ Surat an-Nahl, ayat 89

Oktober 11, 2022

,

 


         Safinah, seorang budak wanita yang pernah mengabdikan dirinya pada keluarga Rasulullah. Ia membantu pekerjaan rumah, dari menumbuk gandum, membuat roti, memasak dan lain sebagainya. Meski berstatus budak, ia dianggap seperti keluarga sendiri. Karena itulah Safinah bahagia dapat melayani Rasulullah dan keluarganya. Bahkan meski ia telah dibebaskan Rasulullah dari statusnya sebagai budak, Safinah enggan dikenal orang kecuali sebagai budak Rasulullah. Ia mengenalkan dirinya sebagai Safinah maula Rasulullah, yakni bekas budak Rasulullah. Kemana pun Safinah pergi, ia selalu menyebut dirinya maula Rasulullah dengan bangga.


        Suatu hari, Safinah pergi ke kawasan pantai. Ia kemudian menumpang sebuah perahu. Diarunginya lautan tanpa menduga sebuah bencana ada di hadapannya. Tiba-tiba perahu yang ditumpanginya pecah terhempas ombak. Penumpangnya berhamburan ke lautan. Ada yang tenggelam, ada yang selamat. Safinah adalah salah satu penumpang yang selamat. Saat perahu yang ditumpanginya pecah, Safinah sempat tenggelam. Namun dengan cekatan ia segera mengambil salah satu papan perahu yang pecah tersebut. Ia pun terapung-apung di atas papan kayu itu seorang diri, Safinah terapung di lautan. Ia hanya bisa pasrah mengikuti ke mana ombak akan membawanya. Satu-satunya yang bisa ia lakukan hanya bertawakkal. Lalu tiba-tiba angin bertiup sangat kencang. Ombak di lautan menjadi sangat ganas. Tubuh Safinah terpelanting mengikuti arah angin. Tak terbayangkan bagaimana wanita itu bertahan hidup seorang diri di tengah lautan. Allah lah yang Maha Menyelamatkan. Ternyata angin itu justru membawa tubuh Safinah ke daratan. Safinah mendarat di sebuah pulau yang berisi hutan belantara. Ia pun memasuki hutan itu dengan keberaniannya. Safinah merasa aman berada di dalam hutan. Ia tak lagi terombang-ambing di lautan. Ia terus menelusuri hutan itu mencari jalan keluar. Berharap ada sebuah kampung di balik hutan belantara yang lebat itu. Namun Safinah terus berjalan dan berjalan. Ia tersesat tak menemukan jalan keluar. Alih-alih keluar dari hutan, Safinah justru bertemu dengan seekor singa. Sang raja hutan menghampiri Safinah hendak menerkam. Namun Safinah ternyata sosok wanita yang sangat pemberani. Ia tahu semua hewan adalah hamba Allah dan menghormati Rasulullah. Ia pun menyeru kepada Abu Haris, julukan bangsa Arab untuk si raja hutan.

“Wahai Abu Haris, aku ini maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,” kata Safinah.

Ternyata singa itu mengerti ucapan Safinah. Ia mengangguk-angguk lalu menahan diri dari menerkam Safinah. Namun singa itu tetap mendekat, bukan untuk melahap Safinah, melainkan ingin mengantar sang maula Rasulullah. Dengan bahunya, singa itu mendorong-dorong tubuh Safinah. Ia ingin Safinah melalui suatu jalan yang ternyata adalah jalan keluar dari hutan. Singa itu mengantar Safinah hingga ke pinggir sebuah jalan menuju pemukiman.


         Setelah mengantar Safinah, singa itu pun mengaum lalu kembali memasuki hutan. Safinah memaknai auman itu sebagai ucapan selamat tinggal dari si singa. Safinah begitu takjub, senang, sekaligus bersyukur atas kekuasaan dan rahmat Allah. Safinah pun selamat dari perjalanan yang sangat melelahkan lagi membahayakan itu. saat kembali, ia senang mengisahkan pengalaman ajaibnya. Yakni pengalaman diselamatkan singa karena statusnya sebagai maula Rasulullah. Bahkan seekor singa pun menghormati dan menyayangi Rasulullah, keluarganya, shahabatnya, bahkan maulanya.


Berikut cerita dari lisan Safinah yang termaktub dalam Kitab Al Isti’ab. 

“Ketika itu, aku menumpang perahu, tak kusangka perahuku pecah. Aku menyelamatkan diri dengan menaiki salah satu papan perahu itu. Tiba-tiba, angin kencang melemparkanku hingga aku berada dalam hutan yang dihuni seekor singa. Singa tersebut menghampiriku, maka aku berkata kepadanya, ‘Wahai Abu Haris, aku ini maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kepalanya mengangguk. Dia mendekatiku lalu mendorong-dorongku dengan bahunya hingga keluar hutan. Aku diantarkan sampai ke pinggir sebuah jalan. Setelah itu, singa tersebut mengaum. Sepengetahuanku, ia mengucapkan selamat tinggal. Demikianlah akhir pertemuanku dengan seekor singa.”

Dari kisah ini Imam Syarofuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Sa’id Al-Bushiri, atau yang masyhur dengan sebutan Imam Bushiri bersya’ir dalam kitab burdahnya, yang berbunyi:


             إن تلقه الأسد في آجامها تجم   ومن تكن برسول الله نصرته     ***                

“ barang siapa yang menolong rasulullah dalam berperang melawan musuh-musuhnya (orang-orang kafir), maka jika seandainya dia bertemu dengan segerombolan singa di tengah hutan belantara, niscaya singa-singa itu akan terdiam, sedikitpun tak akan bergerak karena merasakan rasa takut yang luar biasa kepadanya.”


Betapa dahsyatnya wibawa Rasulullah yang mengalir kepada siapapun orang yang mau menolong dalam perjuangannya.


Namun Imam Al-Bajuri menyebutkan dalam syarah kitab Burdah Al-Bushiri miliknya:

Sesungguhnya tidak bisa disebut sebagai orang yang menolong Rasulullah kecuali dengan mengikuti sunnah-sunnahnya dan meninggalkan sesuatu yang tidak sesuai dengan syari’atnya; yakni dengan bertaqwa kepada Allah Swt. Adapun pendorong manusia untuk bisa bertaqwa adalah adanya rasa takut kepada Allah Swt. dan barang siapa takut kepada Allah, maka setiap sesuatu akan takut kepadanya. sampai singa-singa yang ada ditengah hutan belantara juga akan takut kepadanya. Maka barang siapa telah sampai pada derajat ini, maka hati musuh-musuh seketika akan kosong disebabkan rasa takut ketika berjupa dengannya, dan juga dia akan selamat dari musuh-musuhnya.

Semoga kita semua selalu diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah, sehingga bisa selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya amin.


Zainal Abidin Jailani

Jum’at 23 september 2022

Darb el-Ahmar Cairo

Follow Us @soratemplates