Oktober 25, 2022

Urgensi Waktu dalam Pandangan Islam

 


Islam sangat menghargai dan mementingkan perihal waktu. Pengamat hukum Islam menyadari sejauh mana Islam melestarikan waktu dan sangat hati-hati dalam mengelolanya. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia. Islam telah menentukan waktu-waktu ibadahnya, dan itu semua menunjukkan pada suatu konsep aturan yang jelas dan penghormatan terhadap waktu.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa waktu salat wajib itu dari fajar, dhuhur, ashar, maghrib dan isya'. Semua waktu tersebut telah ditentukan oleh wahyu ilahi dan ada awal dan akhirnya. Sehingga jika waktu berakhir maka tidak bisa melakukan ibadah yang bersifat ada'i, hanya yang bersifat qadha'i. Hal ini dikarenakan waktu yang telah ditetapkan oleh syariat telah berakhir.

Tak hanya salat wajib saja, rukun Islam yang lain juga ada waktunya, seperti puasa. Untuk puasa ada waktu per tahun dan juga waktu khusus per harinya (dari terbitnya fajar sampai matahari terbenam). Sedangkan waktu mengeluarkan zakat ketika hartanya telah dimiliki selama setahun dan seterusnya. Dan rukun Islam yang terakhir (haji), waktu pelaksanaannya pada bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. 

Seorang muslim seyogyanya menggunakan waktunya dengan baik. Karena semua yang diperbuat akan dipertanggungjawabkan. Sebagaimana nikmat yang telah Allah Swt. berikan kepada kita. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah Saw. yang artinya: "Pada hari kiamat, kaki seorang tidak akan bergerak kecuali telah ditanyakan 4 hal. Pertama, tentang hal yang telah dilakukan selama hidupnya. Kedua, tentang hal yang dikerjakan ketika remaja. Ketiga, tentang sumber memperoleh harta dan digunakan apa saja harta tersebut. Keempat, tentang apa saja ilmu yang diamalkan. 

Segala perbuatan manusia di dunia yang fana ini pasti akan dibalas. Di setiap harinya, tahunnya dan sisa waktu lainnya. Apakah dia menggunakannya dengan taat kepada Allah Swt. atau kemaksiatan? Apakah dihabiskan dengan rajin bekerja, mencari mata pencaharian, melakukan hal yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat atau tidak seperti itu?

Kebanyakan manusia hanya melakukan sebagian dari pekerjaan mereka. Mereka meninggalkan banyak pekerjaan yang seharusnya diselesaikan. Hal tersebut dikarenakan suatu sebab dan ada yang tidak. Adapun penyebabnya ada yang karena tidak selaras dengan ketua perusahaannya, tidak cocok dengan teman kerja atau keluarganya. Ketika mereka datang kepadanya karena ada kebutuhan yang harus direalisasikan, dia tidak merespons dengan baik dan terus menunda. Bahkan terkadang diserahkan kepada orang lain. Gaji yang didapatkan dari hal tersebut tidak halal. Bukan harta yang baik. Orang tersebut seperti manusia yang memakan harta orang lain melalui cara yang batil, tak sesuai syariat. Padahal semampu apapun menyembunyikan sesuatu, Allah pasti mengetahui. Ketidaklarasan atau ketidakcocokan seseorang dengan yang lain bukan menjadi alasan untuk mengakhirkan pekerjaan, mengabaikan kewajiban dan menyia-nyiakan banyak waktu. 

Termasuk penyebab seseorang membuang-buang waktu dan berpaling dari kewajibannya yaitu mendahulukan kepentingan khusus atau kepentingan pribadi. Meskipun diisi dengan pekerjaan, akan tetapi hal tersebut dilakukan bukan pada waktunya. Sudah seharusnya kita mendahulukan kepentingan bersama dari pada diri-sendiri. Ketika seseorang lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dia telah menghilangkan hak-hak masyarakat atau orang lain. Contoh di atas bisa kita sebut dengan "Pencuri Waktu" atau "Pencuri Bertopeng". Kenapa disebut pencuri? Karena mencuri tidak khusus pada harta ataupun benda. Namun waktu juga bagian darinya. Sudah jelas mereka mencuri banyak waktu kerja dan kemaslahatan bersama. Mereka sibuk dengan kepentingan pribadinya. Tak ada beda antara pencuri dengan mereka.

Corak manusia yang lain yaitu mereka yang tak bekerja dan mengabaikannya tanpa adanya sebab. Mereka hanya bermalas-malasan, mageran, selalu ingin istirahat, menggunakan waktu kerja dengan duduk santai sambil minum minuman, atau membaca koran, majalah, berbincang bersama teman kantor hanya untuk hiburan dan pada akhirnya waktu kerjanya dihabiskan dengan hal tersebut sampai tiba waktu pulang kerja.

Hal di atas merupakan contoh manusia yang zalim terhadap dirinya sendiri, temannya dan orang lain. Dia tidak menghadirkan Allah di dalam hatinya ketika bekerja dan tidak merasa bahwa Allah mengetahui upah yang didapat dari pekerjaannya. Bagaimana dia menghalalkan gaji kerja sedangkan dia tidak melaksanakan hal memang menjadi tugasnya? Islam sungguh menolak motif manusia yang seperti itu. Islam mengajak kita untuk memerangi sifat malas, lalai dan mendahulukan kepentingan pribadi.

Setelah penjabaran 3 macam orang yang membuang-buang waktu di atas, dapat kita ketahui penyakit yang ada di dalam jiwa mereka. Pertama, kelalaian. Kedua, mendahulukan kepentingan pribadi dan bertindak sewenang-wenang terhadap kepentingan bersama. Ketiga, kemalasan.

Jika kita mengamati ajaran Islam, kita akan mengetahui bahwa islam betul-betul memperingatkan agar memelihara diri dari 3 penyakit tersebut. Karena hal itu dapat membuang banyak waktu dengan sia-sia. Islam memerintahkan kita untuk menekuni suatu pekerjaan, jujur dan tulus dalam menjalani, serta meningkatkannya. Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya, "Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang dari kalian yang ketika bekerja dia menekuninya." Islam juga mengajak kita bekerja keras, beraktivitas dan memperelok pekerjaan kita. Semuanya akan mendapat balasannya masing-masing dan berada di bawah pengawasan-Nya. Allah Swt. berfirman:

 وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ . . . (سورة التوبة ٩:١٠٥)

 Artinya: "Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,..."


Karya : Dr. Umar Hasyim

Penerjemah: Ahmad Farhan Syaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates