April 04, 2020

Dilema Penegakan Sistem Khilafah

Oleh: Dhaifil Ihsan

Sebelum membaca lebih lanjut, perlu diindahkan oleh diri kita; berbeda antara orang enggan mengakui kebenaran dengan orang yang terdoktrin oleh lingkungan. Karena kebanyakan manusia tumbuh, tidak lepas, atau sering terkontaminasi dengan lingkungan sehingga mereka terdoktrin oleh budaya, sosial dan ideologi. Jika kita sudah menjadi "anak" lingkungan, maka sulit untuk berubah. Bukan bermaksud bahwa saya pribadi sudah berada pada posisi yang benar, namun lebih tepatnya, mencoba untuk memahami posisi yang benar. Setelah menanamkan prinsip di atas, mari lanjut baca, sambil minum kopi.

Entah-berantah dari mana mereka menyimpulkan bahwa kita berada pada zaman kekufuran, penuh kezaliman dan kemungkaran. Satu-satunya jalan terbaik adalah dengan cara menegakkan sistem khilafah. Mereka beranggapan politik Islam begitu suci dan murni, penuh dengan justifikasi dalil, dan bertujuan untuk membela kemuliaan ajaran Islam, namun realitanya sering kali bertolak belakang. Mereka berulang kali hanya menggunakan Islam sebagai jargon upaya menarik simpati umat saja, dengan suara lantang mengatasnamakan agama dan nama Allah, namun kelakuan mereka masih jauh dari esensi Islam sendiri.

Asal muasal kesalahpahaman mereka tentang sistem khilafah, berawal dari kesimpulan salah yang mereka buat sendiri, bahwa khilafah itu Islam, dan Islam itu khilafah. Mereka menjadikan Islam dan khilafah satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Dua sisi mata uang.

Pada abad pertama, kaum muslimin mempunyai satu orang pemimpin atau khalifah, dan era yang paling sukses, yaitu pada masa Al-Khulafā' Al-Rāsyidīn. Mereka mampu menerapkan keadilan sesuai dengan Al-Qur'an dan hadis, dalam artian, mampu menegakkan sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip agama melalui ijtihad mereka sendiri. Sistem khilafah sangat mudah diterapkan pada masa itu, karena negara Islam belum banyak jumlahnya, katakanlah hanya ada Rum dan Persia. Akan tetapi, sistem politik—seiring dengan dinamika zaman—terjadi kontaminasi, dan jumlah negara serta wilayah semakin bertambah sesuai dengan letak geografisnya, maka timbul aneka ragam bahasa, kultur, budaya dan semakin jauh pula jarak antara negara satu sama lain, sehingga sukar sekali menegakan satu pemerintahan atau khilafah saja, pada masa sekarang ini.

Dengan bertambahnya negara serta beraneka ragam bahasa, kenapa tidak mendirikan sebuah organisasi yang menampung dari berbagai negara untuk menegakkan sistem khilafah, seperti persatuan negara-negara Eropa, yang bekerjasama menyatukan ideologi, budaya, agama. Walaupun mereka menjalin relasi di bawah organisasi yang mempunyai visi yang sama, akan tetapi, setiap negara tersebut mempunyai sistem masing-masing untuk mengelola negaranya dengan hak sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Sesuai dengan fakta sejarah, bahwa sistem khilafah pernah diterapkan pada abad pertama, peristiwa tersebut tanpa ada anjuran dari Al-Qur'an, dan nabi Muhammad Saw. wafat, tanpa menjelaskan sistem pemerintahan yang baku pada generasi setelahnya. Akan tetapi, sistem pemerintahan pada masa tersebut dijadikan sebagai sistem musyawarah sesama kaum muslimin.

Dari kejadian tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap sistem politik yang menegakkan keadilan, maka sudah cukup untuk dijadikan sistem pemerintahan yang baku. Jika sistem demokrasi seperti sekarang sudah mencakup mengupayakan keadilan dan kebebasan untuk memilih sesuai hati nurani, maka sistem tersebut sudah sesuai dengan tujuan dan politik Islam. Karena Islam sendiri adalah sebuah agama dan negara, namun bedanya negara sesuatu yang fleksibel, tidak mempunyai format atau institusi khusus layaknya agama.

Khilafah adalah sebuah sistem dan bukan sebuah kewajiban, Islam tidak mewajibkan sistem politik atau sistem pemerintahan tertentu. Akan tetapi Islam mewajibkan sebuah negara untuk menerapkan syariat Allah, dan menjauhi perselisihan antara sesama manusia. Allah SWT berfirman:
( ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم)  {الأنفال: ٤٦}
Setiap pemerintahan yang memakai sistem demokrasi, khilafah, imamah, dan semacamnya yang berupaya menegakkan keadilan, kebebasan dan sesuai dengan al-maqāsid as-syariah (tujuan-tujuan diberlakukan syariah), maka sistem tersebut sudah menganut sistem khilafah yang sesungguhnya.

Negara kita memakai sistem apa, berlandaskan apa? Iya di Indonesia memakai sistem demokrasi berlandaskan Pancasila. Berarti tidak sesuai dengan dasar hukum agama Islam dong?, pantesan banyak korupsi di negeri kita. Sudah saatnya menegakkan sistem khilafah sebagai solusinya: takbir...takbir...

Di sinilah letak perbedaannya: sistem khilafah itu dianggap sempurna, sedangkan sistem lainnya (demokrasi, kapitalis, sosialis dll) adalah buatan manusia. Kalau contoh kita "jelek" dalam sejarah Islam, maka kita buru-buru bilang: "yang salah itu manusianya, bukan sistem Islamnya." Tapi kalau kita melihat contoh "jelek" dalam sistem lain, kita cenderung untuk bilang: "demokrasi hanya menghasilkan kekacauan." Jadi, yang di salahkan adalah demokrasinya. Di sini letak kesalahan kita, jangan katakan Pancasila yang melenceng dari agama, landasan kaum kafir. Bapak kita Soekarno untuk membentuk landasan tersebut masih bermusyawarah dengan para pahlawan dan tokoh nasional.

Mari kita lihat negara-negara yang kaya peradaban Islam: Saudi Arabia, misalnya, di sana menerapkan sistem kerajaan, Mesir, menerapkan sistem pemerintahan demokrasi dengan mengangkat seorang Presiden, Turki juga sama. Lihat contoh lagi di negara maju, katakanlah  di Amerika sana, memakai sistem pemerintahan demokrasi, Inggris menerapkan sistem kerajaan.

Tidak ada di negara maju, punya peradaban yang menerapkan sistem khilafah. Indonesia? Tidak pernah mewarisi peradaban, dengan egonya mau menegakkan sistem khilafah. Jika kita hanya memperdebatkan masalah itu, hanya akan mengundang kekacauan, mempertaruhkan nyawa, musuhnya saudara sendiri, kapan negara kita akan maju?
Sudah saatnya kita bersatu bahu-membahu mengimpikan dan membangun negara maju penuh peradaban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates