Maret 07, 2018

,























Pagi itu aku masih menatap indahnya fajar dengan teman setiaku sibuku dan pena. Aku masih berfikir tentang keindahan ini, mencoba menyelami arti kebahagiaan yang sebenarnya. Tak lelah kata hamdalah terlontar dari bibir kecilku.

“Allah…jangan Kau alihkan ketenangan ini dari selain-Mu. Tangguhkan imanku yang terkadang entah berapa kali aku berpaling pada-Mu Rabb…“ gumamku dalam benak. Tak terasa semua berlalu, sekarang saatnya aku pergi menuju kampus. Aku selalu berharap Allah meridhai setiap langkahku.

Seperti biasa bis merah favorit masisir Kalangan asyir yang kutumpangi tidak terlalu ramai penumpang. Aku duduk di kursi paling depan. Aku melihat kendaraan berlalu-lalang memadati jalan raya. Namun lagi-lagi aku memikrkan sesuatu.

Aku melihat beberapa perbedaan di tengah-tengah lalu lintas itu. Kulihat sepeda motor, mobil, bis yang sama-sama melewati lubang di jalan raya. Aku mulai berfikir dan mengambil hikmah di pagi hari itu. Taukah apa itu? THE POWER OF IMAN.

Kita ibaratkan saja transpotasi itu diri kita, dan lubang disitu adalah ujian yang sedang kita hadapi sekarang. Saat kita mendapat ujian, kita terkadang menggerutu dalam hati“ Allah, kenapa ujianku seperti ini? “. Jika kita renungkan bukan Allah lah yang memberikan kita ujian berat kepada kita, tapi kita yang merasa terbebani dengan ujian itu.

Allah berfirman: لا يكلف الله نفسا إلا وسعها

Dari segelintir ayat tersebut sudah kita ketahui bahwa Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya selaras dengan kemampuan. Jadi sekarang tinggal kita menyelami diri sendiri, di tingkat manakah iman kita kepada Allah? Jika iman kita sepadan dengan sepeda motor, kita akan merasakan goncangan saat melewati lubang itu.

Semakin besar tingkat iman kita kepada Allah semakin kita merasa ujian ini bisa kita lalui. Bayangkan saja jika kekuatan iman kita selaras dengan pesawat terbang, apa yang kita rassakan? Ketenangan bukan? .

Terkadang datangnya ujian kepada kita karena Allah rindu dengan kita. Rindu keluh kesah kita, rindu curhatan dan air mata kita di sepertiga malam, rindu lantunan-lantunan kalimat indah, rindu dekapan hangat yang terkadang kita tak merasakannya. Jika kita fikirkan lagi, indah bukan skenario Tuhan?.

Sekarang kita bisa melihat, dimanakah tingkat keimanan kita kepada Allah? Apakah masih menjadi pengemudi sepeda motor, atau mulai naik ketingkat mobil, ataukah iman kita sudah selaras dengan pesawat terbang?.

Ilmu tak hanya kita pelajari di bangku kelas dengan puluhan buku berserakan, tapi disetiap langkah ada banyak mutiara kehidupan yang takkan habis kita punguti setiap harinya; karena terkadang mutiara ini tertutupi dengan kesibukan-kesibukan duniawi.

 “ Jangan sia-siakan permata yang ada di depanmu lenyap begitu saja. Belum tentu kau dapat menemukan yang semisalnya di kemudian hari.”

Oleh: Nisa



Maret 06, 2018

,


Takluk bukanlah sifat manusia yang sesungguhnya, karena manusia cenderung akan keangkuhannya, bisa dikatakan terlalu mengedepankan ego, maka siapa yang mampu menaklukkannya?

            Sering mereka menyebutnya “khairal bariyah”, manusia yang paling indah akhlaknya, budi pekerti yang tidak ditemukan celahnya, dan kasih sayang yang setiap saat selalu ada untuk siapa saja yang membutuhkannya, Melawan keangkuhan-keangkuhan para pendengki dengan kelembutan jiwanya, kelihaian tutur bahasanya, dan wajahnya yang tak pernah pudar akan senyumnya.
           
Tidakkah mereka takjub akan cinta tuhannya terhadap kekasihnya, nabi al-musthafa saw?! Sehingga Allah mengumpulkan para malaikat agar menyerukan pujian terhadapnya, dan itu saja tidak cukup, bahkan tuhan memerintahkan penduduk bumi agar senantiasa mengingat kekasihnya jika mereka menginginkan kedekatan dan kemulyaan.

            Pujian demi pujian terlantun sebelum alam mendapatkan bagiannya, bukan hanya penduduk bumi saja, bukan pula penduduk langit saja, bahkan dzat yang tidak membutuhkan  ruang dan waktu menyerukan pujiannya:

إنّ الله ومَلئكتَهُ يُصَلّوْنَ عَلَي النَّبِي، يَآأيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُواصَلّواعَلَيْهِ وَسَلّمُواتَسْلِيْمًا (الاحزاب:56)        
             
Maka siapa lagi jika bukan sayyidina Rasulullah Muhammad saw? Bahkan ayah, ibu, anak, saudara, suami, dan isteri tidaklah ada untuk mereka jadikan sandaran di akhirat kelak, semua manusia sibuk dengan urusan mereka masing-masing:
                                                                                                                                     
يَوْمَ يَفرُّ المرْءُ مِنْ أَخِيه، وَأمِّهِ وَأبِيه، وَصَاحِبَتِه وبنيه، لكُلٍّ امْرِئٍ منْهُمْ يَوْمئِذٍ شأنٌ يغْنيْه (عبس : 34-37)         

Pada waktu itu, tidak akan dapat mereka jumpai siapapun kecuali “habibika al-mahbub” yang terlalu sibuk akan keadaan ummatnya, bahkan bukan keluarganya dan orang-orang terdekatnya:

 ياربِّ لاَ أسأَلُكَ نَفْسِيْ ولا فاطِمَةَ ابْنَتِيْ، ولكنْ أسأَلُكَ أمَّتِيْ.

               Problem manusia di dunia adalah bahwasannya mereka selalu menginginkan yang lebih (bonus), ketika mereka mendapatkan bonus itu, mereka belum merasa puas, karena mereka belum merasakan bagaimana akan rasanya keridhaan, sedangkan bonus dan ridha itu, keduanya merupakan jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, sungguh akan ada yang menjamin untuk bisa mendapatkan bonus sekaligus menjadi saksinya, akan tetapi, dari manakah mereka bisa mendapatkan jaminan keridhaan itu? Maka jawabannya adalah Rasulullah muhammad saw., karena dialah yang sangat menakjubkan.

يا بلبل غرد تغريدا  #   بربيع الأول يوم عيدا



By: Nafiah_Zaini

Maret 05, 2018

,






















Kisah lama yang akan terus terulang

Perbedaan selalu mewarnai jalannya kehidupan dunia, seakan silang pendapat adalah sebuah keharusan yang tak boleh ditawar, entah pandangan seperti ini ada dikeranakan informasi sejarah yang – mungkin – sudah banyak bercerita atau dikarenakan hal-hal yang lain. Secara mendasar, silang pendapat yang ada kembali pada fitrah manusia itu sendiri yang memang ditakdirkan berbeda, katakanlah dalam perbedaan kulit, bahasa, karakter, kultur, pengetahuan, kelompok, dan lain sebagainya. Berangkat dari pemahaman ini, sudah bisa dipastikan bahwa pemikiran dan pendapat mereka pun akan berbeda. Akan tetapi hal yang perlu digaris bawahi adalah pebedaan dalam mencari eksistensi suatu kebanaran, jika didasari oleh keikhlasan, akan dapat mengasah dan mempertajam kemampuan berfikir dan daya tangkap, sebagai langkah menjauhkan diri dari resesi dan taklid, membuka pintu kemudahan dengan adanya variasi gagasan sebagai alternatif penyelesaian masalah, dan mengantarkan pada kebenaran yang hakiki bagi yang mepelajari suatu masalah dengan memandang dari berbagai aspek tanpa disisipi dengan sifat fanatisme pada suatu individu atau golongan tertentu. Berbeda dengan ketika perbedaan ini dilandaskan pada urusan dunia yang hanya akan mengantarkan pada perpecahan dan pertikayan.

          Secara umum ada beberapa faktor pendorong yang melandasi terjadinya suatu perbedaan. Faktor yang dimaksud antara lain adalah;

a)     Perbedaan intelek  dan daya tangkap.
Setiap orang tentu tidak sama dalam tingkat kecerdasan, cara menganalisa suatu masalah, serta keadaan dan sudut pandang  yang berbeda yang hampir bisa dipastikan mempengaruhi terhadap hasil akhir tiap-tiap individu dalam mengungkapkan  apa yang ia ketahui, sebagai bentuk representasi dari pemikiran dan analisa terhadap suatu permasalahan.
b)     Perbedaan ambisi.
Ambisi setiap orang yang bervariasai juga merupakan hal mendasar yang menyababkan adanya perbedaan, setiap orang dengan ambisi mereka masing-masing tentu akan mempunyai pemikiran yang beragam untuk mencapai apa yang mereka tuju. Sebutlah mereka  yang berambisi akan kekuasaan atau jabatan, mereka yang berambisi akan harta, atau ambisi untuk mengunggulkan suatu kelompok tertentu yang pada akhirnya akan menimbulkan apa yang namanya fanatisme buta, dan ambisi-ambisi lain yang terkadang untuk mewujudkannya, mereka keluar dari norma-norma agama dan cenderung berakhir pada perpecahan.
c)      Taklid dan fanatisme pada pandangan nenek moyang dan menjadikannya kebenaran yang tidak bisa ditawar.
Faktor yang ketiga ini merupakan faktor yang paling banyak menelorkan silang pendapat, pada dasarnya berpegang teguh pada pendapat orang-orang terdahulu adalah baik, akan tetapi, sebuah hasil pemikiran tidak akan selamanya sesuai dengan tuntutan zaman, keadaan atau tempat. Dengan adanya taklid dan fanatisme yang berlebihan  ini tak sedikit kita temukan suatu daerah atau bahkan negara sekalipun yang tetap berjalan ditempat. Sebab, pada satu sisi mereka dituntut untuk membuat inovasi baru dan disisi lain mereka tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh pemikiran nenek moyang mereka, yang pada akhirnya perbedaan pendapatpun tidak bisa dihindari antara yang pro-pembaharuan dengan yang kontra dan akan tetap seperti itu tanpa adanya kemajuan yang berarti.
d)     Kerancuan tema pembahasan.
Kerancuan tema pembahasan seringkali menyebabkan adanya perbedaa, hal ini dikarenakan cara untuk memahami suatu permasalahan tidak sama antara satu sama lain.  Setiap individu memiliki metode  tersendiri untuk memahami permasalahan yang ada sesuai dengan penglihatan mereka. Hanya saja Kebanyakan perbedaan yang ada bukan karena kerancuan tema itu sendiri, namun, lebih pada ketidak pahaman setiap individu dari sisi mana orang lain melihat permasalahan yang ada,yang pada akhirnya dari satu tema yang ada bisa menghasilkan dua atau bahkan tiga kesimpulan yang berbeda. Menyikapi tentang hal ini, tidak berlebihan jika dalam salah satu kesempatan socrates pernah  membuat stetmen,” jika akar suatu pertentangan ditemukan, maka pertentangan itu sendiri akan hilang.”
Disamping empat poin yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat begitu banyak alasan yang membutuhkan begitu banyak lembaran buku jika kita mempunyai inisiatif untuk menuliskannya secara spesifik. Seperti yang pernah disinggung diatas, perbedaan sudah menjadi ketentuan Allah akan makhluknya yang dalam hal ini umat islam sekalipun tidak bisa menghindarinya. Meskipun umat islam berbeda dalam beberapa kesempatan, namun perbedaan yang ada hanya terbatas pada lingkup masalah cabang dan tidak menyentuh masalah-masalah pokok dalam agama. Perbedaan yang terjadi dalam tubuh kaum muslimin bukan hanya terfokus dalam masalah hukum saja, akan tetapi melebar terhadap permasalahan-permasalahan yang  lain. Hanya saja, hal yang perlu digaris bawahi adalah setiap golongan dari mereka mengambil pendapatnya dari al quran, dan setiap dari mereka mempunyai ulama yang menjadi pimpinan mereka, mereka mempunyai kitab pegangan yang telah dikarang dan kaidah-kaidah yang telah tersusun, dan setiap dari mereka mentakwil pendapat saudaranya sesuai manhaj yang mereka anut. Jika kita melihat hal ini, maka jelaslah bahwa tujuan dari masing-masing kelompok adalah menegakkan ritual agama dan melanggengkan ajaran agama disertai dengan metode yang benar dalam proses penggalian hukum. Dan menjadi sebuah keharusan bagi setiap individu umat islam untuk tidak secara gampang memberikan justifikasi hukum kepada kelompok atau golongan tertentu  dengan mengatakan mereka telah keluar dari agama, kecuali jika mereka benar-benar pantas menyandang predikat itu seperti mengingkari pokok ajaran agama yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin atau diketahui secara pasti didalam agama yang ditetapkan dengan dalil qot`i.

Seperti dikehui, bahwa setiap golongan atau kelompok dalam islam mempunyai landasan tersendiri dalam mengemukakan pendapatnya, tapi tetap saja perpecahan dalam tubuh umat islam masih ada, setiap kelompok –meski tidak secara keseluruhan- mengklaim bahwa merreka satu-satunya kelompok yang benar dan memandang kelompok lain yang berbeda pendapat keluar dari agama islam. Hal semacam ini bermuara pada salah satu hadis yang menyebutkan bahwa kaum yahudi akan terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan sedangkan kaum nasrani akan terpecah menjadi  tujuh puluh dua golongan, dan untuk islam sendiri akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Sebenarnya tidak menjadi masalah jika memang benar kaum muslimin akan terpecah menjadi 73 golongan, akan tetapi hal yang menjadi permasalahn adalah tambahan “ semuanya berada di neraka kecuali satu golongan “ yang disebutkan dalam sebagian redaksi yang ada. Berangkat dari hal ini, perlu kiranya kita menelaah kembali tentang hadis yang dimaksud, agar kita bisa benar-benar memahami dan tidak sembarangan dalam memberikan komentar. Secara lengkap hadis yang dimaksud berbunyi:

عن ابي هريرة رضي الله عنه ان النبي صلى الله غليه وسلم قال: افترقت اليهود على احدى وسبعين فرقة, وتفرقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة, وستفترق امتي على ثلاث وسبعين فرقة. رواه ابى داود والترمذي وابن ماجاه وابن حبان والحاكم, وقد رمز لها السيوطي في الجامع الصغير بالصحة.

Selain dari redaksi di atas, masih terdapat redaksi lain dengan tambahan kata
كلها فى النار الا واحدة
Berbicara tentang hadis ini, para ulamak berbeda pendapat berkaitan dengan hukum hadis ini baik secara matan ataupun sanad. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan klasifikasi pendapat ulama secara singkat dibawah ini.

A.      Kritik sanad.
a)        ImamAt Tirmizdi mengatakan bahwa hadis di atasa adalah shohih, begitu juga dengan Ibnu Hibban, Al Hakim dan As Suyuti. Namun, ketika dilihat kembali, dalam rentetan sanad hadis ini, terdapat nama Muhammad Ibn `Amr Ibn Alqomah Ibn Waqqos Al Laisti. Biografi dari Muhammad Ibn Amr sendiri ketika dilihat dalam kitab Tahdibu At Tahdibmasih diperbincangkan mengenai hafalannya, dan tidak ada satupun yang mengatakannya stiqoh secara mutlak. Karena itu, Ibnu Hajar dalam kitabnya At Taqrib memberikan predikat Suduqun Lahu Awhamketika berbicara tentang Muhammd Ibn Amr, sedangkan sebuah hadis untuk bisa dinyatakan shohih dengan hanya berbekal pada predikat As Sidquyang disandang seorang perowimasih belum cukup, apa lagi jika didalamnya masih ditambah dengan Awham.Imam Al Hakim pernah memberikan pernyataan bahwa dalam menshohihkan hadis di atas beliau mengikuti syarat-syarat hadis shohih menurut imam muslim dalam menentukan shohih atau tidaknya sebuah hadis, dengan pertimbangan  bahwa Imam Muslim sendiri menerima  hadis  yang diriwayatkan olehMuhammad Ibn Amr.  Namun, statemen ini dipatahkan oleh imam Ad Dahabi yang mengatakn bahwa Imam Muslim tidak pernah menerima hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad Ibn Amr kecuali jika ada riwayat lain yang memperkuatnya. 
b)        Adapun tambahan berupa “ كلها في النار الا واحدة” yang ada pada sebagian redaksi hadis  selain dari jalur yang telah disebutkan di atas secara keseluruhan adalah doif, dan adanya hadis yang bisa diperkuat jika diriwayatkan dengan jumlah yang banyak hanya berlaku ketika hadis tersebut tidak bertentangan dan tidak bermasalah.
c)      Kritik tajam yang dilontarkan oleh Allamah Ibn Al Wazir pada hadis ini secara umum, dan pada tambahannya dalam sebagian redaksi secara khusus, dikarenakan bisa menjadi penyebab terpecahnya umat  islam dengan saling  menyesatkan satu sama lain dan bahkan mendorong untuk mengkafirkan golongan yang tidak sependapat.

B.      Kritik matan

a)      Di dalam al quran tidak ditemukan ayat yang memperkuat ataupun mengarah pada makna yang terkandung dalam hadis, akan tetapi perbedaan yang ada didalam al quran hanya terbatas pada perbedaan yang terjadi pada umat terdahulu. Secara ekplisit al quran mengajak terhadap persatuan, cinta kasih, saling mengasihi, dan menyatukan kalimat. Seperti dalam ayat
واعتصموا بحبل الله جميعا ولاتفرقوا   
Jika melihat makna yang terkandungan dalam ayat, secara jelas terdapat kontradiksi dengan hadis di atas, Disaat al quran menyeru umat untuk bersatu dan berada dalam satu kalimat, justru kandungan dari hadis itu sendiri  malah membuka pintu perseteruan dan mendorong setiap kelompok untuk mengatakan dirinya yang benar dan selamat dan  memandang kelompok lain salah dan akan masuk neraka. Dan dengan keadaan umat yang selalu berada dalam silang pendapat,  tidakkah hanya akan melemahkan umat islam secara keseluruhan dan sebaliknya menguatkan musuh-musuh islam?
b)     Para ahli sejarah sekte-sekte islam berusaha untuk menghitug kelompok yang ada dalam islam dan menyesuaikan dengan hitungan yang disebut dalam hadis, seperti yang dilakukan oleh Al Baghdadi dan Ibn Jauzi, akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, hitungan itu selalu bertambah  melebihi hitungan yang disebutkkan dalam hadis,  yang bahkan tidak diketahui oleh Al Baghdadi dan Ibn Jauzi sendiri.
c)      Sebenarnya untuk soal perbedaan sendiri bukan menjadi permasalahan selama tidak menjurus pada terjadinya pertikayan, seperti yang telah dipaparkan di atas, sebab, perbedaan adalah sebuah hal yang bersifat kontinu yang berjalan berdampingan dengan waktu sampai pada akhir kehidupan ini.  letak permasalahan bukan ada pada hitungan yang disebutkan dalam hadis, entah itu kurang atau lebih. Namun, hal yang perlu dipersoalkan adalah hanya satu kelompok saja yang selamat, yang dengan sendirinya memberikan arti bahwa kelompok lain telah melakukan suatu hal yang jelas-jelas  mengantarkan pada kekafiran dan keluar dari agama islam yang pastinya akan masuk neraka.
Sebagian besar ulamak menghukumi dhoif atas tambahan,” semuanya di neraka kecuali satu golongan” dan seperti kita ketahui didepan, bahwa Imam At Tirmidzi, Al Hakim, Ibn Hibban, dan Abu Daud menshohihkannya  tanpa adanya tambahan ini, maka dari itu, menurut qaul yang rajih, tambahan yang ada pada akhir hadis adalah maudu` yang didasari pada fanatisme sebagian golongan agar mereka bisa mengklaim bahwa mereka yang akan selamat, seperti yang terjadi pada masa sekarang, dimana ada sebagian kelompok yang menisbatkan kepada diri mereka sendiri sebuah selogan ahli haq, an najih min an narr dan lain sebagainya.

d)     Adanya riwayat lain, yang diriwayatkan oleh imam As Sya`roni didalam kitab Al Mizan dari hadis ibn an najjar dan dishohihkan oleh al hakim dengan lafazd gharib, hadis ini berbunyi;

"ستفترق امتي علي نيف وسبعين فرقة كلها في الجنة الا واحدة ” وفي رواية عند الديلمي
 " الهالك منها واحدة " قال العلماء هي الزنادقة.

                Dilihat dari kandungan maknanya, hadis di atas lebih bisa diterima dari pada hadis sebelumnya, mengingat dalam sebagian hadis disebutkan bahwa umat islam akan mendominasi penduduk surga, dan tidak mungkin makna hadis ini akan terwujud jika hanya satu golongan yang selamat diantara beberapa golongan yang ada.

Di atas adalah sekilas dari pendapat ulamak tentang hadis yang banyak diperseterukan oleh umat islam, yang tentunya disamping pemaparan di atas, masih banyak lagi pendapat atau pun hadis yang sengaja tidak dipaparkan ditulisan ini, mengingat pembahasannya yang cukup lebar.

 Setelah berbica mengenai faktor terjadinya perbedaan dan hadis yang menjadi perdebatan umat, timbul satu pertanyaan yang sangat butuh untuk dijawab, pertanyaan yang dimaksud adalah, apakah perbedaan  itu sendiri menjadi suatu keniscayaan yang harus selalu ada pada setiap tempat, keadaan dan zaman yang tidak boleh tidak kita juga dituntut untuk ikut andil didalamnya? Menjawab pertanyaan ini, perlu kiranya penulis mengutip kata-kata Dr. Yusuf al qordhowi. Dalam salah satu kesempatan, dia mengatakan,” perbedaan umat bukanlah sebuah keniscayaan, jika tidak maka apa arti dari ayat yang mewanti-wanti orang muslim untuk menyatukan kalimat dan memperingatkan mereka untuk menjauhi perpecahan seperti yang dikisahkan surat al imron ayat 104-105, surat al ambiya` ayat 92 dan surat al an`am ayat 159. Disamping ayat-ayat yang telah disebutkan, dalam salah satu hadis diterangkan bahwa islam akan memasuki eropa untuk yang kedua kalinya setelah dua kali dikeluarkan dari benua itu, dan tak hanya itu saja, dalam hadis itu juga diterangkan bahwa  islam akan menaklukan bangsa romawi seperti halnya  bangsa kostandinopel yang terlebih dahulu berhasil ditaklukan. Menjadi hal yang telah maklum, bahwa hadis ini tidak akan tercapai jika umat islam masih berpecah belah dan saling menyerang satu sama lain, kecuali umat islam bisa menyatukan kalimat dalam bingkai tauhid dan maju bersama dibawah bendera iman.

Untuk mengakhiri tulisan ini, perlu kita ketahui bersama bahwa Allah swt telah memberikan kekhususan bagi umat ini berupa hidayah kepada agama yang benar, sebuah pemberian yang agung dengan menjadikan umat ini sebaik-baik umat yang ada dimuka bumi, menjadikan umat ini umat yang satu padu didalam agama. Meskipun perbedaan tidak bisa dihindari, namun, Perbedaan yang ada hanya terletak pada ruang  lingkup  ijtihad dalam  masalah-masalah furuiyah. Dengan keistimewaan yang telah Allah berikan, maka sepantasnya umat islam secara keseluruhan menjawab seruan Allah , yaitu,” berpegang teguhlah kalian kepada tali Allah dan jangan berpecah belah” karena  hanya dengan  mengaplikasikan ayat ini dalam kehidupan nyata dan dalam berinteraksi sosial,  umat islam bisa mencapai kebahagiaan  yang hakiki di dunia dan akhirat.





Maret 04, 2018

,



















Nabi Muhammad SAW. sebagai Guru yang bijaksana mampu menjadi panutan sekaligus penolong bagi seluruh Umat manusia, semenjak beliau dilahirkan sampai wafat. Salah satu contoh pelajaran yang dapat kita ambil ibrah dari perjalanan hidup beliau adalah Kejujurannya yang tak pernah diselahi kebohongan sama sekali, sebelum beliau diutus maupun setelahnya. Tak heran ketika beliau mendapat gelar Al-Amin, orang yang terpercaya dari mereka kalangan masyarakat Qurays. Jujur juga merupakan salah satu sifat yang menjadi ujung tombak para Nabi dalam memberi petunjuk pada umatnya. Disamping tiga sifat yang lainya (Amanah, Tabligh, danFathanah).

            Islam memberikan perhatian khusus pada satu sifat terpuji ini, sebagai sebuah kunci sukses dunia dan akhirat, tak berlebihan jika kita mengatakan; “Layaknya sebatang pohon yang membutuhkan akar yang kuat, seperti itulah fungsi kejujuran dalam kehidupan ini”. Hilangnya satu sifat ini akan berdampak Banyaknya hal negatif yang akan terjadi di kalangan masyarakat.

Di samping itu, Jujur tidak hanya terfokus pada ucapan saja. Melainkan lebih dari itu jujur adalah sebuah sikap Imani, yang dapat menimbulkan sifat-sifat positif bagi pemiliknya. Seperti yang di sabdakan Rasulullah“Hendaklah kalian berlaku Jujur, karena sesungguhnya Jujur itu menunjukan kalian pada kebajikan. Dan kebajikan itu menunjukan kalian menuju jalan masuk Surga” (HR. Muslim).

.           Lebih jauh lagi, dalam mengarungi makna yang terkandung dalam sifat jujur itu. Ada wejangan yang berbunyi“ kejujuran lebih tinggi nilainya dari pada kesopanan dan ke cerdasan”, dari sini dapat kita artikan sifat jujur adalah induk dari pada semua sifat kebajikan,  seluruh aspek dan dimensi kehidupan, interaksi yang dilakukan manusia, baik yang berhubungan dengan tuhannya, dirinya, maupun sesama manusia haruslah di sertai dengan sikap jujur.

Dan tentunya harus diawali Dengan jujur pada diri sendiri yang nantinya akan terus menjadi sikap pijakan kita dalam bergaul dengan orang lain. Hal ini sebagaimana telah dianjurkan dalam firman Allah SWT.“ Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah SWT. Dan hendaklah bersama orang-orang yang benar.”

Setidaknya ada dua kandungan makna yang dapat kita ambil dari ayat tersebut, yaitu bagaimana kita bisa mengaplikasikan perintah untuk senantiasa berbuat baik dan benar, dan arti kedua ayat itu lebih pada terciptanya suasana yang dipenuhi dengan hal yang baik dan benar di sekitar kita, logikanya bagaimana mungkin Allah SWT. Menganjurkan kita untuk bersama orang yang benar dalam percakapannya dan perbuatannya sedangkan suasananya itu belum terwujud?.

Namun demikian yang terpenting adalah bagaimana kita memulai dari kita sendiri. Kemudian dengan sendirinya kita akan terbiasa dan orang-orang di sekitar kita akan terbawa oleh prilaku yang kita tanamkan kepada mereka melalui pergaulan kita dengan mereka.

Timbulnya kesadaran di Kalangan masyarakat untuk senantiasa menapaki jalan kebenaran dan kebaikan dalam setiap tingkah laku Mereka, adalah langkah menuju kenyamanan bermasyarakat dan bernegara dengan senantiasa menjadikan sifat jujur adalah pijakan utama dalam berbagai aspek kegiatan sehari-hari.

El-Za

Follow Us @soratemplates