,
بسم الله الرحمن الراحيم
(Sikap Pelajar pada The
family MCA dan Produsen Hoax)
Indonesia sebagai
negara terbesar umat muslim diseluruh dunia tidak sepenuhnya menjadi instrumen
rujukan negara lain dalam mengaplikasikan ajaran islam yang rahmatan lil
alamin, polemik harian yang ter-expose melului berbagai media merupakan
implementasi kejujuran tidak stabilnya komonikasi hubungan dari aneka lapisan,
pada sektor sturuktur kepemerintahan gesekan perpecahan menjadi komsumsi
publik, sama-sama mengatasnamakan rakyat, tapi lantang mendiskreditkan pihak
lawan yang tidak sejalan dengan target tujuan masing-masing, pihak oposisi
pemerintah dan yang pro pemerintah saling membangun opini (political hoax)sistematis
yang matang strategi untuk meningkatkan presentase elektabilitas tokoh idolanya,
debat terbuka antara tokoh politik dan intelek berhasil membuka pintu kebencian
rakyat sehingga hate-speech (ujaran kebencian), hujat-menghujat bahkan
malayangkan hoax sekalipun menjadi rutinitas harian yang dilempar sana sini
sebagai bentuk pembunuhan krakter pada tokoh yang tidak disukai.
Tentu pihak yang mentransfer informasi hoax ke-lapisan
masyarakat akan mengakibatkan dampak buruk kehidupan sosial terutama pada
masyarakat awam yang tidak mempunyai benteng menepis masalah yang sangat krusial ini, apalagi
rendahnya literasi yang dimiliki oleh masyarakat sangat mudah sekali
menancapkan titik hitam kejahatan ke dalam hati mereka, dan bahkan mereka tidak
sekedar menancapkan informasi hoax dan hate-speech ke hatinya saja, melainkan
terus berupaya mengeksekusi dan melestarikan pada kehidupan nyata, bisa jadi
eksekusi tersebut tidak cuma cacian berlebihan belaka tapi malah menggunakan
tindak kriminal pembunuhan atau penganiayaan.
Hoax itu dosa besar!
Pada tanggal 16 januari 2018 Tim Cyber bareskrim
polri menangkap 14 produsen hoax, enam dilakukan penahanan dan delapan lainnya
dalam proses penegakan hukum, motif penangkapan tersebut karena menyebarkan hoax
penganiyaan ulama dan isu kebangkitan PKI, brigadi jendral kepolisian
menyampaikan bahwa penangkapan tersebut tidak melihat pada identitas sosial
seseorang, tapi murni kejahatan penyesatan opini yang seolah-olah betul adanya,
ada sekitar 45 kapitalisasi berita yang cukup masif tentang penganiyaan ulama’
padahal fakta kebenarannya cuma tiga, bahkan sebab viralnya isu penganiyaan
ulama di udara (medsos), menyebabkan masyarakat di Banten melakukan penganiyaan
dan pemukulan terhadap orang gila (lanjut perwakilan pihak kepolisian menuturkan
di acara IlC TV One).
Tragedi masal penganiayaan terhadap orang gila di
Banten (karena di anggap pura-pura gila oleh masyarakat), adalah salah satu dampak
biadabnya informasi hoax. Orang gila yang dalam statusnya tidak dibebankan
hukum syariat oleh dzat yang maha pengasih, tapi malah diberi hukuman
penganiyaan masal oleh masyarakat, yang mestinya harus dijaga dan diayomi tapi dia
malah menjadi target buruan introgasi, terus siapakah diantara kita yang gila sebenarnya?
Memang betul orang gila itu banyak macamnya!. Maka sangat benar sekali ketika
Mantan rektor Universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat mengatakan,
“momok dari penyebaran berita bohong atau hoax tak ubahnya seperti peradaran
narkotika dan pornografi, bila dibiarkan bisa membahayakan dan merugikan masyarakat.”
Beliau juga menuturkan, “Hoax itu pembunuhan krakter, yang berbeda dangan
kritik. Kalau kritik silahkan, tapi kalau hoax saya anti, karena merupakan
manipulasi, kecurangan, yang dapat menjatuhkan orang lain.”[1]Dengan
ini teranglah efek berita hoax yang diviralkan di media sosial berdampak konflik
komunal, kesenjangan sosial, pembunuhan krakter, persekusi masal, bahkan bisa
jadi nanti sampai pada titik tindakan kriminal yang berujung pada kematian.
Produsen hoax bisa diinterpretasikan sebagai
pembohong, pemfitnah, pengadu domba, munafik, sumber kerusuhan. Dikategorikan
sebagai pembohong karena jelas dia membuat berita yang tidak benar, dikatakan pemfitnah
karena menjastis orang lain dengan sesuatu yang tidak baik sehingga timbullah
kegaduhan, dikatakan sumber kerusuhan karena tidak mungkin api menyala tanpa
ada sebab, dan dikatakan munafik karena dia tau tentang kebenaran fakta tapi
dia membangun opini yang tidak sesuai fakta, seperti halnya orang yahudi dan
nasrani yang dinobatkan munafik karena menjahui fakta yang diketuhui, dengan
membuat kebohongan fakta baru. Dengan hal ini, sifat jelek yang melekat pada
produsen hoax adalah dosa besar yang masuk pada katagori dosa hakkul adami,
dimana Allah tidak akan memaafkan kecuali orang yang terskiti memaafkan. Apalagi
produsen hoax tersebut mencatut nama muslim untuk menyebarkan informasi
abal-abal seperti The Family Muslim Cyber Armi.
Adapun solusi agar kita terhindar dari informasi
abal-abal atau hoax:
Pertama, klarifikasi (tabayun) sebagimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا.......
Kedua, matangkan kemampuan intlektual, karena semakin rendah literasi
masyarakat, maka semakin mudah menerima hoax.
Ketiga, jangan jadi manusia “kagetan”, tetap bersikap dewasa dan tenang
dalam menghadapi segala hal.
Dan tentunya yang terakhir tetap untuk semakin menambah rasa takut pada
Allah. Insyaallah tidak akan terpengaruh pada berita hoax. Semoga kita semua
dijauhkan dari penyebar dan penerima hoax, atau ujaran kebencian. Amin.