,
Kontra
lawan dari kata pro, kontara = tidak setuju, pro = setuju. Seseorang yang tidak
sependapat dengan orang lain berarti kontra, dan orang yang tidak disetujui
disebut sebagai sosok kontroversi/ tokoh kontroversi. Baik karena pendapatnya
berbeda dengan mayoritas atau kebijakannya seringkali melawan arus. Dari sini,
dapat dipahami bahwa pro dan kontra merupakan keniscayaan, sebagaimana
perbedaan merupakan keniscayaan.
Kita tidak akan saling melengkapi jika kita semua sama,
kita tidak akan berkembang tanpa perbedaan, kita tidak akan kaya budaya dan
peradaban tanpa keragaman, kita tidak akan berbagi tanpa perbedaan. Itu
artinya, tuhan mau kita berbeda, Dia ciptakan baik dan buruk, suci dan najis,
bersih dan kotor, malaikat dan syetan, surga dan neraka. Namun Dia perintahkan
kita pada yang baik tanpa yang buruk, pada yang suci bukan yang najis, pada
yang bersih bukan yang kotor, pada bisikan malaikat bukan bisikan syetan, pada
surga bukan neraka.
Maka sangat berbeda antara "Menciptakan " dan
"Memerintahkan". Allah SWT Pencipta alam semesta baik dan buruk,
karena Dia berhak atas segala keputusan-Nya. Namun Dia hanya memerintahkan pada
yang baik dan melarang dari yang buruk, karena Dia-lah Penguasa yang
sesungguhnya. Allah SWT berfirman:
ۗ اَلَالَـهُ الْخَـلْقُ وَالْاَمْرُ ۗ تَبٰرَكَ
اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
" Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi
hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 54)
Allah ciptakan manusia tidak seperti malaikat yang selalu
dalam ketaatan dan tak bisa berbuat kemaksiatan, dianugerahinya kemampuan
memilih kebaikan dan keburukan sebagai keistimewaan dan kelebihan manusia dari
makhluk ciptaan Allah yang lain. Perbedaan pendapat dan pandangan disebabkan
perbedaan tingkat pemahaman, perbedaan tingkat pemahaman disebabkan perbedaan
tingkat keilmuan dan pengetahuan.
Setiap orang memahami sesuai
keilmuan dan pengetahuannya, semakin berilmu dan banyak belajar, semakin
bijaksana dan tidak mudah mempertentangkan perbedaan. Karena pertentangan
terjadi disebabkan kebutaannya pada cara pandang orang lain, karena sempitnya
pandangan dan wawasannya sendiri.
Sebagaimana perkataan Plato yang dikutip Imam Muhammad Abu
Zahra dalam bukunya yang berjudul " "تاريخ المذاهب الإسلاميةYang artinya : (( Sesungguhnya tidak
semua orang bisa menepati kebenaran secara utuh, tidak juga menepati kesalahan
secara utuh. Tetapi, setiap orang bisa salah dari satu sisi, dan bisa benar
dari sisi yang lain. Sebagaimana sekumpulan orang buta yang mendekati se ekor
gajah, lalu setiap mereka meraba salah satu dari anggota tubuh gajah itu dengan
tangannya. Kemudian mereka menggambarkan bentuk gajah sesuai yang dirabannya.
Maka orang yang meraba kakinya berpendapat: “bentuk gajah panjang bundar
seperti batang pohon”. sedang yang meraba punggung gajah berpendapat: “bentuknya
seperti bukit yang tinggi”. dan yang meraba telinganya berpendapat: “bentuk
gajah lebar dan tipis”. Dan semuanya telah menyampaikan sesuai pengetahuannya,
dan semua saling menyalahkan yang lain, lalu menuduh saudaranya telah salah dan
bodoh dalam mendefinisikan gajah. Maka lihatlah bagaimana kebenaran menyatukan
mereka, dan lihatlah kebohongan dan kesalahan menjadi perpecahan! !))
Lalu Imam Muhammad Abu Zahra berkata, " Kebanyakan
perbedaan bukan karena kesamarannya, melainkan karena setiap pihak tidak mengetahui
cara pandang saudaranya sehingga pandangan mereka berbeda dalam satu
permasalahan. Dari itulah Socrates berkata, " Jika diketahui titik
permasalahan, pasti tak akan terjadi pertentangan."
Yang ingin disampaikan disini bukan persoalan pro dan
kontra, bukan pula sisi perbedaan dan kesamaan, karena semua ini merupakan keniscayaan
yang tidak perlu dipertentangkan. Pesan yang ingin disampaikan di sini
adalah "persatuan" yang
seringkali diabaikan karena terlalu ambisi mempertahankan pendapatnya sendiri,
lupa saudaranya sendiri. Melihat lawan bicaranya sebagai musuh bahkan melebihi
musuh, dianggapnya syetan tidak ada kebaikan sedikitpun dalam dirinya - ditolak
segala pendapat dan argumentasinya dianggapnya mungkar, dan pendapatnya sendiri
makruf dan kebenaran sehingga yang dipupuk perpecahan untuk membinasakan
persatuan.
Kita semua pasti tahu pepatah berikut, tetapi sering kita
abaikan - انظرماقال ولاتنظرمن قال -
“Lihat
apa yang disampaikan namun jangan lihat siapa yang menyampaikan”. Andai setiap
kita memahami dan menerapkan betul-betul nilai yang terkandung, pasti yang lahir
toleransi dan kasih sayang, bukan kebencian, permusuhan dan pertikaian penyebab
perpecahan.
Maka, sebelum mengkritik atau anti pada seseorang, yang
paling pertama dan utama yang mesti diperhatikan adalah diri kita. Tanyakan,
"Siapakah diri anda, pelajar atau pendidik?”. Sehingga jelas posisi anda
yang sebenarnya, pelajar tugasnya belajar dan mengumpulkan ilmu pengetahuan
sebanyak mungkin, bukan mengkritik seorang ilmuan yang sudah jauh lebih tinggi
dan luas ilmu pengetahuan dan wawasannya dari anda. Dalam masyarakat saja, anak
kecil yang berusaha menasehati orang tua akan menjadi lelucon, meskipun yang
disampaikannya kebenaran. Karena anak tidak diperhitungkan. Nasehat dan
argumentasi akan diperhitungkan bila datang dari orang yang sederajat keilmuan
dan kedudukannya.
Karena, seorang ilmuan menyampaikan pendapatnya secara
ilmiah, mereka punya data yang bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan, dalam
penyampaiannya dia menggunakan kosa kata yang sesuai, dan sangat berhati-hati
dalam berpendapat dan bersikap. Dan semua itu tidak ada dalam diri orang
kebanyakan/awam, mereka hanya bisa berkata "katanya dan kabarnya",
ketika dimintai data yang valid mereka akan berkata, " tidak tahu/itu yang
saya tahu/itu yang saya dengar/itu yang dikatakan guru saya/pokoknya begitu
pendapat saya masa bodoh dengan orang lain/ dsb”. Untuk menutupi kebodohannya
dan kesalahannya.
Kontra bukan berarti salah, boleh jadi benar dalam kondisi
tertentu. Kontroversi bukan berarti mutlak tertolak, boleh jadi kontroversi
dalam satu persoalan, namun tidak lantas mengklaim semua pendapatnya
kontroversi. Kita boleh berbeda pendapat bahkan berseberangan, tetapi jangan
sampai menjadikan kita buta, tuli, dan bisu pada kebenaran yang datang dari sosok
yang kita anggap kontroversi dalam satu dua tiga persoalan saja.
Karena jika demikian, berarti kita tidak bijak menilai
sesuatu, mengukur kebenaran dari tokoh, bukan mengukur tokoh dengan kebenaran
itu sendiri. Sebagaimana Sayyidina Ali Ra berkata – لايعرف الحق بالرجال , اعرف الحق تعرف اهله - "Kebenaran
tidak diketahui dari tokoh, maka kenalilah kebenaran itu niscaya kau akan
kenali ahlinya”. Tentunya dengan terus belajar dan mengamalkannya, belajar
untuk memperbaiki diri sendiri sebelum memberikannya untuk orang lain.
Ketika menemukan sesuatu yang kontroversi, dan semua pihak
merasa paling benar. Sebisa mungkin hindari kebencian, keangkuhan, fanatisme
dan perpecahan dengan berkata: "Kamu bisa jadi yang benar, bisa jadi aku
yang salah, atau sebaliknya. Kita semua berusaha mencari kebenaran." Sebagaimana
Allah Mengajarkan kita dalam Al-Qur'an untuk tetap menghargai keyakinan orang
yang tidak seiman sebagai saudara sesama makhluk, apalagi dengan saudara seiman
dan sesama makhluk . Allah SWT berfirman:
قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ
ۗ قُلِ اللّٰهُ ۙ وَاِنَّاۤاَوْاِيَّاكُمْ
لَعَلٰى هُدًى اَوْفِيْضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
"Katakanlah (Muhammad), Siapakah yang memberi rezeki
kepadamu dari langit dan dari bumi? Katakanlah, Allah, dan sesungguhnya kami
atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam
kesesatan yang nyata."
(QS. Saba' 34: Ayat 24).
By: Muhammad Amien Ghazali