Februari 16, 2018

,























Secara praksis manusia dituntut untuk selalu aktif bertindak positif dalam segala nafas dan gerakannya. Hal ini merupakan kelaziman bersama terkhusus makhluk ekonomis yang dalam kesehariannya tidak dapat dilepaskan dengan interaksi sosial.

Kesadaran umat manusia belakangan ini semakin tidak teratur dan cendrung bersikap personal. Banyak faktor yang melatar belakangi sikap tersebut diantaranya karena kurang memperhatikan hubungan sosial, egoisme, serta acuh tak acuh dalam soal tolong-menolong, baik sesama manusia maupun  dengan makhluk Tuhan lainnya. 

Di dalam bukunya “Slilit sang kiai” Cak Nun melukiskan sosok kyai yang sedang masygul gotong royong memperbaiki jembatan bersama masyarakat. Tampaknya ia lupa melaksanakan salat duhur hingga hampir tiba adzan asar. Dengan seketika, ia langsung menuju sumur. saat melempar tali timba tiba-tiba ada seekor semut tenggelam serasa membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Dengan pelan, tali timba digoyang dan ia pun sukses menyelamatkan semut tersebut. Puncaknya, ketika menarik tali timba, tiba-tiba adzan asar dikumandangkan. Dengan perasaan sedih, pak kyai berangkat ke masjid dan langsung melaksanakan salat seraya berdoa _“Ya Allah hukumlah kelalaianku sehingga kehilangan salat duhur yang kau anugerahkan, adapun mengenai semut itu dan segala hal yang mungkin baik yang pernah kukerjakan rasa-rasanya belum pantas kujadikan alasan memohon pahala darimu”_.

Sepintas kisah ini adalah hal kecil dan mungkin sepele untuk diaksikan. Kisah ini menghadapkan diri kita terhadap sosok kiyai yang tidak egois dan tidak cendrung mementingkan dirinya sendiri untuk cepat-cepat melaksanakan ibadahnya yang dalam hal ini adalah mengambil wudhu untuk melaksanakan salat. Logika terbaliknya, andaikan pak kyai egois dan mementingan dirinya sendiri tentu ia tidak akan menyelamatkan seekor semut yang sedang tenggelam. Namun, karena ia berangkat dari khalifatullah bukan ‘abdullah (hamba Allah) atau ana insan (aku manusia) maka dirinya lebih menyelamatkan semut tersebut atas dasar sama-sama Makhluk Allah. Terlepas bagaimana status hukum salat dan hubungan privasi denganNya. Karenanya Rabiatul Adawiyah meminta di dalam doanya _“Ya Tuhan, jadikan tubuhku membesar sehingga memenuhi neraka, sehingga tidak tersedia lagi tempat di neraka itu bagi hamba-hambaMu”_.

Dalam relasi sosial, konteks tolong-menolong tidak terbatas pada garis horisontal atau kita kenal dengan memanusiakan manusia, akan tetapi lebih dari itu. Artinya sebagai ciptaan Tuhan yang dianugerahi akal, manusia dihadapkan dengan makhluk tuhan lainnya sehingga terjalin hubungan hewan ‘Aqli (berakal) dan non ‘Aqli yang pada akhirnya melahirkan lintas interaksi sesama makhluk Tuhan.

Bahasan ini semakin menarik ketika kita tarik pada studi kasus “Nyamuk” dimana Rasulullah saw. Sedang tidur malam. Uniknya sedikitpun tidak terpancar memerah dari aura Rasulullah, tidak mencari-cari layaknya balas dendam lalu menepuk membunuhnya, malah kehadiran nyamuk tersebut dianggap tamu mulia sehingga beliau tetap bersikap tenang dan memafaatkan waktunya untuk melaksanakan salat malam.

Dari aspek sosial, islam tidak pernah bosan mengajarkan pengikutnya untuk selalu memberi, bersadakah atau bahasa kita lagi-lagi menolong. Sampai saat ini, diantara pesan Nabi yang amat menggelitik adalah ketika beliau mengatakan kepada sahabat bahwa sadakah yang paling utama adalah air. Dalam kasus yang lain juga disebutkan bahwa Tuhan senantiasa memasukkan kita ke dalam Surga-Nya selama kita memberikan seteguk air minum kepada MakhlukNya.

Pesan Nabi diatas Secara esensial sangatlah relevensi dengan kondisi umat sekarang. Pasalnya, kita terlalu nyaman hingga melupakan saudara kita yang kehausan. Lihatlah saudara-saudara kita di daerah termarginal seperti pedalaman afrika dan sejenisnya. Jangankan mengkonsumsi makanan bergizi, seteguk airpun mereka sulit untuk meminumnya. Berbagai jenis makanan sulit didapatkan, minuman  jarang-jarang, apalagi mau shoping ke mol-mol besar.
Sementara dengan kita sendiri, puji syukur alhamdulillah masih diberi nikmat untuk bisa minum air sebanyak-banyaknya, makanan sudah ada, dan bahkan ketika rasa gak mod datang kita langsung terbang mendatangi restoran.

Air adalah segala-galanya, jangan pernah pelit untuk memberikannya. Pelit kepada orang lain berarti pelit kepada diri kita sendiri. Akhirnya, benang merah dari pembahasan diatas adalah bahwa kita sangat dianjurkan untuk bahu membahu kepada siapa saja yang kita hadapi baik manusia maupun hewan serta bersedakahlah meskipun hanya seteguk air karena bisa jadi kita tidak membutuhkannya tapi tidak dengan tetangga kita. 
_Wallahu a’lam_
Sumber
-              I’anah Tolibin jilid II : sayyid Abi Bakar Muhammad sato al dimyati
-              Bajuri jilid I : syekh ibrahim Al Bajuri
-              Slilit sang kiai : Emha Ainun Nadjib

By: Mukhtar Makin

Februari 15, 2018

,


Belajar adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh semua insan tanpa terkecuali, karena semua manusia yang terlahir di dunia ini semuanya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, layaknya sebuah USB ia masih kosong tidak terisi satu file pun. Ini senada dengan firman Allah Swt. Didalam surat al-Nahl:78. Allah Swt. Berfirman: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. Melalui ayat ini Allah selain memberikan informasi bahwa di awal kita keluar dari perut ibu kita (Baca: dilahirkan) kita berada dalam keadaan tidak tahu  sesuatu  apapun, Allah juga memberi tahu kita bagaimana kita bisa menggunakan fasilitas yang telah Allah sediakan untuk kita gunakan guna menghasilkan ilmu atau pengetahuan. Fasilitas itu adalah pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan hati.

Sebagian orang mengira bahwa belajar itu harus di tempat-tempat formal, seperti di sekolah, kampus dan tempat-tempat pengajian yang biasa diisi oleh Ustadz atau kiai. Mereka tidak menyadari bahwa selain di tempat-tempat itu mereka juga bisa belajar, menambah ilmu baru bagi mereka sebagai bekal untuk terus menjalani kehidupan mereka. Bahkan jika kita lihat, belajar diluar kelas itu lebih menyenangkan dan lebih santai karena diakui atau tidak tempat kita belajar juga mempengaruhi cepat tangkapnya kita dalam mendapatkan ilmu.

Sebagian lagi ada yang mengira bahwa belajar itu harus dari buku-buku pelajaran disekolah atau diktat di kuliah. Mereka tidak menyadari bahwa mereka juga bisa belajar dengan sesuatu yang berada di sekitarnya, apapun itu. bahkan dengan hanya melihat sesuatu yang ada di sekitar mereka, mereka bisa belajar kehidupan dengan hal tersebut. Seperti apakah contohnya?

Kemaren saya dan teman-teman di asrama mendapatkan rezeki sebuah roti cokelat dan ruz bil laban (bubur dicampur susu)yang diberikannya kepada kami. Roti dan ruz bil laban itu, keduanya rasanya manis akan tetapi rasa manis roti lebih tinggi dari ruz bil laban tersebut. Teman saya memakan roti itu dulu (yang rasanya lebih manis) baru dilanjutkan memakan ruz bil labannya. Nah disini teman saya ketika telah selesai memakan rotinya dan memulai memakan ruz bil labannya dia berkata: “kok rasanya kurangmanis ya?”. Padahal ruz bil laban yang dia makan itu sudah dicampuri dengan gula, dan juga sama dengan ruz bil laban­-ruz-bil laban ­seperti biasanya yang dia makan sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini dia mengatakan rasanya tidak manis. Mungkin pembaca sudah bisa menebak kenapa ia bisa mengatakan kurang manis. Ya karena sebelum dia memakan ruz bil labannya itu, dia memakan roti cokelat yang rasanya lebih manis dari ruz bil laban yang ia makan. Seandainya dia memakan ruz bil laban dulu sebelum kemudian memakan rotinya, maka kata ‘kurang manis’ itu tidak akan terucap dari teman saya itu.

Okey, pelajaran kehidupan seperti apa yang bisa kita ambil dari peristiwa di atas?

Di dalam hidup kita sering kali mendengar hidup enak dan hidup tidak enak. Hidup enak identik dengan hidup mewah berselimut harta. Sedangkan hidup tidak enak diartikan sebagai hidup dengan serba kekurangan. Orang yang sudah terbiasa hidup enak, ketika ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang berada di satu level dibawahnya, maka ia cenderung akan mengatakan “kok kehidupanku seperti ini ya, kurang enak?”, ia tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersabar dengan kehidupan yang sedang ia jalani. Jika ia bersabar, maka ia akan lulus dan akan dinaikkan kepada satu level lebih tinggi diatasnya. Jika tidak, maka ia akan tetap berada dilevel itu atau bahkan bisa dirutunkan ke satu level di bawahnya.

Di sisi lain, ketika seseorang terbiasa dengan kehidupan yang serba kekurangan, kemudian ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang mewah, maka dengan rasa tinggi hati ia akan mengatakan ‘Inilah kehidupanku!’, ia tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersyukur dengan nikmat yang telah Allah berikan, atau tidak. Jika ia lulus dan bersyukur maka ia akan diberikan kenikmatan yang lebih dari pada yang ia miliki. Jika tidak, maka Allah akan mencabut nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan digantikan dengan siksa yang pedih nanti di hari pembalasan.
Hidup tidak enak penulis kiyaskan denga rasa ruz bil laban yang rasanya manis, dan hidup enak penulis samakan dengan roti yang rasanya lebih manis daripada ruz bil laban.
Dari penjelasan di atas kita bisa menarik benang merah, bahwa belajar tidak hanya dengan buku-buku di sekolah akan tetapi juga bisa dengan apapun yang kita temukan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti kejadian diatas. Itu hanya satu dari sekian banyak contoh yang penulis temukan di dalam kehidupan penulis. Pembaca bisa menemukan contoh-contoh lain yag pembaca temukan di dalam kehidupan pembaca.

Kholillurrahman


Februari 14, 2018

,












Kontra lawan dari kata pro, kontara = tidak setuju, pro = setuju. Seseorang yang tidak sependapat dengan orang lain berarti kontra, dan orang yang tidak disetujui disebut sebagai sosok kontroversi/ tokoh kontroversi. Baik karena pendapatnya berbeda dengan mayoritas atau kebijakannya seringkali melawan arus. Dari sini, dapat dipahami bahwa pro dan kontra merupakan keniscayaan, sebagaimana perbedaan merupakan keniscayaan.

Kita tidak akan saling melengkapi jika kita semua sama, kita tidak akan berkembang tanpa perbedaan, kita tidak akan kaya budaya dan peradaban tanpa keragaman, kita tidak akan berbagi tanpa perbedaan. Itu artinya, tuhan mau kita berbeda, Dia ciptakan baik dan buruk, suci dan najis, bersih dan kotor, malaikat dan syetan, surga dan neraka. Namun Dia perintahkan kita pada yang baik tanpa yang buruk, pada yang suci bukan yang najis, pada yang bersih bukan yang kotor, pada bisikan malaikat bukan bisikan syetan, pada surga bukan neraka.

Maka sangat berbeda antara "Menciptakan " dan "Memerintahkan". Allah SWT Pencipta alam semesta baik dan buruk, karena Dia berhak atas segala keputusan-Nya. Namun Dia hanya memerintahkan pada yang baik dan melarang dari yang buruk, karena Dia-lah Penguasa yang sesungguhnya. Allah SWT berfirman:

ۗ  اَلَالَـهُ الْخَـلْقُ وَالْاَمْرُ  ۗ  تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ

" Ingatlah! Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Maha Suci Allah, Tuhan seluruh alam."
(QS. Al-A'raf 7: Ayat 54)

Allah ciptakan manusia tidak seperti malaikat yang selalu dalam ketaatan dan tak bisa berbuat kemaksiatan, dianugerahinya kemampuan memilih kebaikan dan keburukan sebagai keistimewaan dan kelebihan manusia dari makhluk ciptaan Allah yang lain. Perbedaan pendapat dan pandangan disebabkan perbedaan tingkat pemahaman, perbedaan tingkat pemahaman disebabkan perbedaan tingkat keilmuan dan pengetahuan.

Setiap orang memahami sesuai keilmuan dan pengetahuannya, semakin berilmu dan banyak belajar, semakin bijaksana dan tidak mudah mempertentangkan perbedaan. Karena pertentangan terjadi disebabkan kebutaannya pada cara pandang orang lain, karena sempitnya pandangan dan wawasannya sendiri.

Sebagaimana perkataan Plato yang dikutip Imam Muhammad Abu Zahra dalam bukunya yang berjudul  " "تاريخ المذاهب الإسلاميةYang artinya : (( Sesungguhnya tidak semua orang bisa menepati kebenaran secara utuh, tidak juga menepati kesalahan secara utuh. Tetapi, setiap orang bisa salah dari satu sisi, dan bisa benar dari sisi yang lain. Sebagaimana sekumpulan orang buta yang mendekati se ekor gajah, lalu setiap mereka meraba salah satu dari anggota tubuh gajah itu dengan tangannya. Kemudian mereka menggambarkan bentuk gajah sesuai yang dirabannya. Maka orang yang meraba kakinya berpendapat: “bentuk gajah panjang bundar seperti batang pohon”. sedang yang meraba punggung gajah berpendapat: “bentuknya seperti bukit yang tinggi”. dan yang meraba telinganya berpendapat: “bentuk gajah lebar dan tipis”. Dan semuanya telah menyampaikan sesuai pengetahuannya, dan semua saling menyalahkan yang lain, lalu menuduh saudaranya telah salah dan bodoh dalam mendefinisikan gajah. Maka lihatlah bagaimana kebenaran menyatukan mereka, dan lihatlah kebohongan dan kesalahan menjadi perpecahan! !))

Lalu Imam Muhammad Abu Zahra berkata, " Kebanyakan perbedaan bukan karena kesamarannya, melainkan karena setiap pihak tidak mengetahui cara pandang saudaranya sehingga pandangan mereka berbeda dalam satu permasalahan. Dari itulah Socrates berkata, " Jika diketahui titik permasalahan, pasti tak akan terjadi pertentangan."

Yang ingin disampaikan disini bukan persoalan pro dan kontra, bukan pula sisi perbedaan dan kesamaan, karena semua ini merupakan keniscayaan yang tidak perlu dipertentangkan. Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah  "persatuan" yang seringkali diabaikan karena terlalu ambisi mempertahankan pendapatnya sendiri, lupa saudaranya sendiri. Melihat lawan bicaranya sebagai musuh bahkan melebihi musuh, dianggapnya syetan tidak ada kebaikan sedikitpun dalam dirinya - ditolak segala pendapat dan argumentasinya dianggapnya mungkar, dan pendapatnya sendiri makruf dan kebenaran sehingga yang dipupuk perpecahan untuk membinasakan persatuan.

Kita semua pasti tahu pepatah berikut, tetapi sering kita abaikan - انظرماقال ولاتنظرمن قال -
Lihat apa yang disampaikan namun jangan lihat siapa yang menyampaikan”. Andai setiap kita memahami dan menerapkan betul-betul nilai yang terkandung, pasti yang lahir toleransi dan kasih sayang, bukan kebencian, permusuhan dan pertikaian penyebab perpecahan.

Maka, sebelum mengkritik atau anti pada seseorang, yang paling pertama dan utama yang mesti diperhatikan adalah diri kita. Tanyakan, "Siapakah diri anda, pelajar atau pendidik?”. Sehingga jelas posisi anda yang sebenarnya, pelajar tugasnya belajar dan mengumpulkan ilmu pengetahuan sebanyak mungkin, bukan mengkritik seorang ilmuan yang sudah jauh lebih tinggi dan luas ilmu pengetahuan dan wawasannya dari anda. Dalam masyarakat saja, anak kecil yang berusaha menasehati orang tua akan menjadi lelucon, meskipun yang disampaikannya kebenaran. Karena anak tidak diperhitungkan. Nasehat dan argumentasi akan diperhitungkan bila datang dari orang yang sederajat keilmuan dan kedudukannya.

Karena, seorang ilmuan menyampaikan pendapatnya secara ilmiah, mereka punya data yang bisa dipertanggung jawabkan. Bahkan, dalam penyampaiannya dia menggunakan kosa kata yang sesuai, dan sangat berhati-hati dalam berpendapat dan bersikap. Dan semua itu tidak ada dalam diri orang kebanyakan/awam, mereka hanya bisa berkata "katanya dan kabarnya", ketika dimintai data yang valid mereka akan berkata, " tidak tahu/itu yang saya tahu/itu yang saya dengar/itu yang dikatakan guru saya/pokoknya begitu pendapat saya masa bodoh dengan orang lain/ dsb”. Untuk menutupi kebodohannya dan kesalahannya.

Kontra bukan berarti salah, boleh jadi benar dalam kondisi tertentu. Kontroversi bukan berarti mutlak tertolak, boleh jadi kontroversi dalam satu persoalan, namun tidak lantas mengklaim semua pendapatnya kontroversi. Kita boleh berbeda pendapat bahkan berseberangan, tetapi jangan sampai menjadikan kita buta, tuli, dan bisu pada kebenaran yang datang dari sosok yang kita anggap kontroversi dalam satu dua tiga persoalan saja.

Karena jika demikian, berarti kita tidak bijak menilai sesuatu, mengukur kebenaran dari tokoh, bukan mengukur tokoh dengan kebenaran itu sendiri. Sebagaimana Sayyidina Ali Ra berkata – لايعرف الحق بالرجال , اعرف الحق تعرف اهله - "Kebenaran tidak diketahui dari tokoh, maka kenalilah kebenaran itu niscaya kau akan kenali ahlinya”. Tentunya dengan terus belajar dan mengamalkannya, belajar untuk memperbaiki diri sendiri sebelum memberikannya untuk orang lain.

Ketika menemukan sesuatu yang kontroversi, dan semua pihak merasa paling benar. Sebisa mungkin hindari kebencian, keangkuhan, fanatisme dan perpecahan dengan berkata: "Kamu bisa jadi yang benar, bisa jadi aku yang salah, atau sebaliknya. Kita semua berusaha mencari kebenaran." Sebagaimana Allah Mengajarkan kita dalam Al-Qur'an untuk tetap menghargai keyakinan orang yang tidak seiman sebagai saudara sesama makhluk, apalagi dengan saudara seiman dan sesama makhluk . Allah SWT berfirman:

قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ  قُلِ اللّٰهُ   ۙ  وَاِنَّاۤاَوْاِيَّاكُمْ لَعَلٰى هُدًى اَوْفِيْضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ

"Katakanlah (Muhammad), Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi? Katakanlah, Allah, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata."

(QS. Saba' 34: Ayat 24).

Wallahua'lam bis-showab.

By: Muhammad Amien Ghazali

Februari 13, 2018

,




























Asa yang dulu redup, kini mulai terang berenergikan cinta
Bak pucuk dedaunan, menjalar menjulang mengikuti sinar cahaya
Aku hanyalah bagian dari tetes ilmu
Sedang dirimu jauh melebihi bentang sagara luas samudera
Tuhan, anugerahkanlah kami untuk senantiasa tepat menunaikan panggilanMu...

                               ***
                Usai subuh pada musim dingin kala itu, diriku lebih memilih untuk memanjakan diri dengan dekapan hangat selimut serta ingin melanjutkan mimpi yang sempat terpotong, dari pada sekedar memuroja'ah hafalan. Kantuk yang memang tak tertahankan saat jama'ah mengiringi alunan merdu ayat-ayat al-Qur'an bacaan syeikh Mahmud Shaleh sebagai imam sholat, kini tak bisa kutahan lagi. Tak lupa alarm ponselku kuaktifkan, agar bangun tepat waktu dan tidak terlambat untuk kuliah. Benar saja, alarm membangunkanku tepat waktu, 07:30 Clt. Segera kuambil handuk menuju hammam (KM) yang hanya berada disamping kamarku.

                Jam 08:05 Clt. diriku baru keluar dari sakan, tempat aku tinggal. Salam sapa memang biasa saling terlontar dari para penghuni mulai dari lantai empat dimana aku tinggal sampai lantai paling dasar. Menunjukkan keakraban dalam ukhuwah meski kebanyakan dari mereka beraneka ragam ras dan budaya yang berasal dari negeri tanah kelahiran masing-masing. Perbedaan kulit dan lisan tak menjadikan saling membenci, tetapi bersatu dalam naungan persaudaraan seagama dan seiman.

                Dari waktu yang biasa, jam 08:10 adalah waktu yang cukup pagi untuk pergi ke Darrasah dimana aku belajar di Al-Azhar as-Syarief University, sebuah universitas Islam tertua di dunia dan sebagai kiblat ilmu pengetahuan agama. Dibangun pada masa daulah Fathimiyah (970~972/975 M) dengan manhaj Syi'ahnya yang kemudian dapat ditaklukkan sekaligus dirubah 100% menjadi Ahlus Sunah wal Jama'ah (Aswaja) oleh sang panglima tangguh Salahuddin al-Ayyubi (pertengahan abad 21).
Pada hari-hari itu, berbagai instansi pendidikan sudah mulai aktif kembali setelah lumayan lama liburan. Para pegawai sudah mulai bekerja ditempat masing-masing dan berbagai profesi lainnya sudah kembali pada aktifitas mereka sebagaimana sedia kala. Sudah sekitar seperempat jam berlalu, diriku berdiri berjejer menunggu datangnya bus di mahathah Muqatham. Terhitung sudah dua bus kota dengan jurusan "Sayidah Aisyah" kubiarkan begitu saja dengan suasana berebutan dan desak-desakan lengkap dengan kepulan polusi bercampur debu jalan. Ahhh, membuatku badmod saja melihat pemandangan itu. Mana mau aku beradu sigap untuk menaiki tangga pintu bus dengan badan super orang-orang Mesir, kenak senggol dikit bisa kelenger(pingsan,red)aku. West dah, disamping harus ngalah pada para ibuk-ibuk lansia yang tak jarang juga berebut masuk bus, kasihan dan ku utamakan mereka sebagai bentuk memuliakan orang tua. Berjalan saja mereka tertatih-tatih karena memang sudah sepuh dan dengan berat badan yang memang cukup lumayan, iya sebagaimana umumnya orang Arab.

Nah, Alhamdulillah kali ini bus ketiga kulihat dari kejauhan nampak dari kaca transparannya, penumpang tidak begitu penuh seperti bus satu dan dua tadi. Dan benar setelah semakin mendekat, memang lumayan sepi. Namun tidak kebagian tempat duduk tetap saja berlaku padaku, hemm... sehingga harus bergelantuang ditengah-tengah diantara dua apitan kanan-kiri. Ya begitulah.. bukan suatu masalah bagiku, asal cepat nyampek tujuan agar tidak telat masuk kuliah. Dan ternyata dugaanku kali ini meleset. jalan raya penuh, juga disesaki pejalan kaki serta ramai dengan suara kendaran-kendaran baik jenis mobil pribadi maupun angkot, inilah potret kota metropolitan. Ditambah dengan dengkingan klakson yang saling bersahut-sahutan layaknya bunyi gendang terompet dalam medan perang, mencekam, bising, polusi dan lain lain. Achh.. menyebalkan sekali macet ini.!

Kekesalanku juga dilengkapi dengan penat karena terlalu lama berdiri. Namun seketika menjadi teduh saat melihat seorang ibuk dengan putranya yang masih sekitar umur empat tahunan dalam pangkuannya, bercanda ria penuh kedekatan emosional kasih sayang, dibelainya, diciumnya dan digelitiknya penuh manja. Lamunanku langsung terbayang pada emak dan adek sulungku dikampung, kangen rasanya pada mereka. Aku tetap mengintip pemandangan indah itu dari celah-celah punggung penumpang didepanku sambil menikmati bayang-bayang rindu pada keluarga. Semoga semua keluargaku selalu sehat dan baik, walau aku masih belum bisa berkumpul bersama mereka dalam berbagai kesempatan.

Laju bus yang kutumpangi tak ubahnya bekicot sawah, sangat pelan. Sudah barang tentu karena efek macet panjang kala itu. Sesampainya pada tujuan pertama di Jl. Sayidah Aisyah, untuk ke kampus harus naik Tramko lagi dengan jurusan Darrasah. Tak lama aku segera menaiki Tramko dengan arah yang kutuju. Mulus, tenang dan lumayan kenceng disertai dengan lantunan tembang merdu nasyid "Qomarun" oleh Musthofa Atheif dari radio tramko yang baru ku tumpangi. Sang nasyid Mesir yang sering konser diberbagai negara termasuk di tanah air Indonesia. Tiba-tiba duarrrrttt...

Seisi tramko pada gelagapan atas insiden pristiwa itu. Kaca mobil, lampu depan kanan hancur, dan ditambah lecet-lecet dibagian lain. Sedangkan mobil yang satunya lumayan parah karena ditabrak tepat di bagian body mobil, ringsek. Sempat aku pikir meski akan dibawa kebengkel Ketok Magic sekalipun, takkan halus seperti sediakala. Rupanya telah terjadi tabrakan. Tetapi syukur tidak sampai ada korban jiwa.

Hal demikian, sudah tentu akan menimbulkan percekcokan dahsyat. Ya begitulah, kayaknya mereka memang sangat suka gaduh dan ribut dari pada berbicara secara baik-baik penuh santun. Keadaan mencekam, misuh dan segala jenis umpatan kasar saling mereka lontarkan. Juga sesekali ada yang mencoba melerainya dengan memandu kata "Shollu 'alaa sidnan Nabi!",  suasana tenang seketika seraya menjawab sholawat terhadap Nabi Muhammad Saw. Tak lama kemudian umpat-mengumpat terulang kembali; Yahrib baitak!, Yabnal kalb!, Kusy ummak !! dll. begitulah yang kutangkap dengan keterbatasan bahasa 'Ammiyahku. Sungguh membuatku sangat kesal untuk sekedar mendengarkannya.

Dalam hal ini, aku tak bisa mengaplikasikan metodologi seorang Ibn Taimiyah (udah pada tahu siapa Dia kan? he h) dalam konteks dakwahnya. "Jika engkau mengingkari/benci terhadap hal yang mungkar, maka engkau adalah termasuk dari bagian mungkar itu". Mungkin hal ini ada korelasinya terhadap manhaj dakwah islam sebagaimana telah disabdahkan oleh Nabi Saw. yaitu "Jika engkau menemukan suatu kemungkaran maka rubahlah (bukan hindari; Red) dengan tangan (kekuasaan), kemudian secara lisan (peringatan/nasihat), kemudian dengan hati. Mungkinkah maksud dari cara terakhir ini (dengan hati) hanya harus mengingkari saja? atau maksudnya adalah merubah dengan hatii (tasawuf) adalah menunjukkan paling kuatnya iman serta lebih utama dalam menyikapi suatu kemungkaran? karena secara tekstual Hadist, disana tertulis "Isyarah ba'idah" yaitu "Dzalika". Dan akupun lebih condong menerima penjelasan ini. Tetapi yang jelas, perlu kawan-kawan untuk mentela'ahnya kembali.

Kulihat jam sudah 09:15 Clt. mereka masih saling bersitegang meluapkan kemarahan satu sama lain, tampak beringas dan angkuh. Sedangkan jam kuliahku untuk mata kuliah pertama biasanya sudah dimulai dari lima belas menit berlalu. Terbayang bagaimana nanti rawut muka Duktur Rajab al-Anshor, dosen terkiler, pengampu fan "Ilmu Lughah" menanggapi keterlambatanku ini, sebagaimana yang sudah-sudah.

"Laa ilaaha illah, Astaghfirullah al-adzim.., Sur'ah hayyamsyih yasto..! gumam lirih seorang mahasiswi bercadar tepat disebelah kiriku, mungkin ia juga sedang terburu-terburu. Pada akhirnya sumpah serapah mereka bisa dilerai dengan datangnya seorang Potlantas sehingga bisa diatasi dengan cermat. Dan dapat dibuktikan bahwa hal itu memang atas keteledoran dari sang sopir satunya.
Hachhh... Kesialanku tak hanya cukup pada insiden meyebalkan tadi. Tak lama aku turun dari Tramco menyusuri gang menuju kampus, terdenging klakson sedan hitam dari arah 100 meter dibelakangku. Seketika aku menoleh dan segera menepi meski aku sangat terburu-buru. Terlihat dua pemuda berkaca mata didalam mobil itu. Sambil membuka kaca pintu mobil, salah satu dari mereka menyapaku.

Pemuda I : " Ya baalii... Whire ar yu kum brom?!" dengan bahasa Inggris yang 100% sangat amburadul sambil terbahak-bahak penuh sinis. awalnya jelas tak bisa ku pahami.
Aku : "Leih ih..? Inta 'Auz ih lau samah ? ketusku
Pemuda II: "Hach.. maa yanfash, Kherban lak, Huusy! dengan nada tinggi. Kemudian mereka berlalu seraya menutup kaca mobil. Akupun masih bengong memikirkan apa maksudnya sekaligus kesal melihat perlakuan menyebalkan mereka padaku.
    
Nah, sebuah kesempatan dan saatnya ku balas mereka sekarang, mumpung sedang antri dipintu gerbang untuk parkir. Aku lewat disamping mereka penuh cuek, dan kupukul bagian depan mobil mereka dengan tangan terbuka. Serentak mereka berteriak lantang, " Iihh daa ?! mereka memanggilku. Ku hiraukan saja panggilan mereka sambil mempercepat langkah khawatir keburu dikejar hehe.. Sepertinya mereka kesal juga dengan tindakanku tadi. Dan semakin jauh tak jelas mereka ngomel apa, aku hanya balas dengan kepalan tangan jempol kebawah. Ha ha... Yes aku puas sekali, aku menang kali ini. Tapi nggk tahu apa jadinya nanti...

***
Saudaraku
Waktumu adalah harga dirimu
Yang harus kau selalu bela dan kau junjung
Konsistensi adalah tanggung jawabmu
Yang kan kau jadikan setiap kesempatan sebagai peluang
Dan tak kan pernah kau biarkan ia mubadzir terbuang

Saudaraku...
Waktumu adalah pembelajaran
Dengan semangat dan giat
Tentu ilmu kan cepat kau dapat
Karena waktumu adalah pengetahuan maka tanpanya kau kan hanya tampak sebatangkara tanpa kawan
Serta waktumu adalah bait-bait doa
Untuk selalu kau panjatkan
Sebagai makhluk mungil taat berTUHAN
                              ***
                    Kairo, 01 Oktober 2017 M.
NB:
- Sakan : Asrama mahasiswa
- Clt : Cairo location time
- Mahathah : Terminal/Pangkalan bus
- Yaa Baalii : Hai dekil...
- Yahrib baitak : Semoga rumahmu roboh
- Yabnal kalb : Anak anjing
- Leih ih, 'Auz iih : Mau apa sih?!
- Maa yanfash, Kherban lak Huush! : Udah, nggk penting, cepet minggir brengsek!
- Iih daa...  : apa-apaan ini ?!
- Sur'ah hayyamsih yasto! : Ayok cepat berangkat pak sopir

*Di Mesir, engkau akan temukan para penduduknya yang gemar membaca, mengkhatamkan, serta háfidina lilQur'an. I Love Egypt

Oleh: Gubahan A Bas S


Februari 12, 2018

,










Pada abad kedua puluh ini, seluruh dunia terutama ummat islam sudah mulai terhegemoni oleh sebuah pemikiran yang penulis anggap sudah melenceng jauh dari konstitusi islam, baik secara politis maupun dogmatis yang dalam hal ini banyak terpropagandai oleh pihak luar(external),termasuk diantaranya adalah sebagian orientalis-missioniris yang memang inisiatif mereka ingin menghancurkan islam secara perlahan. Hal ini menurut penulis termasuk suatu hal yang wajar, sebab itu merupakan instrument lama yang bangkit kembali dan akan berlanjut ila yawmil qiyamah. Bahkan pada masa Nabipun sudah banyak terjadi bak air bah yang turun dari lereng gunung dengan pelbagai modus yang mereka tampilkan.   Pada masa setelah nabi wafat telah muncul seseorang yang mengaku islam, padahal sebenarnya dia tidak lebih baik dari seekor srigali berbulu domba semisal Abdullah bin saba yang telah membuat keruh perjalanan islam kala itu dengan berbagai propagandanya.

                Hal yang tidak wajar ini merupakan sebagaian pengaruh(hegemoni) dari mereka terhadap ummat islam. Buktinya, banyak mereka yang islam, cuman segala hukum yang ada dalam islam yang sudah jelas-jelas ditetapkan oleh syari’ mau dirombok, direvisi, atau bahkan di dekonstruksi menjadi sebuah hukum fleksibel atau sebuah hukum yang menyulutkan kontrofersi berantai yang biasa disebut dengan “pemecah belah ummat”. Suatu saat mereka mengenyampingkan istilah-istilah dalam ushul fiqh terutama hukum qiyas(nadzzomiyah, dzohiriyah, dan sebagian ahli syi’ah). Tapi dilain waktu pada kondisi dan situasi berbeda mereka malah menggunakannya. Suatu hal yang sangat tidak menggambarkan kekonsistenannya dalam berfikir.

                Dalam masalah ini, penulis klasifikasikan dua contoh yang berkaitan dengan timbulnya pengaruh dari internal islam itu sendiri:

1.       Pada kisaran antara abad pertama dan ke10 terutama dalam masalah theologi, umat islam merundung pilu. Sebab, yang asal mulanya mereka selalu meyakini terhadap apa-apa yang ditetapkan Nabi dan tidak mempermasalahkannya. Namun pada masa selanjutnya, mereka mendapatkan berbagai masalah baru yang tidak cukup dipecahkan dengan satu malam, dua malam bahkan satu bulanpun. Mereka butuh beberapa bulan, tenaga, dan kertas yg dihabiskan hanya untuk memecahkan satu permasalahan saja. Tapi tidak sedikit juga diantara pemikiran mereka malah tidak memuaskan bahkan cendrung melambung jauh dari doktrin-doktrin islam. Semisal: syi’ah rofidloh(extrem)yang disinyalir ajarannya keluar dari islam dan tashowwuf hulu(inkarnasi)dengan pernyataannya tuhan berwujud pada diri manusia, yang kemudian dibantah oleh kaum Mu’tazilah dan Sunni.

2.    Pada kisaran antara abad ke16 sampai sekarang, mulailah umat islam berani bermanuver dalam pembaharuan hukum islam menjadi sebuah hukum baina-baina atau abal-abal yang tidak terdeteksi kevaliditasannya dengan cara menjungkir balikkan sebuah fakta yang tersirat dalam al Quran maupun hadits berdasarkan akal pemikiran mereka(rasio)tanpa mempedulikan metode pengambilan hukum dari sumbernya. Semisal: kelompok SPILIS (Sekularisme, pluralisme, dan libralisme).

Tidak salah, kalau Bernard Lewis menyindir ummat islam dengan sebuah pernyataannya bahwa: “pada abad ke20 ini, kayaknya ada yang salah pada dunia Islam dibandingkan dengan rivalnya yaitu Kristen”. Suatu pernyataan orientalis yg pernah saya  baca  dari buku teman, dan alhamdulillah masih ingat sampai sekarang.

Ketika penulis analisa dari pernyataan Bernard lewis itu, ternyata rasa-rasanya memang benar adanya. Terbukti dengan berbagai konflik yang terjadi didunia islam yang menurut hemat penulis merupakan sebuah propaganda yang memang dirancang oleh orang- orang diluar islam untuk memicu terjadinya konflik antara kelompok-klelompok islam, terutama dikalangan Negara-negara Arab. Mereka para cebong-cebong missionaris sengaja terus menggelitik negara-negara arab dengan sistem kerjasamanya, baik dibidang pertahanan atau ekonomi yang harus mengorbankan kewibawaannya demi kemakmuran negaranya saja, tanpa berfikir akan implikasi terhadap negara-negara tetangganya. Bahkan tidak jarang ditelinga atau mata kita mendengar atau melihat di medsos terjadinya disintegrasi sosial sesama negara Arabnya. Kita pasti tidak ingin melihat kembali lembaran-lembaran sejarah tentang hancurnnya hadlarah islamiah di Asbania dan Saqolli terulang kedua kali pada zaman ini. Pada  waktu itu mereka missionaris berpura-pura bermuamalah baik dengan ulama muslim dan mengambil ilmu darinya, tapi pada akhirnya mereka malah membunuhnya dan merampas kitab-kitab hasil jerih payahnya tanpa ada belas kasihan, dan rasa menyesal sama sekali, setelah mereka meneguk air dari hasil keringat ulama kita. Sungguh biadab.

Tidak hanya diranah politik saja, mereka juga berani menyelinap di berbagai sektor, bahkan dalam ranah ideologi. Dengan kefanatikan dan kerasnya negara-negara Arab dalam berkomitmen, apalagi menyangkut keyakinan atau agama, hal ini dijadikan momentum lezat atau lahan empuk oleh mereka untuk memuluskan misinya yaitu menghancurkan negara-negara Islam khususnya negara Arab dengan cara perlahan, dan terstruktur rapi. Buktinya, ketika ada ikhtilaf antara kedua negara, atau isme-isme dalam satu negara, entah itu dalam masalah keyakinan, furu atau hal-hal yang berkaitan dengan agama. Maka hal tersebut sangat sulit  diselesaikan dalam satu majlis saja, ditambah lagi adanya pengaruh dari orang luar untuk semakin dibesar-besarkan hingga terjadilah pergesekan tidak hanya batin saja tapi juga pergesekan dzohir antara keduannya. Tidak hanya sampai disitu saja, mereka juga sengaja menyalurkan amunisi dengan mudah bahkan gratis teradap keduannya, bertujuan agar semakin bertambahnya kecamuk atau gejolok diantara keduanya, dan tidak sidikit pula ada yang sampai saling membunuh. Sedangkan mereka cebong-cebong duduk empuk diatas kursinya dengan sebotol khomer dan dayang-dayang cantiknya menonton dan menertawakan hal tersebut.

                Terlepas dari pembahasan negara-negara Arab karena kita bukan orang, dan islam tidak hanya di Arab, terlebih-lebih kita juga tidak mau jadi orang Arab. kita selaku ummat islam pada umummnya, apalagi seorang Mahasiswa atau semi-mahasiswa sekalipun seperti saya atau temen-temen lain yang nota bane dengan keilmuan dan pemikirannya, harus juga berani berfikir bagaimana kita kedepannya, kontribusi apa yang harus kita berikan pada islam, khususnya di Negara kita NKRI. Kita tidak boleh pasrah dan terlena dengan waktu, kemalasan dan keenjoyan kita, kita harus memproklamerkan dan mengebarkan kesemangatan dan hittloh kita dalam segala hal demi kemaslahatan kita sendiri dan islam pada umummnya, Karena kita tidak akan mungkin hidup sendiri tanpa interaksi sosial dengan orng lain. Interaksi sosial tidak akan efektif kecuali dengan ilmu. Sedangkan ilmu tidak akan didapat kecuali dengan semangat dan rajin. dan semangat itu tidak akan didapat kecuali dengan akal dan badan yang sehat. Saya masih ingat dengan suatu bait yang disamapikan dulu oleh ustadz saya ketika masih di pondok dan masih terngiang di benak saya sampai sekarang:
بقدرالكد تكتسب المعالي # ومن طلب العلا سهر اليالي

Sebelum akhir penulis hanya ingin menyampaikan: “orientasikanlah apa yang sudah menjadi tanggungan dan beban kita  Melalui hukum-hukum syari’at yang sudah berdasarkan konsensus ulama’ dengan tanpa mengeyampingkan hukum-hukum kontemporer yang sudah ditarjih olenya. Kita tidak usah mendalami atau mempreteli sebuah permasalahan dalam islam secara mendalam sekali(mendalami hal-hal yang yang sudah qoti)dengan tujuan untuk menyelisihi masyayikh kita, atau hanya untuk mencatutkan nama sebagai salah satu diantara deretan pemikir dunia islam, yang sebagian diantara pemikirannya malah melengserkan terhadap pemahaman yang sudah kita yakini bersama menjadi sebuah pemahaman berbau libral wa akhwatuha, terutama dalam suatu masalah yang sangat sensitif akan timbulnya perpecahan dan perselisihan. Kadang pula sekalipun dia tidak SPILIS bahkan masih sepaham dengan masyayikhnya, orang yang sudah ikhlas menegukkan air jernih dari dalam lumbungnya terhadap dia, tpi kenyataanya setelah dia merasa dahaganya sudah hilang, dia malah menyinyir bahkan menendangnya. Biasa kita sebut dengan istilah “kacang lupa kulitnya”. Naudzu billahi min dzalik.

Syahdan cukuplah Ilmu yang kita dapatkan(ilmu yang baik) itu dijaga dan diamalkan disetiap detak jantung dan langkah kita, menjaga integritas dan keutuhan islam serta mampu menjadi kader-kader duta islam guna mengislamkan orang-orang diluar sana sebagaimana berbagai ekspansi yang sudah dilakukan oleh Nabi dan sahabat lainnya dalam menegakkan agama Allah diberbagai benua. Semoga kita semua mendapat syafaatnya dan bisa mengikuti jejaknya li I’lai kalimatillah. Amien.
               
By: Zainul Muttaqin

Follow Us @soratemplates