Februari 15, 2018

Belajar Kehidupan dari Sepotong Roti



Belajar adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh semua insan tanpa terkecuali, karena semua manusia yang terlahir di dunia ini semuanya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, layaknya sebuah USB ia masih kosong tidak terisi satu file pun. Ini senada dengan firman Allah Swt. Didalam surat al-Nahl:78. Allah Swt. Berfirman: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. Melalui ayat ini Allah selain memberikan informasi bahwa di awal kita keluar dari perut ibu kita (Baca: dilahirkan) kita berada dalam keadaan tidak tahu  sesuatu  apapun, Allah juga memberi tahu kita bagaimana kita bisa menggunakan fasilitas yang telah Allah sediakan untuk kita gunakan guna menghasilkan ilmu atau pengetahuan. Fasilitas itu adalah pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan hati.

Sebagian orang mengira bahwa belajar itu harus di tempat-tempat formal, seperti di sekolah, kampus dan tempat-tempat pengajian yang biasa diisi oleh Ustadz atau kiai. Mereka tidak menyadari bahwa selain di tempat-tempat itu mereka juga bisa belajar, menambah ilmu baru bagi mereka sebagai bekal untuk terus menjalani kehidupan mereka. Bahkan jika kita lihat, belajar diluar kelas itu lebih menyenangkan dan lebih santai karena diakui atau tidak tempat kita belajar juga mempengaruhi cepat tangkapnya kita dalam mendapatkan ilmu.

Sebagian lagi ada yang mengira bahwa belajar itu harus dari buku-buku pelajaran disekolah atau diktat di kuliah. Mereka tidak menyadari bahwa mereka juga bisa belajar dengan sesuatu yang berada di sekitarnya, apapun itu. bahkan dengan hanya melihat sesuatu yang ada di sekitar mereka, mereka bisa belajar kehidupan dengan hal tersebut. Seperti apakah contohnya?

Kemaren saya dan teman-teman di asrama mendapatkan rezeki sebuah roti cokelat dan ruz bil laban (bubur dicampur susu)yang diberikannya kepada kami. Roti dan ruz bil laban itu, keduanya rasanya manis akan tetapi rasa manis roti lebih tinggi dari ruz bil laban tersebut. Teman saya memakan roti itu dulu (yang rasanya lebih manis) baru dilanjutkan memakan ruz bil labannya. Nah disini teman saya ketika telah selesai memakan rotinya dan memulai memakan ruz bil labannya dia berkata: “kok rasanya kurangmanis ya?”. Padahal ruz bil laban yang dia makan itu sudah dicampuri dengan gula, dan juga sama dengan ruz bil laban­-ruz-bil laban ­seperti biasanya yang dia makan sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini dia mengatakan rasanya tidak manis. Mungkin pembaca sudah bisa menebak kenapa ia bisa mengatakan kurang manis. Ya karena sebelum dia memakan ruz bil labannya itu, dia memakan roti cokelat yang rasanya lebih manis dari ruz bil laban yang ia makan. Seandainya dia memakan ruz bil laban dulu sebelum kemudian memakan rotinya, maka kata ‘kurang manis’ itu tidak akan terucap dari teman saya itu.

Okey, pelajaran kehidupan seperti apa yang bisa kita ambil dari peristiwa di atas?

Di dalam hidup kita sering kali mendengar hidup enak dan hidup tidak enak. Hidup enak identik dengan hidup mewah berselimut harta. Sedangkan hidup tidak enak diartikan sebagai hidup dengan serba kekurangan. Orang yang sudah terbiasa hidup enak, ketika ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang berada di satu level dibawahnya, maka ia cenderung akan mengatakan “kok kehidupanku seperti ini ya, kurang enak?”, ia tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersabar dengan kehidupan yang sedang ia jalani. Jika ia bersabar, maka ia akan lulus dan akan dinaikkan kepada satu level lebih tinggi diatasnya. Jika tidak, maka ia akan tetap berada dilevel itu atau bahkan bisa dirutunkan ke satu level di bawahnya.

Di sisi lain, ketika seseorang terbiasa dengan kehidupan yang serba kekurangan, kemudian ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang mewah, maka dengan rasa tinggi hati ia akan mengatakan ‘Inilah kehidupanku!’, ia tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersyukur dengan nikmat yang telah Allah berikan, atau tidak. Jika ia lulus dan bersyukur maka ia akan diberikan kenikmatan yang lebih dari pada yang ia miliki. Jika tidak, maka Allah akan mencabut nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan digantikan dengan siksa yang pedih nanti di hari pembalasan.
Hidup tidak enak penulis kiyaskan denga rasa ruz bil laban yang rasanya manis, dan hidup enak penulis samakan dengan roti yang rasanya lebih manis daripada ruz bil laban.
Dari penjelasan di atas kita bisa menarik benang merah, bahwa belajar tidak hanya dengan buku-buku di sekolah akan tetapi juga bisa dengan apapun yang kita temukan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti kejadian diatas. Itu hanya satu dari sekian banyak contoh yang penulis temukan di dalam kehidupan penulis. Pembaca bisa menemukan contoh-contoh lain yag pembaca temukan di dalam kehidupan pembaca.

Kholillurrahman


1 komentar:

  1. Sebuah anologi yg coba dikolerasikan antara suatu hal yang hanya mengenyangkan menjadi sebuah makna kehidupan yg sangat berharga, yang penuh dg hikmah.....

    BalasHapus

Follow Us @soratemplates