Belajar adalah sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi oleh semua insan tanpa terkecuali, karena semua manusia yang terlahir di dunia ini semuanya dalam keadaan tidak tahu apa-apa, layaknya sebuah USB ia masih kosong tidak terisi satu file pun. Ini senada dengan firman Allah Swt. Didalam surat al-Nahl:78. Allah Swt. Berfirman: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. Melalui ayat ini Allah selain memberikan informasi bahwa di awal kita keluar dari perut ibu kita (Baca: dilahirkan) kita berada dalam keadaan tidak tahu sesuatu apapun, Allah juga memberi tahu kita bagaimana kita bisa menggunakan fasilitas yang telah Allah sediakan untuk kita gunakan guna menghasilkan ilmu atau pengetahuan. Fasilitas itu adalah pendengaran (telinga), penglihatan (mata), dan hati.
Sebagian orang mengira bahwa belajar itu harus di
tempat-tempat formal, seperti di sekolah, kampus dan tempat-tempat pengajian
yang biasa diisi oleh Ustadz atau kiai. Mereka tidak menyadari bahwa selain di
tempat-tempat itu mereka juga bisa belajar, menambah ilmu baru bagi mereka
sebagai bekal untuk terus menjalani kehidupan mereka. Bahkan jika kita lihat,
belajar diluar kelas itu lebih menyenangkan dan lebih santai karena diakui atau
tidak tempat kita belajar juga mempengaruhi cepat tangkapnya kita dalam
mendapatkan ilmu.
Sebagian lagi ada yang mengira bahwa belajar itu
harus dari buku-buku pelajaran disekolah atau diktat di kuliah. Mereka tidak
menyadari bahwa mereka juga bisa belajar dengan sesuatu yang berada di
sekitarnya, apapun itu. bahkan dengan hanya melihat sesuatu yang ada di sekitar
mereka, mereka bisa belajar kehidupan dengan hal tersebut. Seperti apakah
contohnya?
Kemaren saya dan teman-teman di asrama mendapatkan
rezeki sebuah roti cokelat dan ruz bil laban (bubur dicampur susu)yang diberikannya
kepada kami. Roti dan ruz bil laban itu, keduanya rasanya manis akan
tetapi rasa manis roti lebih tinggi dari ruz bil laban tersebut. Teman
saya memakan roti itu dulu (yang rasanya lebih manis) baru dilanjutkan memakan ruz
bil labannya. Nah disini teman saya ketika telah selesai memakan rotinya
dan memulai memakan ruz bil labannya dia berkata: “kok rasanya kurangmanis
ya?”. Padahal ruz bil laban yang dia makan itu sudah dicampuri dengan
gula, dan juga sama dengan ruz bil laban-ruz-bil laban seperti
biasanya yang dia makan sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini dia mengatakan
rasanya tidak manis. Mungkin pembaca sudah bisa menebak kenapa ia bisa
mengatakan kurang manis. Ya karena sebelum dia memakan ruz bil labannya
itu, dia memakan roti cokelat yang rasanya lebih manis dari ruz bil laban yang
ia makan. Seandainya dia memakan ruz bil laban dulu sebelum kemudian
memakan rotinya, maka kata ‘kurang manis’ itu tidak akan terucap dari teman
saya itu.
Okey, pelajaran
kehidupan seperti apa yang bisa kita ambil dari peristiwa di atas?
Di dalam hidup kita
sering kali mendengar hidup enak dan hidup tidak enak. Hidup enak identik
dengan hidup mewah berselimut harta. Sedangkan hidup tidak enak diartikan
sebagai hidup dengan serba kekurangan. Orang yang sudah terbiasa hidup enak,
ketika ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang berada di satu level dibawahnya, maka
ia cenderung akan mengatakan “kok kehidupanku seperti ini ya, kurang enak?”, ia
tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersabar dengan kehidupan yang
sedang ia jalani. Jika ia bersabar, maka ia akan lulus dan akan dinaikkan
kepada satu level lebih tinggi diatasnya. Jika tidak, maka ia akan tetap berada
dilevel itu atau bahkan bisa dirutunkan ke satu level di bawahnya.
Di sisi lain, ketika seseorang terbiasa dengan
kehidupan yang serba kekurangan, kemudian ia ‘diuji’ dengan kehidupan yang
mewah, maka dengan rasa tinggi hati ia akan mengatakan ‘Inilah kehidupanku!’,
ia tidak sadar bahwa ia sedang diuji apakah ia bisa bersyukur dengan nikmat
yang telah Allah berikan, atau tidak. Jika ia lulus dan bersyukur maka ia akan
diberikan kenikmatan yang lebih dari pada yang ia miliki. Jika tidak, maka
Allah akan mencabut nikmat yang telah diberikan kepadanya, dan digantikan
dengan siksa yang pedih nanti di hari pembalasan.
Hidup tidak enak
penulis kiyaskan denga rasa ruz bil laban yang rasanya manis, dan hidup
enak penulis samakan dengan roti yang rasanya lebih manis daripada ruz bil
laban.
Dari penjelasan di
atas kita bisa menarik benang merah, bahwa belajar tidak hanya dengan buku-buku
di sekolah akan tetapi juga bisa dengan apapun yang kita temukan di dalam
kehidupan kita sehari-hari. Seperti kejadian diatas. Itu hanya satu dari sekian
banyak contoh yang penulis temukan di dalam kehidupan penulis. Pembaca bisa menemukan
contoh-contoh lain yag pembaca temukan di dalam kehidupan pembaca.
Kholillurrahman
Sebuah anologi yg coba dikolerasikan antara suatu hal yang hanya mengenyangkan menjadi sebuah makna kehidupan yg sangat berharga, yang penuh dg hikmah.....
BalasHapus