,
Terdengar isak
tangis seorang bocah di salah satu sudut
bangunan beranyaman bambu. Mengadu kepada alam akan kesedihannya menjalani
kehidupan barunya di pesantren. Bahkan Sudah dua hari ia mengurung diri di
kamarnya. Setelah seminggu sebelum
itu ayah & ibunya memondokannya
di salah satu pesantren daerah jawa. Dengan
harapan masa depan anaknya kelak lebih baik dari mereka. Menjadi anak yang
sholeh, sopan, amanah serta berguna bagi nusa dan bangsa. Lantas datanglah
salah satu santri senior menghampiri dan menghiburnya. “sampeyan harus sabar, nggak betah di pondok
itu hal yang lumrah. hidup di pondok sebenarnya menyenangkan. Cobalah keluar
dan bergabunglah dengan teman-teman disana. Apa sampeyan nggak bosan di kamar
terus?”.
Ia pun berhenti menangis dan mulai merenungi apa yang di bicarakan seniornya
itu.
Suasana di pesantren adalah hal yang baru
baginya. ia merasakan keadaan yang berbeda dari sebelumnya saat di rumah. Ia
melihat kerumunan para santri beriringan menuju sekolah dengan membawa beberapa
kitab tanpa tas gendong yang lumrahnya di pakai seorang pelajar. terdengar juga
lantunan ayat suci al quran yang berasal dari bangunan sekolah yang dibaca para
santri sambil menunggu gurunya. Sholat berjamaah lima waktu. Dan tentu banyak hal-hal
lain Yang menjadi ciri khas budaya pesantren yang berbeda dengan sekolah yang di luar.
Berbanggalah mereka yang menjadi santri. Karena merekalah tergolong orang yang
di kehendaki baik oleh Allah swt. Memperlajari ilmu agama. Dan merekalah calon
ulama yang merupakan pewaris nabi Saw. Pesantren inilah yang Mencetak insan baik, berakhlak mulia, berkualitas serta berguna
bagi bangsa & Negara”. Ia jadi teringat pesan dari ayahnya, “Masa
mudamu akan di mulai disini nak,
ukirlah dengan baik,
kamu sendiri yang akan menentukan seperti apa masa depanmu kelak. Syubbanul
yaum rijalul ghad. pemuda sekarang adalah generasi masa depan, kamu harus rajin
belajar, jangan bolos sekolah, asah kemampuanmu disini, patuhi semua perintah
kiyai dan ikuti semua aturan yang ada di pesantren ini”.
Sejak saat itu ia lalui Hari-hari di pesantren
di bawah bimbingan kiyai dan gurunya di sekolah. Dengan teman-temannya ia Belajar bersama. ia pun sadar, dan berhenti
mengurung diri di kamarnya. ia mulai aktif mengikuti kegiatan di pesantren dan
sekolah. Di pesantren ia aktif di program tahfidz
al quran & bahasa
Arab, dan di sekolah ia menjadi anggota OSIS Aliyah. Jenjang pendidikan di pesantren ini
lengkap. Dari ibtidaiyah sampai perguruan tinggi. Semua yang ada di pesantren ia anggap keluarga kedua baginya.
Dalam satu kesempatan ketika ia memasuki kelas XII Aliyah,
ia terpilih menjadi salah satu delegasi pesantren mengikuti lomba debat bahasa
arab MTQ tingkat nasional yang biasa
diselenggarakan tiga tahun sekali. Ia
lolos sampai babak final. Lawan tandingnya kali ini adalah kelompok putri. Tema perlombaan
saat itu ialah “Mahar politik”. Kesempatan pertama di isi oleh
pihak lawannya. Mereka mulai memperkenalkan satu per satu, kemudian menjelaskan dan mengupas tuntas tema pelombaan tersebut dan memepertahankan argumentnya. mereka menyampaikannya dengan lugas. kelompok Fajar
sedikit kagum akan kepandaian dan
kelihaian musuhnya dalam mengulas tema tersebut. Dan dalam
kesempatannya, ia dan kelompoknya tak mau kalah. mereka juga mengurai tema perdebatan kali ini dengan baik. lebih terperinci dari
musuhnya. Dan membantah pendapat lawannya dengan data-data yang akurat. Bahkan Logat mereka tak kalah dengan orang arab asli. Perlombaan
kali ini memakan waktu hingga satu setengah jam lebih. Dan Di akhir perlombaan, para
juri memutuskan kelompoknya
lah yang menjadi
juara 1 lomba debat b arab. Dari semua itu Fajar
tetaplah rendah hati. Ia tidak berlebihan dalam menanggapinya. Semua itu tidak
lain adalah karunia dari Allah Swt untuknya yang patut ia syukuri.
Singkat cerita, beberapa tahun kemudian ia akhirnya lulus kuliah setelah
tujuh tahun lamanya di pesantren dengan menjadi wisudawan dengan nilai terbaik
seangkatannya. Ia juga telah menjadi seorang Hafidz Al Quran. Setelah itu ia berkeinginan mengabdikan dirinya di
pesantren. Ia beranggapan
semua apa yang di perolehnya selama di pesantren adalah amanah yang harus ia
sebarkan kepada orang
lain. dan hal itu
menjadi kenyataan. pengurus pesantren merekrutnya
menjadi guru sekolah di bagian putri . “Ustad Fajar, pak kiyai menunjuk sampeyan untuk
mengajar & membimbing kelas XII Aliyah bagian putri, di sana kekurangan
tenaga pengajar, bagaimana sampeyan siap?” ucap salah satu pengurus
kepadanya. Karena memang saat itu keahliannya (Tafsir & Bahasa Arab) benar-benar
di butuhkan. “insya Allah, kalau hal ini sudah perintah langsung dari kiyai
insya Allah saya siap ustad” jawabnya. akhirnya ia laksanakan amanah dari kiyai
dengan niatan mengabdikan dirinya di pesantren. Karena ia yakin semua perintah kiyai tentu ada
hikmah di dalamnya.
Hari pertama memasuki area sekolah bagian putri saat menuju kelas ia berpapasan dengan wanita anggun nan cantik. Ia hanya melihat sekilas
dan kembali menundukan pandangannya. Tak lama kemudian ia tersentak kaget setelah
wanita tadi menyapanya. “assalamu’alaikum,
masih ingat dengan saya?” Mendengar pertanyaan wanita itu ia beranikan
diri membalikan badan dan melihatnya kembali. Ia mulai sedikit ingat wajah
wanita yang berada di depannya itu. ternyata ia adalah wanita yang menjadi
lawan debatnya dulu saat lomba. ia tampak berbeda dari sebelumnya. ia tambah
anggun,cantik dan sedikit lebih tinggi dari sebelumnya. pantas lah ia tidak
mengenali dan lupa dengannya. karena pertemuan mereka hanya sekali saat lomba. itu
pun beberapa tahun yang lalu. “Waalaikum
salam, kalau tidak salah Sampeyan yang ikut lomba debat
bahas arab dulu
ya, kenapa bisa ada di sini?” wanita itu tersenyum. “kebetulan Saya mengumpulkan data di
pesantren ini untuk di jadikan bahan penelitian penulisan skripsi saya, kebetulan
ayah saya alumni sini. Besok lusa insya Allah saya
balik ke kalimantan” pungkasnya. Sudah setengah bulan ia di pesantren tersebut. Atas petunjuk dari ayahnya. “Semoga sukses dan lancar skripsinya”. tutur si Fajar. Di susul
perkataan ”Aaamiin” dari Wanita itu sekaligus mengakhiri perbincangan
mereka. terdengar bel tanda di mulainya jam pelajaran di sekolah itu. Ia pun segera memasuki kelas XII Aliyah. mengajar dan
menerima setoran hafalan Al Quran tiap dua hari.
Hari–harinya Selain mengajar di sekolah Ia menjadi Khadim
(pembantu) kiyai. belanja kebutuhan dapur ke pasar tiap pagi. mencucikan
pakaian. menyapu halaman rumah (dhalem) tiap sore. membersihkan toilet. Semua
kebutuhan yang berhubungan dengan kiyai ia kerjakan. Ia menjadikan semuanya itu
sebagai tanda terima kasih terhadap gurunya yang telah mendidik dan membimbingnya
sehingga ia menjadi seperti sekarang.
Ia juga tergolong orang yang bertanggung jawab dalam
menjalani amanah. sekecil apapun amanah itu akan ia penuhi dan laksanakan
dengan tanggung jawab yang luar biasa. Dan Terbukti kurang lebih selama setahun mengajar, banyak anak didiknya berhasil
menyelesaikan hafalan Al Quran dengan lancar dengan bimbingannya.
Suatu ketika ia di panggil mengahadap kiyai dan ditanyai beberapa hal. “kamu ini sudah dewasa, apakah tidak ada keinginan untuk
menyempurnakan agama mu?, saya rasa sudah saatnya kamu menikah. ” ia pun kaget mendengar pertanyaan tersebut.
“mohon maaf sebelumnya kiyai, saya
sendiri belum siap mengenai hal ini, sebab saya hanya pemuda miskin, belum
punya penghasilan yang cukup untuk membangun keluarga” . jawabnya. “nggak usah memikirkan itu.
Kehidupanmu bisa di bangun dengan baik. Kamu orangnya amanah. saya berencana menjodohkanmu dengan wanita pilihan saya ,ia wanita yang
baik,sholehah, cantik dan pintar. kebetulan ayahnya meminta saya untuk mencarikan
pemuda yang pas untuk
anaknya. ia hanya mengharapkan pemuda yang sholeh serta amanah untuk putrinya. siapapun itu. dan saya anggap kamu adalah orang yang pas untuknya”. ia pun bingung dan heran atas
pernyataan
kiyai. “berikan saya waktu untuk, saya ingin berdoa dulu mohon petunjuk dari Allah guna menindak lanjuti hal ini”. jawabnya dengan nada lembut
tanda takdim seorang murid kepada gurunya.
Ia pun mulai beristikhoroh. memohon petunjuk kepada Allah tiada
henti dan akhirnya
datanglah hidayah agar ia meneruskan apa yang di perintahkan kiyai.
Dan betapa kagetnya
ia di sertai rasa bahagia setelah mengetahui wanita
pilihan untuknya ternyata adalah Aisyah yang tak lain lawan tandingnya dulu saat lomba. Inilah Kehendak Allah Swt. Dan inilah balasan bagi hamba-Nya yang Amanah dan patuh
terhadap guru. Tiada henti terucap kalimat Tasbih dan Syukur darinya. Pernikahan
mereka di laksanakan dengan lantunan indah surah Ar-Rahman yang di bacakan oleh
Fajar sebagai maharnya beserta mushaf Al Quran dan dua cincin Emas.
Oleh: Syarif