,
Dimanakah Allah ?
Oleh : M. Abdul Malikul Ngibad
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Kuasa lagi Maha
Sempurna, segala puja dan syukur tetap untuk-Nya. Sholawat beserta salam selalu
tercurahkan kepada insan pilihan, Rasulullah Muhammad Saw. Alhamdulillah atas
segala nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada kita, sehingga kita dapat
beraktivitas seperti sekarang ini dalam keadaan sehat sentosa.
Seiring berjalannya waktu, berjalan pula umur kita, berjalan
pula sebuah zaman, dengan artian, zaman ini akan segera berakhir, dan mendekati
kehancuran. Seperti yang banyak kita temui, akhir-akhir ini masih banyak orang
yang bertanya tanya tentang keberadaan Allah SWT. Seperti pertanyaan yang pasti
akan kita dengar dari bibir mungil anak-anak kita kelak, “Umi, abi, dimanakah
Allah?”, bagaimana jawaban yg tepat untuk mereka? Kita dapat menjawab dengan
bahasa yang mudah dipahami bahwa Allah SWT itu tidak seperti apa apa, dan tidak
sama dengan siapa-siapa dan apa apa, seperti yang telah difirmankan dalam
kitab-Nya :
ليس كمثله شيء وهو السميع البصير(الشورى : 11)
Lalu, ketika
umurnya sudah beranjak remaja, jelaskan
pula bahwa tidak baik bahkan tidak boleh membayangkan Dzat Allah SWT khususnya keadaan
dan bentuk dari Allah SWT. Karena ini merupakan sesuatu yang amat bahaya bagi
iman kita, karena dianggap menyamakan Allah dengan mahluk-Nya. Selanjutnya
jelaskan pula bahwa wujud Allah itu bisa kita rasakan melalui kekuasaan Allah dan tanda
tanda Keagungan-Nya. Agar bertambah kadar keimanan kita terhadap Sang Khaliq.
Adapun mengenai
pertanyaan pertanyaan lain tentang hai’ah
atau kondisi Allah sendiri, maka kita terangkan bahwa
Allah bersifat :
واجب الوجود لايجوز عليه العدم
“Allah itu pasti ada dan tidak mungkin tidak ada “
وأن الغير ليس مؤثرا في وجوده تعالى, فلايعقل أن يؤثر في
وجوده و صفاته الزمان و المكان
“Sesungguhnya
segala jenis perubahan tidak berpengaruh terhadap wujud Allah SWT. maka mustahil berubahnya waktu dan tempat
mempengaruhi wujud Allah SWT”
Bahkan, pertanyaan seperti diatas
sesungguhnya kurang pantas diajukan, karena pada hakikatnya segala sesuatu yang
berhubungan dengan tempat ataupun waktu itu adalah sesuatu yang baru (hadistah),
dan sesuatu yang baru adalah mahluk. Seperti langit, jika muncul
pertanyaan “dimanakah langit?” jika dilihat dari sudut pandang manusia, maka
jelas, bahwa langit itu diatas. Tetapi, jika dilihat dari sudut pandang langit
itu sendiri, maka ia tetap ada dibawah, karena masih ada banyak sesuatu diatasnya.
Para muslim dan mukmin,
meyakini bahwa Allah SWT. itu Qaadim atau Dahulu, dengan artian dahulu
yang tidak ada permulaannya atau dalam bahasa turatsnya
هو عدم الأولية للوجود
Seperti dalam firman-Nya surat Al Hadid ayat 3 “هو الأول” dan seperti
yang dikatakan baginda Nabi SAW:
أنت الأول فليس قبلك شيء
Makna kalimat awwal disini adalah tidak ada sesuatu sebelumNya
ataupun adanya sesuatu yang muncul bersamaan dengan-Nya. Dan sifat Qaadim Allah juga termasukمخالفة الحوادث dengan artian berbeda
dengan mahluk secara keseluruhan sebagaimana yang telah disebutkan pada
surat As Syuro ayat sebelas diatas dan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Ubay
bin Ka’b :
يامحمد انسب لنا ربك فأنزل الله عز وجل (قل هو الله أحد, الله الصمد) قال :
الصمد الذي (لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد) لأنه ليس شيء يولد إلا سيموت وليس شيء يموت إلا سيورث وأن الله لايموت ولايورث (ولم
يكن له كفوا أحد) قال : لم يكن له شبيه ولا عدل و ليس كمثله شيء
Maka dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Allah SWT tidak boleh disamakan dan disifatkan dengan suatu keadaan (sifat mahluk).
Dan jika ada pertanyaan yang berkaitan dengan sifat dzat Allah SWT, maka pertanyaan
tersebut adalah salah, karena dimana dan bagaimanapun sifat makhluk hanya pantas disandingkan kepada makhluk itu sendiri.
Semoga apa yang kami
tuliskan menjadikan pedoman dan tambahan wawasan bagi kami khususnya dan kepada pembaca sekalian umumnya, dan
semoga menjadi manfaat bagi kita semua.
*Sumber dan referensi :
Kitab Fatawa An-Nisaa Karangan Maulana Syeikh Nuruddin Ali Jum’ah
والله أعلم بالصواب