Juli 19, 2018

Hakikat Gombal














Gombal adalah salah satu jurus terampuh seorang pria untuk menaklukkan hati wanita yang dicintainya. Tidak sedikit wanita yang terkena sihir maut dari rayuan gombal yang didayukan kepadanya. Kalau kita melihat di KBBI, kata kunci ‘Gombal’ memiliki dua arti:

 pertama, kain yang sudah tua (sobek-sobek) dan yang kedua, adalah bohong; omong kosong. Tentu, yang akan penulis bahas disini adalah makna yang kedua, yaitu gombal yang bermakna perkataan yang tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya. Lalu bagaimanakah tinjauan syariah terhadap kata-kata gombal ini? Apakah ada dalil yang membolehkan? Jika iya, apakah hukum kebolehan ini umum untuk semua orang tanpa terkecuali, dalam artian semua orang boleh melakukannya, atau hukum kebolehan ini hanya dikhusukan kepada orang-orang tertentu?

Islam adalah agama yang syāmil. Ia mencover seluruh masalah-masalah yang manusia hadapi di dalam kehidupan mereka. Tidak ada satu masalahpun yang luput dari ruang lingkup bahasan agama samawi ini. Bahkan terhadap masalah yang kelihatanya kecil (sepele) yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang tapi tidak banyak yang menyadari bahwa Islam ternyata juga dengan manhajnya yang mutakāmil telah membahasnya dengan rapi.

Didalam sebuah hadist Rasulullah saw bersabda: Semua perkataan dusta akan ditulis sebagai keburukan kecuali dalam tiga keadaan: Pertama, kebohongan yang dilakukan oleh seorang tentara perang yang ditawan musuh untuk menyembunyikan strategi rahasia-rahasia pasukannya yang diketahuinya. Kedua, kebohongan yang dilakukan seorang untuk mendamaikan dua kubu yang berseteruh. Ketiga, kebohongan yang dilakukan seorang suami untuk menyenangkan hati isterinya.(HR. al-Thabrani).

Lebih lanjut di dalam kitab ihyā’ ‘ulûm al-dîn yang ditulis oleh Abu Hamid al-Ghazali disebutkan: Suatu ketika Sayyidina Umar ra marah kepada isteri dari Ibn Abi Udzrah al-Du’ali dikarenakan ia mengatakan dengan berterus terang kepada suaminya bahwa ia tidak mencintainya. Lalu perempuan ini bertanya heran kepada Sayyidina Umar. “Apakah saya akan menjawabnya dengan kebohongan ketika ia bertanya kepadaku wahai amîr al-mu’minîn?” kemudian Umar berkata “Iya, berbohonglah. Ketika salah satu diantara kalian (para isteri) tidak mencintai suami kalian, maka janganlah kalian mengungkapkannya, karena rumah tangga yang mengantarkan kepada kebahagiaan adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dibawah naungan Islam.

Dari hadis diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa model kebohongan yang diperbolehkan. Diantaranya (yang berkaitan dengan bahasan kita kali ini) adalah kebohongan (atau boleh kita mengistilahkannya dengan kegombalan, karena pada dasarnya makna dari kata gombal itu sendiri –seperti yang penulis singgung diatas– adalah kebohongan) seorang suami kepada isteri tercintanya dengan tujuan membuat hatinya senang penuh dengan kegembiraan ketika mendengarnya. Maka seorang suami diperbolehkan mengeluarkan kata-kata manis bernada gombal untuk membuat suasana romantisme pasangan suami isteri lebih indah dengan berlandaskan dalil dari hadis diatas.

Namun, perlu digaris bawahi bahwa kebolehan diatas tidak menyeluruh kepada semua orang. Disitu ada batasan (qayyid) yaitu hanya diperuntukkan kepada pasangan suami isteri dan tidak diperbolehkan untuk kalangan muda-mudi untuk mempraktekkan ini di dalam hubungan mereka yang belum sah. Nah solusinya untuk bisa boleh yaitu dengan mengikat hubungan tersebut dengan tali pernikahan. Dengan demikian ketika sudah sah menjadi pasutri (pasangan suami isteri) maka ia (isteri atau suami) boleh menggombali pasangannya bahkan dengan kata-kata yang tidak sebenarnya.

Oleh: Kholil Zd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates