Februari 24, 2020

,

Hal menarik yang perlu diangkat ke khalayak umum untuk diperbincangkan secara intens; bagaimana atau dari mana asal usul keyakinan terhadap eksistensi tuhan? Karena memang perihal keyakinan atau akidah orang awam khususnya, masih hangat diperdebatkan: apakah keyakinan itu timbul dari dasar hati nurani yang didasari logika, atau hanya mengikuti nenek moyang mereka?

Dalam kehidupan terdapat dua hukum yang mesti keberadaannya: pertama, Hukum Kausalitas, kedua, Hukum Teleologi. Dalam hal ini Dr. Muhammad Abdullah Diraz hadir sebagai orang yang mengenalkan kedua konsep tersebut dalam buku yang bertajuk al-Din, ia menjelaskan bahwa setiap sesuatu tidak mungkin ada dengan sendirinya tanpa sebab dan asal-muasal yang mempengaruhinya keberadaanya. Keberadaan kita sebagai manusia keberadaannya tergantung dari hubungan ayah dan ibu, kakek dan nenek dan seterusnya hingga sampai pada satu titik yang menjadi awal dari segalanya. Selanjutnya kehidupan sendiri mempunyai hukum atau undang-undang yang mengatur segala aspek perbuatan di dunia yang berakhir kepada suatu tujuan yang pasti.

Pada awalnya Konsep ini terlihat hampir sama seperti daur dan tasalsul dalam istilah ilmu kalam, namun keduanya mustahil, karena tidak berakhir kepada suatu tujuan yang pasti melainkan keduanya terus berputar pada porosnya sendiri. Berbeda dengan hukum kausalitas dan teleologi yang dikemukakan oleh Muhammad Abdullah Diraz di atas.

Keyakinan terhadap eksistensi tuhan sebenarnya merupakan sebuah fitrah manusia mulai ia lahir. Keyakinan itu sudah tertanam rapi seperti gubus-gubus kecil dalam sendi-sendi otak mereka, hanya saja dalam mengekspresikan keyakinan itu terkadang masih menemukan jalan buntu sehingga kebanyakan dari mereka tertipu atau terjebak dalam pemikiran atheisme yang mengingkari keberadaan tuhan.

Latar belakang maraknya atheisme ditandai dengan cara pandang orang yang gagal paham atau paham gagal tentang teks keagamaan, kemudian pemahaman itu banyak dikonsumsi oleh kalangan orang masih dangkal pemahaman dan pemikirannya terhadap agama. Kemudian disampaikan di atas podium-podium dakwah kepada orang-orang awam. Hal seperti ini banyak terjadi belakangan ini, bahkan mayoritas masyarakat lebih suka belajar kepada orang yang baru masuk Islam dari pada belajar kepada orang yang lebih dulu memeluk agama Islam yang kualitas ilmunya tak diragukan lagi.

Bagaimanapun, sejauh manusia berfikir, mereka tidak akan sampai pada hakikat wahyu —pemikiran manusia sangat pendek dan terbatas. Ia tidak mampu menembus cakrawala semesta yang begitu luas membahana untuk sampai kepada Sang Pencipta. Oleh karenanya, Allah mengutus para utusan untuk membimbing mereka kepada jalan yang lurus, jalan menuju Sang Pencipta.

Rumus yang meliputi setiap elemen-elemen pengetahuan untuk sampai kepada sang pencipta, yaitu: keyakinan + undang-undang = agama = Sang Pencipta.


Tabik,

Achmad Sholehuddin

Februari 19, 2020

,

Teriakan seorang yang umurnya tidak terlalu muda terdengar dari kejauhan, dengan nada agak sedikit keras dan tajam. Tertuju pada seorang pemuda yang ada di pinggir jalan yang sedang asyik bersantai dan berfoya-foya seraya menikmati sunrise pada sore hari menjelang magrib tiba. Teriakan terdengar lagi dari seorang laki-laki tua menggema dengan nada teguran dan sedikit mengoyak hati pemuda yang rambutnya sedikit berbeda karena diwarnai dengan aneka warna.

Teriakan itu mungkin bertujuan untuk menegur dan menyalahkan tingkah-laku para anak muda tersebut, agar mereka berhenti melakukan hal-hal yang luar dari norma baik. Seorang dari generasi sebelumnya mengatakan: "Anak muda sekarang ya kelakuannya minta ampun." Diucapkan dengan nada seakan-akan dirinya tidak punya tanggung jawab apapun terhadap anak-anak milenial itu.

Mungkin kalau melihat dari tujuan dari generasi Old ini terhadap generasi jaman Now, sangatlah baik, bahkan pantas. Tapi, apakah mereka pernah berpikir mengapa mereka (generasi Milenial ini) melakukan hal tersebut? Atau, sudah benarkah cara menyikapinya dan bagaimana seharusnya teguran itu disampaikan? Ini yang menjadi permasalahan.

Generasi hari ini adalah keberlanjutan dari generasi sebelumnya. Setiap generasi punya warisan watak dan krakter berbeda dari generasi yang lain. Maka tidak heran bahwa setiap generasi punya permasalahan dan tanggung jawab masing-masing terhadap zamannya. Di sini yang harus digaris bawahi, bahwa setiap generasi mempunyai tanggung jawab besar terhadap generasi setelahnya. Oleh karena itu generasi pendahulu harus meletakkan rasa kepedulian dan rasa kepunyaan yang besar terhadap generasi selanjutnya ini.

Hal paling penting yang wajib dilakukan oleh generasi Old adalah memahami permasalahan yang terjadi terhadap para milenial ini, baik yang berhubungan dengan perbuatan, harapan mereka, faktor-faktor yang bisa membahagiakan mereka, serta sebab-sebab pembangkangan yang mereka lakukan. Salah total jika generasi awal ini menampakkan rasa ketidakpedulian dan kebodohan terhadap apa-apa yang terjadi pada mereka anak baru gede ini. Bukan semerta-merta hanya menegur tanpa punya dosa.

Termasuk kesalahan generasi Old, jika ia tidak berusaha memahami bahwa generasi sekarang punya tanggung jawab besar terhadap zaman yang mereka jalani dan zaman yang akan datang. Maka oleh karena itu penting kiranya ada perhatian khusus terhadap hal-hal yang menunjang kemajuan dan bergeraknya daya berpikir dari masing-masing anak milenial ini dalam menjalani hidup yang baik. Jika hal ini dilakukan akan ada ketersambungan—baik dari generasi hari ini ke generasi setelahnya dan tidak akan ada yang disalahkan dalam permasalahan apapun.

Kalau kita berusaha menarik lagi dari sejarah awal, bahwa Nabi pun sangatlah memperhatikan para anak muda pada saat itu. Dibuktikan dengan adanya beberapa sahabat yang masih muda diberikan tanggung jawab atas mengerjakan sesuatu—baik yang berkaitan dengan tanggung jawab memimpin kaumnya ataupun menyampaikan ajaran Agama. Dan itu sudah terjadi begitu banyak tanpa dijelaskan di sini. (Bisa dilihat di beberapa kitab sejarah, misal Fiqh as-Siroh an-Nabawiah milik Syaikh al-Buthi).

Hal yang harus dikoreksi kembali juga oleh generasi awal, ialah memahami sikap mereka sendiri dalam mengatasi permasalahan dan ketidakpatuhan generasi jaman Now, serta memedulikan mereka dengan memberi kepedulian khusus. Agar nantinya tidak akan terjadi semacam 'perang dingin' dan ketidakpedulian serta munculnya kebencian antara generasi Old dengan generasi jaman Now.

Habib Ali Jufri dalam kitab al-Insaniyah Qobla at-Tadayyun, berusaha memberikan solusi terhadap permasalahan ini, dengan cara membuka pintu dialog antara generasi Old dengan generasi jaman Now dalam menuntaskan permasalahan ini. Mestinya harus dengan cara dialog yang dihias dengan rasa cinta dan kasih sayang, dialog yang menghasilkan solusi bukan melahirkan masalah baru, dialog yang berusaha memuliakan akal anak muda, menganggap mereka ada dan peduli. Bukan teriakan keras dan tajam.

Sikap ini pernah dilakukan oleh Nabi kita Muhammad saw. Di suatu ketika, Muazin Rosul mengumandangkan azan dengan gagahnya di depan Mekkah pasca penaklukan. Tiba-tiba ada segerombolan anak muda kota ini mengikuti suara dari muazin tersebut dengan maksud mengolok-olok. Kemudian Rasul memanggil dan menyuruh mereka untuk mendengarkan azan. Ternyata ada salah satu dari anak muda ini mempunyai suara yang sangat merdu, bergegas Nabi memanggilnya: "Ta'al (kemari)," ucapnya. Seraya Rasul memberikan tempat duduk di dekat beliau pada si pemuda tersebut, dan mengusap ubun-ubun dia sambil mengajarkan kalimat azan yang baik. Dan Rasul berkata kepadanya: "Pergilah, dan kumandangkan azan di Bait al-Haram." Kemudian Rasul mengangkat dia sebagai muazin tetap di kota Mekkah al-Mukarromah. Karena kejadian ini, yang awalnya pemuda ini sangat membenci Nabi berubah menjadi tumpukan rasa cinta dan kasih sayang terhadap beliau, Nabi bergelar rahmatan li al-'Alamin. Pemuda ini bernama Abu Mahdzurah al-Jumahi.

Begitu lembutnya sikap baginda Rasulullah dalam mendidik dan mengajarkan sesuatu pada anak muda. Lemah-lembut menghadapi kerasnya bebatuan, memberikan cahaya cinta dan kasih sayang, memberikan segelas air di gurun pasir yang gersang. Maka Kami sebagai umatnya, patut dan harus meneladani Nabi kita Muhammad saw. dalam bersikap dan di segala tindakan kita, termasuk mendidik anak muda.
Sekian.

Tabik,

Oleh : Fadal Mohammad

Februari 16, 2020

,

Pesan dari para pendahulu: kunci pertama yang kamu harus raih tuk tinggal Mesir adalah Sayyidina Husein. Kemudian Ahli Bait yang lain, para wali dan ulamanya—baik yang di Mesir sendiri atau yang pendatang dan menetap sampai akhir hayatnya. Mereka semua ibarat pemilik rumah yang harus kamu ketok pintunya, dimintai izin ketika hendak memulai tinggal menjadi khadim ilmu di negeri Seribu Menara ini.

Melanjutkan sunah baik ini, kawan-kawan dari Forum Silaturahmi Keluarga Besar Al-Khairat (FOSIKBA), kemarin,15/02/20, mengelar acara yang oleh sementara kawan-kawan menyebut Rihlah Ruhaniyah.

Saya senang dengan penyebutan itu. Karena begini, sekarang ini eranya anak-anak muda milenial KAYAK KITA (sengaja saya kapital, upaya mengingatkan yang muda lah harusnya yang bertanggung jawab pada kehidupan hari ini dan selanjutnya. Hanya yang muda yang mampu menyelamatkan WAG keluarga dari berita bohong. Tapi standarnya, muda yang tidak baperan bila ditanya-tanya urusan pasangan, muda yang benar-benar otw, ketika bilang otw) hobinya Traveling, selfi-selfi di tempat bagus, kemudian lanjut berbagi kebahagian pada sobat rebahan di Medsos. Jika sudah begini, bahagia sudah.

Kami yang sangat paham dengan keadaan sendiri. Kami begitu tau bagaimana cara bahagia. Kami hidup dengan cara kami sendiri.

Traveling yang kami inginkan, tak melulu menghadirkan kesenangan sebentar, lalu hilang begitu saja. Bukan itu. Jalan-jalan kami memiliki tujuan mulia, ialah menyemai tumbuhnya bibit baru kecintaan kita pada ilmu. Oleh karena itu, dibacakan biografi, perjalanan keilmuan, kiprah, dan karya peninggalan ulama yang kami ziarahi.

Kecintaan pada ilmu akan kuat, bila mata kami sendiri yang menyaksikan begitu gagahnya, kokoh dan besar bangunan keilmuan para pendahulu kami. Bukannya berbangga-bangga dengan bangunan itu, semata kami takut tak mampu merawat agungnya peninggalan berharga ini, yang kelihatannya sudah mulai lapuk di bagian sudut-sudutnya.

Dengan begitu, kawan-kawan pantia dari Humas menamai acara ini: Rihlah Ruhaniyah.

Yang tak kalah pentingnya, kita juga bisa bersenang-senang, sama seperti mereka, lalu tak lupa berbagi pada sobat rebahan di seluruh penjuru dunia via story WA masing-masing. Senangnya bukan main.

Rihlah kesempatan ini, dimulai dari makam Sidi Ibnu Athaillah, pemilik kitab Hikam yang kata ulama: seandainya bacaan al-Quran dalam salat dapat diganti selainnya, maka yang paling pantas sebagai gantinya adalah untaian-untaian kalam Hikam ini.

Seusai mengucap salam pada beliau, kami baca surah Yasin bersama yang dipandu oleh Ust. Bukhari Muslim, lalu dilanjut doa. Sebenarnya kita ingin lebih lama bersama Sidi Ibnu Atahillah, namun apalah daya, kami sudah ditunggui oleh para peziarah lain. Sudah berkali-kali kami diingatkan oleh penjaga makam. Memang jumlah kami sekitar 40-an lebih, otomatis sekali duduk tempat ziarah sekitar makam langsung penuh. Karena tempat-tempat ziarah di sini memang sempit, tidak seluas di Indonesia—mampu menampung ratusan pengunjung sekaligus.

Pikir saya dari awal, ziarah ini ingin diciptakan semeriah mungkin tanpa mereduksi tujuan awal. Semua kawan-kawan ikut bahagia. Di perjalanan ketawa-ketawa tak apa. Ini jalan kaki. Jauh pula.

Seusai baca Yasin, kawan-kawan dari Humas yang menyediakan konsumsi gaduh, ambiyarrr...telah terjadi tragedi, kuaci seberat 1kg ketinggalan di titik kumpul awal, di Sayyidah Asiyah. Saya ketawa maksimal, meskipun sebagian saya tahan, karena masih di dalam Masjid menunggu adzan Zuhur berkumandang. Saya ketawa memandang respon muka kawan-kawan. Sudah hampir pasti terpikir, di benak saya dan kawan-kawan, tanpa kuaci perjalanan ini pasti menjengkelkan dan melelahkan.

Mulailah di antara mereka yang berada di tempat kejadian,  saling menyalahkan dengan nada bercanda, memancing-mancing emosi; siapa kiranya yang paling bertanggung jawab untuk menjadi bahan kacoan (olok-olok) sepanjang perjalanan nanti, sebagai ganti kuaci yang tidak jadi menemani perjalanan ini. Semua pada tau, kuaci itu punya peran penting keberlangsungan acara ini. Kuaci lah kuncinya, pegal-pegal yang nyut-nyutan di kaki itu, mau diajak kompromi bertahan sampai destinasi terakhir.

Azan Zuhur berkumandang, pembicaraan kami sudahi.

Sesudah dari Masjid Sidi Ibnu Athaillah kami lanjutkan perjalanan. Hampir sampai dekat makam Thaha Husein ada yang nyeletuk: "Kuacinya ada di tasnya si A, dia yang bawa," ucapnya. Semua teman-teman ketawa. Semua senang. Bahagia maksimal, shok dan kecemasan tak jadi berlanjut.

Kelucuan lainnya, saat ziarah berlangsung, ada sementara kawan yang masih sempat-sempatnya buka aplikasi game PUBG yang dicekrek oleh kawannya, kemudian dikirim ke WAG anggota.

Itulah sebagian kelucuan-kelucuan yang terekam oleh saya, barang kali masih banyak yang tak saya ketahui.

Ini daftar makam yang sempat kami ziarahi:
1. Sidi Ibnu Athaillah
2. Sidi Kamal Ibnu al-Human
3. Sidi Imam Ibnu Qaqiq al-Id
4. Sidi Abi Jamrah
5. Sidi Ibnu Sayyidinnas
6. Thaha Husein (bukan destinasi utama, namun kebetulan lewat di situ)
7. Sidi Imam Izzuddin Abdissalam
8. Sahabat Uqbah bin Amr
9. Sidi Dzunnun al-Misri
10. Sidi Ibnu Hajar al-Asqalani
11. Sidi Imam Laits bin Sa'd
12. Sidi Imam Syafi'i
13. Sidi Imam Waqi'
14. Sidi Jalaluddin as-Suyuti.

Seandainya ada cara lain mampu mewakili ucapan terima kasih ini atas sukses dan meriahnya acara ini, pada kawan-kawan Humas FOSIKBA, niscaya akan saya lakukan.

Selamat kepada Panitia dan semua Pengurus, acaranya sukses. Sebenarnya di akhir acara, kami tak ingin mendengar kata maaf bila mana tercipta kekurangan, melainkan kami (anggota) yang harus minta maaf karena telah membuat acara kalian ngaret.

Tabik,

Abdurrohman Abdul Kholik

Februari 10, 2020

,

Kairo—09/02/2020, Forum Silaturahmi Keluarga Besar Al-Khairat, sukses penyelenggara Kajian dengan tema: Metodologi Kajian Ilmiyah, dengan pemateri Ust. Lukman Fayyad, Lc. Dipl.

Kegiatan ini adalah sebagian agenda dari Divisi Kajian dan juga menjadi awal dimulainya serangkaian agenda-agenda dari Divisi Kajian.

Moh Fadal selaku wakil ketua Fosikba memaparkan dalam sambutannya: "Diangkatnya tema kajian ini karena berangkat dari ketidaktahuan dan kebingungan ketika mengkaji suatu permasalahan. Berangkat dari itu kami berinisiatif untuk mengadakan kajian yang khusus metodologi ini, dengan tujuan agar agenda ini menjadi asas atau dasar bagi setiap anggota Fosikba ketika ingin mengkaji suatu permasalahan."

Kegiatan ini mendapat apresiasi dari para senior terutama Zakaria Asyraf selaku Dewan konsultatif. "Kegiatan ini sangat bagus sekali bagi anggota fosikba, jadi sangat disayangkan kalau tidak hadir" ungkapnya.

Adapun Anggota yang hadir pada acara tersebut sangat antusias sekali mendengarkan pemaparan dari pemateri terutama anggota baru. Dibuktikan Dengan adanya beberapa persoalan yang mereka lontarkan di sela-sela acara itu berlangsung.

Ada beberapa poin yang disampaikan pemateri adalah beberapa cara untuk mengkaji suatu permasalahan seperti:
1. Memilih tema benar dan juga tidak keluar dari tema tersebut,
2. Menggunakan bahasa yang sistematis.
3. Banyak membaca dan mampu memahami suatu teks dengan benar
4. Seorang peneliti harus selalu ragu (tidak mengklaim kebenaran dari orang lain, sebelum ia membuktikan sendiri)
5. Ikhlas dan sabar

Dan Adapun tujuan dari Metodologi Kajian Ilmiah yaitu: seorang penetili bisa menemukan suatu permasalahan yang baru dan mengkajinya dan mencetuskan sesuatu yang baru.

Dan di akhir pembahasan pemateri menyampaikan: "Jika kalian ingin menulis maka seringlah membaca."

Februari 08, 2020

,
Kairo—08/02/2020, Agenda Ormaba kealmamateran FOSIKBA tahun ini hadir dengan warna berbeda. Pasalnya, jika sejenak melihat pada tahun-tahun sebelumnya Ormaba ini digelar Indoor, dan sering kali itu bersamaan dengan agenda lain, silaturahmi bulanan, misalnya. Sehingga ruh dari Ormaba tidak maksimal. Begitu pengakuan salah seorang anggota Angkatan tahun 2017.

Melalui rapat yang dipimpin oleh Ketua, Saudara Abu Bakar Abdullah pada H-3, opsi menggelar Ormaba Outdoor menuai berbagai penolakan dari anggota rapat. Salah di antaranya datang dari Ahmad Sholehuddin, hadir mewakili Divisi Kajian dan Keilmuan, menolak opsi tersebut dengan pertimbangan keamanan. Tentu penolakan ini berdasar pada himbauan dari KBRI Kairo untuk tidak menggelar acara Outdoor dengan melibatkan orang banyak.

Pihak lain mengatakan, pertimbangan keamanan tidak menjadi persoalan. Karena acara Ormaba ini tidak akan dipusatkan di tempat keramaian yang memang digaris 'merah' oleh KBRI Kairo, semisal Bundaran Rab'ah, Tahrir, Nil dan sekitarnya. Menggelar acara masif di tempat-tempat itu sudah pasti bersinggungan langsung dengan pihak Keamanan Mesir. Tentu, keadaan akan semakin rumit ketika sebagian besar dari kita tidak memegang paspor karena dalam masa pengurusan izin tinggal.

Setelah melalui perdebatan alot; mendengar dari semua pihak, pimpinan rapat memutuskan Ormaba tetap akan digelar Outdoor, tapi bukan di tempat yang terlarang itu. Sejurus kemudian dipilihlah lokasi yang disepakati, Hadiqoh Lotus, Hay Sabi'.

Di balik sukses Ormaba tahun ini, ada panitia yang jauh-jauh hari menyiapkan konsep acaranya. Ormaba yang sebelumnya merupakan tanggung jawab Divisi Keanggotaan, pada tahun ini berpindah tangan ke Divisi Humas.

Acara ini mendapat sambutan hangat dan apresiasi dari para senior.

"Kami mewakili Dewan Penasehat sekaligus Dewan Konsultatif, mengucapkan terimakasih kepada pengurus yang sudah menghadirkan inovasi baru menyelengarakan Ormaba Outdoor, yang tidak dilakukan sebelumnya. Ini adalah gebrakan baru dari kepengurusan tahun ini. Saya harap semua pengurus tetap kompak memajukan FOSIKBA," ungkap Mujib Syukri, Lc., perwakilan Dewan Konsultatif.

"Alhamdulillah, keseluruhan acaranya lancar, walaupun sedikit molor, mengingat sebagian anggota masih ada kegiatan belajar di Darul Lughah, dan juga sebagian mereka belum tahu jalan. Dan juga saya mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang sudah ikut andil menyukseskan Ormaba ini, Jazākumullāh khair al-Jazā'," begitu keterangan Saudari Tata, salah satu anggota Divisi Humas yang sempat kami temui usai acara.

Follow Us @soratemplates