Februari 16, 2020

Rihlah Ruhaniyah: 'Tragedi' Kuaci Lengkapi Keseruan Rihlah


Pesan dari para pendahulu: kunci pertama yang kamu harus raih tuk tinggal Mesir adalah Sayyidina Husein. Kemudian Ahli Bait yang lain, para wali dan ulamanya—baik yang di Mesir sendiri atau yang pendatang dan menetap sampai akhir hayatnya. Mereka semua ibarat pemilik rumah yang harus kamu ketok pintunya, dimintai izin ketika hendak memulai tinggal menjadi khadim ilmu di negeri Seribu Menara ini.

Melanjutkan sunah baik ini, kawan-kawan dari Forum Silaturahmi Keluarga Besar Al-Khairat (FOSIKBA), kemarin,15/02/20, mengelar acara yang oleh sementara kawan-kawan menyebut Rihlah Ruhaniyah.

Saya senang dengan penyebutan itu. Karena begini, sekarang ini eranya anak-anak muda milenial KAYAK KITA (sengaja saya kapital, upaya mengingatkan yang muda lah harusnya yang bertanggung jawab pada kehidupan hari ini dan selanjutnya. Hanya yang muda yang mampu menyelamatkan WAG keluarga dari berita bohong. Tapi standarnya, muda yang tidak baperan bila ditanya-tanya urusan pasangan, muda yang benar-benar otw, ketika bilang otw) hobinya Traveling, selfi-selfi di tempat bagus, kemudian lanjut berbagi kebahagian pada sobat rebahan di Medsos. Jika sudah begini, bahagia sudah.

Kami yang sangat paham dengan keadaan sendiri. Kami begitu tau bagaimana cara bahagia. Kami hidup dengan cara kami sendiri.

Traveling yang kami inginkan, tak melulu menghadirkan kesenangan sebentar, lalu hilang begitu saja. Bukan itu. Jalan-jalan kami memiliki tujuan mulia, ialah menyemai tumbuhnya bibit baru kecintaan kita pada ilmu. Oleh karena itu, dibacakan biografi, perjalanan keilmuan, kiprah, dan karya peninggalan ulama yang kami ziarahi.

Kecintaan pada ilmu akan kuat, bila mata kami sendiri yang menyaksikan begitu gagahnya, kokoh dan besar bangunan keilmuan para pendahulu kami. Bukannya berbangga-bangga dengan bangunan itu, semata kami takut tak mampu merawat agungnya peninggalan berharga ini, yang kelihatannya sudah mulai lapuk di bagian sudut-sudutnya.

Dengan begitu, kawan-kawan pantia dari Humas menamai acara ini: Rihlah Ruhaniyah.

Yang tak kalah pentingnya, kita juga bisa bersenang-senang, sama seperti mereka, lalu tak lupa berbagi pada sobat rebahan di seluruh penjuru dunia via story WA masing-masing. Senangnya bukan main.

Rihlah kesempatan ini, dimulai dari makam Sidi Ibnu Athaillah, pemilik kitab Hikam yang kata ulama: seandainya bacaan al-Quran dalam salat dapat diganti selainnya, maka yang paling pantas sebagai gantinya adalah untaian-untaian kalam Hikam ini.

Seusai mengucap salam pada beliau, kami baca surah Yasin bersama yang dipandu oleh Ust. Bukhari Muslim, lalu dilanjut doa. Sebenarnya kita ingin lebih lama bersama Sidi Ibnu Atahillah, namun apalah daya, kami sudah ditunggui oleh para peziarah lain. Sudah berkali-kali kami diingatkan oleh penjaga makam. Memang jumlah kami sekitar 40-an lebih, otomatis sekali duduk tempat ziarah sekitar makam langsung penuh. Karena tempat-tempat ziarah di sini memang sempit, tidak seluas di Indonesia—mampu menampung ratusan pengunjung sekaligus.

Pikir saya dari awal, ziarah ini ingin diciptakan semeriah mungkin tanpa mereduksi tujuan awal. Semua kawan-kawan ikut bahagia. Di perjalanan ketawa-ketawa tak apa. Ini jalan kaki. Jauh pula.

Seusai baca Yasin, kawan-kawan dari Humas yang menyediakan konsumsi gaduh, ambiyarrr...telah terjadi tragedi, kuaci seberat 1kg ketinggalan di titik kumpul awal, di Sayyidah Asiyah. Saya ketawa maksimal, meskipun sebagian saya tahan, karena masih di dalam Masjid menunggu adzan Zuhur berkumandang. Saya ketawa memandang respon muka kawan-kawan. Sudah hampir pasti terpikir, di benak saya dan kawan-kawan, tanpa kuaci perjalanan ini pasti menjengkelkan dan melelahkan.

Mulailah di antara mereka yang berada di tempat kejadian,  saling menyalahkan dengan nada bercanda, memancing-mancing emosi; siapa kiranya yang paling bertanggung jawab untuk menjadi bahan kacoan (olok-olok) sepanjang perjalanan nanti, sebagai ganti kuaci yang tidak jadi menemani perjalanan ini. Semua pada tau, kuaci itu punya peran penting keberlangsungan acara ini. Kuaci lah kuncinya, pegal-pegal yang nyut-nyutan di kaki itu, mau diajak kompromi bertahan sampai destinasi terakhir.

Azan Zuhur berkumandang, pembicaraan kami sudahi.

Sesudah dari Masjid Sidi Ibnu Athaillah kami lanjutkan perjalanan. Hampir sampai dekat makam Thaha Husein ada yang nyeletuk: "Kuacinya ada di tasnya si A, dia yang bawa," ucapnya. Semua teman-teman ketawa. Semua senang. Bahagia maksimal, shok dan kecemasan tak jadi berlanjut.

Kelucuan lainnya, saat ziarah berlangsung, ada sementara kawan yang masih sempat-sempatnya buka aplikasi game PUBG yang dicekrek oleh kawannya, kemudian dikirim ke WAG anggota.

Itulah sebagian kelucuan-kelucuan yang terekam oleh saya, barang kali masih banyak yang tak saya ketahui.

Ini daftar makam yang sempat kami ziarahi:
1. Sidi Ibnu Athaillah
2. Sidi Kamal Ibnu al-Human
3. Sidi Imam Ibnu Qaqiq al-Id
4. Sidi Abi Jamrah
5. Sidi Ibnu Sayyidinnas
6. Thaha Husein (bukan destinasi utama, namun kebetulan lewat di situ)
7. Sidi Imam Izzuddin Abdissalam
8. Sahabat Uqbah bin Amr
9. Sidi Dzunnun al-Misri
10. Sidi Ibnu Hajar al-Asqalani
11. Sidi Imam Laits bin Sa'd
12. Sidi Imam Syafi'i
13. Sidi Imam Waqi'
14. Sidi Jalaluddin as-Suyuti.

Seandainya ada cara lain mampu mewakili ucapan terima kasih ini atas sukses dan meriahnya acara ini, pada kawan-kawan Humas FOSIKBA, niscaya akan saya lakukan.

Selamat kepada Panitia dan semua Pengurus, acaranya sukses. Sebenarnya di akhir acara, kami tak ingin mendengar kata maaf bila mana tercipta kekurangan, melainkan kami (anggota) yang harus minta maaf karena telah membuat acara kalian ngaret.

Tabik,

Abdurrohman Abdul Kholik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates