Februari 19, 2020

Upaya Menciptakan Etos Keterbukaan antar Generasi


Teriakan seorang yang umurnya tidak terlalu muda terdengar dari kejauhan, dengan nada agak sedikit keras dan tajam. Tertuju pada seorang pemuda yang ada di pinggir jalan yang sedang asyik bersantai dan berfoya-foya seraya menikmati sunrise pada sore hari menjelang magrib tiba. Teriakan terdengar lagi dari seorang laki-laki tua menggema dengan nada teguran dan sedikit mengoyak hati pemuda yang rambutnya sedikit berbeda karena diwarnai dengan aneka warna.

Teriakan itu mungkin bertujuan untuk menegur dan menyalahkan tingkah-laku para anak muda tersebut, agar mereka berhenti melakukan hal-hal yang luar dari norma baik. Seorang dari generasi sebelumnya mengatakan: "Anak muda sekarang ya kelakuannya minta ampun." Diucapkan dengan nada seakan-akan dirinya tidak punya tanggung jawab apapun terhadap anak-anak milenial itu.

Mungkin kalau melihat dari tujuan dari generasi Old ini terhadap generasi jaman Now, sangatlah baik, bahkan pantas. Tapi, apakah mereka pernah berpikir mengapa mereka (generasi Milenial ini) melakukan hal tersebut? Atau, sudah benarkah cara menyikapinya dan bagaimana seharusnya teguran itu disampaikan? Ini yang menjadi permasalahan.

Generasi hari ini adalah keberlanjutan dari generasi sebelumnya. Setiap generasi punya warisan watak dan krakter berbeda dari generasi yang lain. Maka tidak heran bahwa setiap generasi punya permasalahan dan tanggung jawab masing-masing terhadap zamannya. Di sini yang harus digaris bawahi, bahwa setiap generasi mempunyai tanggung jawab besar terhadap generasi setelahnya. Oleh karena itu generasi pendahulu harus meletakkan rasa kepedulian dan rasa kepunyaan yang besar terhadap generasi selanjutnya ini.

Hal paling penting yang wajib dilakukan oleh generasi Old adalah memahami permasalahan yang terjadi terhadap para milenial ini, baik yang berhubungan dengan perbuatan, harapan mereka, faktor-faktor yang bisa membahagiakan mereka, serta sebab-sebab pembangkangan yang mereka lakukan. Salah total jika generasi awal ini menampakkan rasa ketidakpedulian dan kebodohan terhadap apa-apa yang terjadi pada mereka anak baru gede ini. Bukan semerta-merta hanya menegur tanpa punya dosa.

Termasuk kesalahan generasi Old, jika ia tidak berusaha memahami bahwa generasi sekarang punya tanggung jawab besar terhadap zaman yang mereka jalani dan zaman yang akan datang. Maka oleh karena itu penting kiranya ada perhatian khusus terhadap hal-hal yang menunjang kemajuan dan bergeraknya daya berpikir dari masing-masing anak milenial ini dalam menjalani hidup yang baik. Jika hal ini dilakukan akan ada ketersambungan—baik dari generasi hari ini ke generasi setelahnya dan tidak akan ada yang disalahkan dalam permasalahan apapun.

Kalau kita berusaha menarik lagi dari sejarah awal, bahwa Nabi pun sangatlah memperhatikan para anak muda pada saat itu. Dibuktikan dengan adanya beberapa sahabat yang masih muda diberikan tanggung jawab atas mengerjakan sesuatu—baik yang berkaitan dengan tanggung jawab memimpin kaumnya ataupun menyampaikan ajaran Agama. Dan itu sudah terjadi begitu banyak tanpa dijelaskan di sini. (Bisa dilihat di beberapa kitab sejarah, misal Fiqh as-Siroh an-Nabawiah milik Syaikh al-Buthi).

Hal yang harus dikoreksi kembali juga oleh generasi awal, ialah memahami sikap mereka sendiri dalam mengatasi permasalahan dan ketidakpatuhan generasi jaman Now, serta memedulikan mereka dengan memberi kepedulian khusus. Agar nantinya tidak akan terjadi semacam 'perang dingin' dan ketidakpedulian serta munculnya kebencian antara generasi Old dengan generasi jaman Now.

Habib Ali Jufri dalam kitab al-Insaniyah Qobla at-Tadayyun, berusaha memberikan solusi terhadap permasalahan ini, dengan cara membuka pintu dialog antara generasi Old dengan generasi jaman Now dalam menuntaskan permasalahan ini. Mestinya harus dengan cara dialog yang dihias dengan rasa cinta dan kasih sayang, dialog yang menghasilkan solusi bukan melahirkan masalah baru, dialog yang berusaha memuliakan akal anak muda, menganggap mereka ada dan peduli. Bukan teriakan keras dan tajam.

Sikap ini pernah dilakukan oleh Nabi kita Muhammad saw. Di suatu ketika, Muazin Rosul mengumandangkan azan dengan gagahnya di depan Mekkah pasca penaklukan. Tiba-tiba ada segerombolan anak muda kota ini mengikuti suara dari muazin tersebut dengan maksud mengolok-olok. Kemudian Rasul memanggil dan menyuruh mereka untuk mendengarkan azan. Ternyata ada salah satu dari anak muda ini mempunyai suara yang sangat merdu, bergegas Nabi memanggilnya: "Ta'al (kemari)," ucapnya. Seraya Rasul memberikan tempat duduk di dekat beliau pada si pemuda tersebut, dan mengusap ubun-ubun dia sambil mengajarkan kalimat azan yang baik. Dan Rasul berkata kepadanya: "Pergilah, dan kumandangkan azan di Bait al-Haram." Kemudian Rasul mengangkat dia sebagai muazin tetap di kota Mekkah al-Mukarromah. Karena kejadian ini, yang awalnya pemuda ini sangat membenci Nabi berubah menjadi tumpukan rasa cinta dan kasih sayang terhadap beliau, Nabi bergelar rahmatan li al-'Alamin. Pemuda ini bernama Abu Mahdzurah al-Jumahi.

Begitu lembutnya sikap baginda Rasulullah dalam mendidik dan mengajarkan sesuatu pada anak muda. Lemah-lembut menghadapi kerasnya bebatuan, memberikan cahaya cinta dan kasih sayang, memberikan segelas air di gurun pasir yang gersang. Maka Kami sebagai umatnya, patut dan harus meneladani Nabi kita Muhammad saw. dalam bersikap dan di segala tindakan kita, termasuk mendidik anak muda.
Sekian.

Tabik,

Oleh : Fadal Mohammad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates