Episode Terakhir
Mesir berhasil dibebaskan dengan perdamaian, tak ada tumpah darah
di situ. Memang ekpedisi kali ini bahasanya bukan penaklukkan tapi lebih pada pembebasan.
Kedatangan pasukan Islam diterima dengan tangan terbuka oleh Muqauqis, ayahanda
putri Armanusyah yang tak lain adalah raja Qibthi Mesir pada saat itu. Karena
memang Mesir pada saat itu sedang berada
dalam cengkraman dua kerajaan besar dan adidaya yang menjajah Negeri ini,
perbudakan terhadap rakyatnya dan penindasan yang dahsyat, yaitu Imperium persi
dan Romawi.
Hampir semua wilayah di Mesir waktu itu berhasil dikuasai oleh Umat
Islam. Beberapa kota yang masih dalam kekuasaan Romawi, diantaranya Alexandria,
kota yang subur dan indah dengan keindahan laut mediterania yang
mengelilinginya.
Sedangkan Maria, gadis cantik itu selama ini terus mencari tau
kabar tentang Amr bin Ash, sang Amir, sang pembebas, penakluk negaranya dan
juga hatinya. Gadis keturunan bangsa Yunani itu tidak lagi peduli terhadap kondisi
tubuhnya yang semakin mengenaskan, membiarkan tubuhnya kurus kerontang, mungkin
karena digerogoti oleh cinta yang sepihak, lalu mengatas namakan kesetiaan.
Amr baginya bagaikan kota raja yang dikelilingi benteng-benteng
besar, sedangkan dirinya hanyalah seorang sipil yang jauh dari perkotaan.
Bagaikan fatamorgana bagi si lumpuh ditengah padang sahara yang gersang. Membunuhnya dua kali, terbunuh karena
kehausan dan harapan yang tak bisa di gapai. Atau mungkin bagai sebuah rindu
yang tak tersampaikan? Ah, bukan, itu
bukanlah sebuah perumpamaan tapi itu memanglah kenyataan.
Terjadi gejolak perang di hatinya antara dua perasaan yang bertolak
belakang; si Rindu dan si tidak mampu. Siapa yang menang? Siapapun yang menang,
dua-duanya sama sama tidak baik bagi kesehatan.
Melihat kondisi sahabatnya yang seperti itu, Puteri Armanusyah tak
kuasa menahan haru. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh sahabatnya itu,
kondisinya sama dengan kondisi dirinya yang sekeping hatinya telah dicuri oleh seorang
pemuda dari Romawi. Setelah semalaman dia menemani Maria, mencari solusi dari
rasa yang menekannya, akhirnya Maria memutuskan untuk menulis surat untuk Amr
bin Ash, si Amir hatinya untuk mengungkapkan apa yang selama ini terbendung,
mencurahkan perasaannya yang sebabnya keindahan duniawi di matanya sudah lama
teerkubur. Tak peduli apa yang akan terjadi, dengan mengungkapkan setidaknya
beban telah terkurangi.
Sedangkan Amr pada waktu itu sedang dalam perjalanan ekspedisi
penaklukkan Alexandria yang masih dalam kekuasaan Romawi. Ditengah perjalan dia
beserta rombongannya mendirikan Fushthath (tenda) untuk melindungi dari
dinginnya udara padang pasir di waktu malam, dan panasnya matahari saat siang.
Setelah beberapa hari dan
merasa cukup istirahat, Amr memerintahkan pasukannya untuk segera
bergegas melanjutkan perjalanan dan membongkar tenda-tenda yang telah
didirikan. Namun ketika hendak
membongkar tenda sang Amir, mereka menemukan diatas tenda tersebut
seekor merpati bersarang sedang mengerami telurnya. Melihat itu, Amr
memerintahkan untuk tidak membongkar tendanya dan berkata: “dia adalah makhluk
yang dimulliakan, makhluk yang pernah dikirimkan Allah untuk menyelamatkan
Rasulullah dan Abu Bakar. Biarkan tenda ini jangan di bongkar sampai dia
menetaskan telurnya dan mulai terbang”.
Kabar tentang merpati di atas tenda sang Amiir itu kemudian menjadi tranding topik
hingga ke pelosok negeri. Sampai akhirnya Maria mendengar kabar tersebut
dan menyuruh seorang untuk mengirimkan suratnya yang di beri judul:
على فسطاط الأمير يمامة جاثمة تحضن بيضها
“merpati mengeram diatas tenda
sang Amir”
على فسطاط الأمير يمامة جاثمة تحضن بيضها
لوسئلت عن هذا البيض لقالت: هذا كنزي
هي كأهنأ امرأة ملكت ملكها من الحياة ولم تفتقر
هل أكلّف الوجود شيئا إذا كلّفته
رجلا واحدا أحبه !
Diatas tenda
sang Amir (pemimpin) induk merpati sedang mengerami telurnya
Seandainya
ditanya tentang telur itu maka dia akan berkata: ini adalah hartaku
Dia seperti
perempuan yang sangat bahagia, yang bebas memilih istananya dimana saja
Apakah
berlebihan, jika ku tuntut satu saja laki-laki yang ku cintai?
-
على فسطاط الأمير يمامة جاثمة تحضن بيضها
الشمس والقمر والنجوم كلها أصغر في عينها من هذا البيض
هي كأرقّ امرأة عرفت الرقة مرتين: في الحب والولادة
هل أكلّف الوجود شيئا كثيرا إذا أردت أن يكون كهذه اليمامة!
Diatas tenda
sang amir induk merpati sedang mengerami telurnya
Dibandingkan
telurnya, Matahari, Bulan, dan bahkan Bintang-bintang semuanya tampak kecil
dimatanya
Dia seperti
perempuan yang sangat lembut hatinya. Lembut terhadap dua hal, cinta dan
keturunannya.
Apakah belebihan jika ku berharap menjadi
seperti induk merpati ini?
-
على فسطاط الأمير يمامة جاثمة تحضن بيضها
تقول اليمامة: إن الوجود يحب أن
يُرى بلونين في عين الأنثى:
مرة حبيبا كبيرا في رجلها, و مرة حبيبا صغيرا في أولادها
كل شيء خاضع لقانونه, والأنثى لا تريد أن تخضع إلا لقانونها
Diatas tenda sang Amir induk merpati sedang
mengerami telurnya
Merpati itu berkata: dimata seorang
perempuan, dari segala wujud yang paling ia cintai hanyalah dua hal: kekasih
dan buah hatinya.
Semua orang bisa tunduk dibawah perintahnya
(Amr), tapi wanita mempunyai undang-undang sendiri.
-
أيتها اليمامة! لم تعرفي الأمير وترك لك فسطاطة!
هكذا الحظ: عدل مضاعف في ناحية، وظلم مضاعف في ناحية أخرى
احمدي الله أيتها اليمامة، أن ليس عندكم لغات و أديان
عندكم فقط: الحب و الطبيعة والحياة
Wahai Merpati! Engkau tidak mengenal sang
Amir, tapi dia meninggalkan tendanya untukmu.
Seperti itulah ketentuan: kadang adil
disatu sisi dan dzalim terhadap sisi yang lain.
Bersyukurlah wahai merpati! Karena engkau
tidak punya bahasa dan agama (yang menjadi sekat pemisah antara aku dengannya)
Kau hanya punya cinta, keinginan dan
bebasnya kehidupan.
-
على فسطاط الأمير يمامة جاثمة تحضن بيضها
يمامة سعيدة ستكون في التاريخ كهدهد سليمان
نسب الهدهد إلىى سليمان، وستنسب اليمامة إلى عمرو
واها لك يا عمرو! ما ضرّ لو عرفت "اليمامة الأخرى".
Diatas tenda sang Amir induk merpati sedang
mengerami telurnya
Merpati yang sedang berbahagia, yang kelak
akan dikenang seperti Hud-hudnya Sulaiman
Hud-hud yang dilekatkan pada Sulaiman dan Yamamah (merpati) yang dilekatkan pada Amr
Betapa mengagumkan engkau wahai Amr!
Sungguh tak dapat kubayangkan apa yang akan
terjadi padaku, jika nanti disana kau
bertemu lagi dengan “Merpati” dalam bentuk yang lain (wanita).
-MARIA
QIBTHIYAH-
Sebuah surat yang mungkin berisi sebagian
kecil perasaannya, ditulisnya sedemikian indahnya. Surat yang tersusun rapi
dalam bentuk bait-bait puisi, ekologi sosialnya yanng sudah lama berlubang,
semuanya seakan tersirat dalam surat yang ditulisnya. Surat yang berisikan cinta
yang konstruktif terhadap iman dan destruktif terhadap perasaan. Retorika
kalimat ke kalimat menunjukkan penguaaan bahasa yang mendalam, surat tersebut
lebih pada melankoli hidupnya, rindu harapnya dan tangis sedihnya. Surat yang
juga mengakhiri kisahnya dan kisah ini.
Kisah ini sengaja tidak diberi ending
karena tujuan menulisnya bukan untuk semata-mata mengisahkan cinta, tapi lebih
pada hikmah dan filosofi didalamnya.
Semoga bermanfaat...
Oleh : Ahmad Mahfudz Arief
Sumber:Wahyul Qalam, karya Musthofa
Shadiq Rafiie rahiahullah..
لله دره....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar