April 04, 2019

Mengapa Isra' dan Mi'raj

Mengapa Isra' dan Mi'raj?

Peristiwa Isra' dan Mi'raj adalah serangkaian peristiwa agung yang terjadi kepada nabi Muhammad Saw. Para pemikir Islam sepakat kebenaran adanya, kendati mereka bersilang pendapat, kapan persisnya peristiwa tersebut terjadi.

Para pemikir timur dan barat beradu pacu memberi tafsir bagaimana Nabi diisra'kan? Di kalangan pemikir timur hampir menemui kata sepakat bahwa peristiwa Isra' dan Mi'raj bagian dari mukjizat yang Allah kehendaki kepada Rasul-Nya. Tanpa meninggalkan pertanyaan bagaimana detailnya, karena mereka berangkat dari yang namanya iman. Sebagaimana jawaban Abu Bakar saat ditanya oleh orang kafir Quraish. Abu Bakar berkata, "Jika ia (Muhammad) yang berkata, saya percaya." Menurut hemat penulis jalan ini (iman) lebih mudah diterima dan berdamai dengan jiwa mukmin, dari pada harus mempersoalkan bagaimana dan mengapa.
Jalan ini berbeda dengan pemikir barat yang cenderung observatif menanggapi peristiwa agung itu. Berangkat dari teori-teori ilmiah yang mereka tuhankan, bertanya tentang keabsahannya. Bagaimana mungkin Muhammad mampu melakukan perjalanan dengan kecepatan jauh melampaui kecepatan cahaya? Bagaimana ia mampu menembus gravitasi bumi? Ini sekilas pertanyaan yang diketengahkan oleh pemikir barat. Rasanya amat sulit menyelaraskan dan mengambil kesimpulan dari peristiwa yang domainnya adalah kuasa Tuhan dengan bertumpu pada teori-teori ilmiah yang bersandar pada penelitian yang berulang. Sedangkan Isra' dan Mi'raj hanya terjadi sekali. Sehingga jalan keluar yang dihidangkan oleh sementara pemikir, jangan bertanya bagaimana Israj dan Mijraj, namun mengapa Isra' dan Mi'raj?

Berangkat dari pertanyaan kedua, saya mencoba menguraikan di sini.  Isra' dan Mi'raj terjadi setelah Nabi kembali dari Thaif. Lawatan misi dakwah kali ini sangat menguras psikis Nabi. Intimidasi yang dilakukan penduduk Thaif menyisakan pengaruh besar pada jiwa Nabi. Ia menduga kegagalan dakwah akibat kesalahannya yang membuat Tuhan tidak senang kepadanya. Di sini tampak sekali sisi kemanusiaan Nabi  sebagai utusan Allah. Merasa sedih akibat langkah-langkahnya menemui kegagalan. Di saat itulah perlu ada sandaran mampu membangkitkan kembali kaki-kaki yang lemah untuk melanjutkan langkah menggapai asa. Sifat kemanusian yang tampak ini menjadi simbol agung atas penghambaan seorang hamba di hadapan tuhannya. Tiap kali seorang hamba lemah tidak berdaya selalu butuh kepada Sang Tuan, Allah.

Keadaan yang menimpa Nabi diharapkan menjadi catatan bagi umatnya yang datang setelahnya mengganti posisi beliau sebagai penyampai risalah bahwa mereka akan menemui kesulitan-kesulitan sebagai ujian atas kesungguhan dakwahnya. Dai yang benar-benar berkhidmat kepada Agama. Bukan sebaliknya, Agama yang berkhidmat kepadanya. Agama menjadi alat untuk meraih hasrat-hasrat dunia. Wal 'Iyādzu Billah.

Isra' dan Mijra' inilah yang menjadi kehendak Allah untuk menjawab 'prasangka' kekasih-Nya. Allah tidak berkehendak meninggalkan kekasih-Nya 'terluka'. Allah perintahkan Jibril untuk menemani nabi Muhammad dalam perjalanan menemui-Nya. Pertemuan ini menjadi energi baru untuk melanjutkan risalah Allah kepada seluruh alam semesta.

                                                                                                               

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Oleh : Abdurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates