“Hilang satu, tumbuh seribu”, pribahasa ini sudah tidak asing lagi di kalangan para pelajar, pribahasa
yang singkat tapi penuh sarat makna, pribahasa yang konon hanya sebatas pelajaran, tapi sekarang
sudah terpelajarkan, pribahasa yang dulu hanya sebagai acuan contoh,
tapi sekarang sudah tercontohkan, baik dalam keadaan sadar maupun di luar
kesadaran. Karena kenyataan dalam pribahasa itu kerap terjadi pada diri
seseorang. ya, mengapa tidak? Karena kita terkadang mengaharapkan sesuatu yang
kita idam-idamkan, akan tetapi semua itu tak tersampaikan. Maka lekaslah
seseorang yang bersifat pesimis untuk tidak terlalu memikirkan apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang, dan bagi orang-orang yang bersifat optimis
semua itu adalah ujian yang Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang
setimpal, maka berdirilah pribahasa itu sebagai acuan contoh sekaligus
tercontohkan dan sebuah pelajaran sekaligus terpelajarkan. Dan terpujilah sebuah
perkataan Arab yang mengatakan:
خير الكلام ما قل
وهو دل
“Sebaik-baik
perkataan adalah perkataan yang sedikit akan tetapi perkataan itu sampai
terhadap apa yang dimaksud”
Hidup adalah teka-teki yang tiada
satupun orang yang bisa mengetahui suatu hal yang akan terjadi pada masa-masa
mendatang, sesuai dengan syiir jahili Zuhairu ibnu sulma:
وأعلم ما في
اليوم والأمس قبله
ولكنني عن علم ما
في غد عمي
“dan
aku mengetahui apa-apa yang terjadi pada masa sekarang (hal) dan hari-hari
sebelumnya, akan tetapi aku tidak
mengetahui apa-apa yang akan terjadi pada hari esok”
Terkadang apa-apa yang kita harapkan
tidak bisa kita capai, dan apa-apa yang
tidak terpikirkan sebelumnya justru itu yang kita dapatkan, baik lebih baik ataupun sebaliknya. Tapi
percayalah! Allah itu tidak diam,
selagi mau bersabar, tawakkal,
berusaha dan doa. Dia akan selalu bersama hamba-hambaNya sepanjang masa.
Hidup juga bisa
diartikan sebagai alat dan perantara untuk sampai pada tujuan. Dimana
kesenangan, kesedihan, kebahagiaan,
kesengsaraan, selalu setia
menunggu dan menemani kehidupan setiap insan. Berani hidup berarti berani bertanggung jawab atas segala sesuatu yang akan
menimpa hari-hari kita dari segi kesengsaraan atau kebahagiaan. Karena Allah SWT. sangatlah suka terhadap
hamba-hambaNya yang tak pernah berputus asa di dalam hidupnya. Berbica tentang putus asa, mungkin hal ini bagian dari sifat
manusia yang kental dan manusiawi, tetapi tidak ada alasan
bagi manusia untuk melakukan hal tersebut. Selain karena dilarang di dalam agama Islam, hal tersebut juga merupakan
hal keji,
sebagaimana dalam firmanNya:
ولاتيأسوا من روح
الله إنه لاييئس من روح الله إلا القوم الكافرون
Artinya:
“dan
janganlah kamu sekalian berputus asa dari rahmat Allah, Sesunguhnya tiada yang berputus asa dari
rahmat Allah melainkan orang-orang yang kafir”. (Q. S Yusuf :87)
Dan
firman-Nya:
قال ومن يقنط من رحمة ربه إلا الضالون
Artinya :
"Ibarahim
berkata: Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat rabnya kecuali orang
-orang yang sesat". (Q. S al-hijr:56).
Jadi tidak heran jika
sifat putus asa adalah hal yang dibenci oleh Allah. Sebesar apapun harapan yang
pupus dan gagal kita dapatkan, niscaya semua itu ada gantinya bahkan lebih baik.
Karena Allah
tidak akan pernah diam bagi hamba-hambaNya yang selalu ingin berusaha. Karena tujuan dan keinginan
tidak hanya bisa didapatkan dengan berandai-andai. Bagi yang berasumsi seperti
itu, niscaya ia sudah tertipu oleh
angan-angannya selaras dengan firman-Nya:
وغرتكم الأماني
"dan kalian ditipu oleh angan-angan
kosong". (QS al-hadid:14).
Oleh: Moh. Dayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar