Pagi itu aku terbangun oleh
gemerisik teman yang sedang membuka lemari. Aku paksa membuka mata melihat jam
di hape walau masih terasa sulit berkedip, waktu menunjukkan jam 02:05, Tenaga
belum sepenuhnya terkumpul, tubuh masih terasa berat digerakkan, mungkin karena bangun terlalu
pagi, Sambari menunggu semuannya pulih aku pun membuka semua akun milikku mulai
dari istagram, whatsaap, facebook dll. Setelah sekitar 15 menit aku setalking
semua setatus temen- temen, badanku mulai sedikit terasa ringan untuk
digerakkan. Sahalat subuh tinggal 45 menit lagi, aku sempatkan untuk shalat
tahajjud walau cuma beberapa rakaat, dilanjutkan membaca dzikir- dzikir sambil
lalu menunggu datangangnya waktu shalat subuh.
Akhirnya adzan subuh pun berkumandang. Entah
kenapa aku mulai merasa ngantuk lagi, badan
pun terasa mager (malas gerak). Walau terasa lunglai, aku paksakan untuk
berjemaah di mushallah yang terletak di lantai dasar. Seperti biasa teman-teman
setiap shubuh bergantian untuk menjadi Imam, saat itu aku lebih memilih menjadi
Makmum. Setelah selesai shalat, salah seorang
dari barisan makmum maju kedepan untuk menyampaikan sedikit mauidzah, Namanya
Hafidz, aku kenal betul orang itu, Baik, rajin, ramah, setiap ketemu kami
selalu menyempatkan waktu untuk sekedar bercengkrama dan saling mendoakan.
Entah kenapa waktu itu aku merasa sangat antusias mendengar kalimat demi
kalimat yang dia sampaikan, bahkan badan yang awalnya loyo dan ngantuk mulai
terasa segar, hati yang awalnya gersang
pun terasa tenang, Padahal tema yang dia angkat biasa-biasa saja, bahkan bisa dibilang sangat
sederhana. Disela-sela dia menyampaikan aku coba mentadabburi perasaan yang aku
alami, Sembari bertanya-tanya dalam hati, apa yang membuatku merasa nikmat
mendengar kalimat yang dia sampaikan, dan merasakan hal yang sangat berbeda
dibanding dari mauidzah-mauidzah teman teman sebelumnya. Aku pun mulai sadar,
ternyata jawabannya satu, yaitu rasa cinta. Yaa, cinta yang membuatku merasa
sejuk mendengar kalimat yang dia sampaikan. Benar apa kata pepatah yang mengatakan:
عين الرضا عن كل عيب كليلة وعين السخط تبدى المساويا
(pandangan simpati menutup segala cela, sebagaimana pandangan
benci menampakkan segala cacat)
Lebih jelasnya kita tak perlu
terlihat pintar dihadapan mereka agar mereka mendengarkan kita, cukup dengan
perangai baik yang kita tampakkan dalam kehidupan sehari-hari.
lagi-lagi
kita dihadapkan pada topik yang sangat krusial dan selalu relevan untuk
disampaikan, berbicara tentang cinta seakan-akan kita dihadapkan pada air laut
yang tak pernah dan tidak akan habis untuk
dikuras, ‘’The never ending story”, cerita yang tidak pernah selesai. Namun
kali ini saya tidak bermaksud membahas
cinta dari sudut pandang para pujangga dalam mendefinisikan cinta, yang sebagian mengatakan kalau cinta itu buta,
cinta itu pengorbanan, cinta itu memberi.
Namun ujung-ujungnya mereka sadar kalau cinta tak bisa didefinisikan
dengan kata kata, karena memang sifatnya yang metafisik, mendasari keberadaan
segala sesuatu. Keberadaannya yang memang abstarak dan aneh sealalu membuat
kita geleng-geleng sendiri. Semuanya tergantung bagaimana kalian menginterpretasikannya.
Tentunya setiap orang bebas mendefinisikan cinta, namun jangan kerucutkan cinta
hanya pada relasi eksklusif dengan lawan
jenis saja, pada sesama jenis pun sebagai mahkluk bersosial kitak tak boleh
lepas dari yang namanya cinta karena cinta tak hanya tentang kisah romeo juliet
atau laila majnun. Bisa dikatakan saya
menulis artikel ini karena cinta, saya kagum pada misteri kekuatan cinta yang
dapat mengubah segalanya, membuka yang tertup, mengubah gelap menjadi terang.
Selain kisah yang saya alami sendiri di atas, berikut
adalah beberapa kisah yang menggambarkan begitu dahasyatnya kekuatan cinta yang
penulis rangkum dari lingkungan sekitar:
Kisah seorang pecinta burung yang
setiap hari rela menghabiskan waktunya demi si burung mulai dari pengawasan 24
jam, memandikannya bahkan rela pergi ke hutan hanya untuk mencari makan burung
tersebut. Meskipun banyak yang mencibir dan mengolok-olok sebagai orang yang
kurang waras, kekuatan cinta tidak membuatnya surut.
kisah seorang pecinta bola,
terlebih mereka yang fanatik terhadap tim dukungannya, dia rela begadang mengahabiskan waktu berjam-jam hanya untuk
menyaksikan tim favoritnya berlaga. Bahkan sebagian mereka rela mengorbankan
nyawa hanya demi membela tim kesayangannya, caci maki, perkelahian, bentrokan
satu sama lain sudah mewarnai kesehariannya. Pemandangan seperti ini sudah
biasa kita lihat dimana-mana, terlebih di negri kita indonesia. Sekilas
terlihat sangatlah aneh dan tidak masuk akal namun lagi lagi kita tidak bisa
menampik fakta bahwa kekuatan cintalah yang membuat mereka tidak sadar.
Dari beberapa kisah yang saya sampaikan diatas, aku berhayal seandainya
negri ini dipimpin oleh para pemimpin yang mempunyai rasa cinta terhadap negrinya,
serta kecintaan rakyat yang tak kalah besarnya, taat mengikuti peraturan negrinya,
menumbuhkan rasa sosial dan sikap saling peduli antar sesama betapa indahnya
negri ini, apalagi kalau rasa cinta itu dimuarakan pada satu tujuan yaitu cinta
terhadap tuhannya. Tentunya kita menginginkan bagaimana rasanya hidup bersama
dengan rasa cinta, jauh dari rasa saling membenci, menghujat satu sama lain,
yang ada rasa saling empati, saling tolong-menolong, menutup kekurangan orang
lain dengan memberi masukan, bukan dengan mengkritik satu sama lain tanpa
adanya masukan apalagi sampai saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya tanpa
ada rasa ingin maju bersama.hmm.. entahlah, itu cuma hayalan. semoga saja bukan
sekedar obsesi semu.
Ada banyak cara untuk menjaga keindahan negri ini. Dan setiap orang
dapat berkontribusi dengan menyumbangkan tenaga sesuai dengan kapasitas dan
kemampuannya masing-masing. Sebagai penduduk yang jauh dari tanah air pun, kita
masih bisa berkontribusi. Seperti contoh kita sebagai mahasiswa Mesir cukup
dengan menjaga predikat indonesia sebagai “Ahsannas” di mata masyarakat-masyarakat
Mesir. Caranya cukup dengan menampakkan perangai baik selama kita berintraksi
dengan mereka, buktikan pada mereka kalau Indonesia memang pantas menyandang
predikat “Ahsannas”, dan masih banyak cara-cara lainnya setidaknya kalau
tidak bisa menjaga nama baik indonesia jangan sampai mengotori nama baiknya.
Oleh: Wafi Fatih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar