Oleh; Muhammad Amin Ach
Gazali
Menilai suatu sikap, tidak harus dinilai dari satu sisi saja, tidak harus dinilai
dari kaca mata manusia saja. Tentunya, setiap orang memiliki keperibadiannya sendiri, memiliki tujuannya sendiri, dan setiap peribadi
memiliki alasannya sendiri, baik dalam hal-hal yang tidak disukai ataupun
sebailknya.
Sebagai pribadi yang
bijak sana , tidak harus berpihak pada diri sendiri sebelum memikirkannya
secara matang, ada kalanya sebagian dari kita salah dalam berbicara atau
bersikap, dan ada kalanya salah dalam memberikan penilaian. Dan kesalahan itu
tidak dapat divonis sebagai kesalahan mutlak, yang membedakan
perilaku kita pada satu pihak dari pihak yang lain.
Belajar dari
pengalaman, tentunya tidak kalah pentingnya dari orang yang hanya belajar dari
buku dan kitab saja, karna tentunya orang yang belajar dari banyak pengalaman,
dapat bersikap lebih menengahi dari pada menyisihkan satu pihak dari yang lain.
Sebagai mana yang di lakukan Imam Assyafi’i dalam dakwahnya, beliau tidak menggunakan satu
pendapat, melainkan beliau memiliki banyak pendapat, yang
dikenal dengan Qoul Qodim dan Qoul Jadid, itu menunjukkan bahwa,
beliau tidak gampang menyalahkan orang lain, sikap toleransi beliau sangat
besar, beliau dapat menyesuaikan dengan keadaan, beliau tidak hanya terpaku pada
satu pandangan selama perjalanan beliau dari makkah hingga ke mesir. Maka dari itu, banyak yang mengikuti
madzhab beliau, karna memang pendapat beliau selalu sesuai dengan tempat dan
zaman.
Sering di temukan
dalam Al-Qur’an kata yang mempunya
arti “berpikir” , baik berbentuk
perintah, pernyataan, atau peringatan. Tentunya, hal itu dapat difahami bahwa,
berpikir itu penting. Bahkan, suatu kewajiban bagi
setiap manusia. Karna, berpikir merupakan
salah satu kemampuan yang diberikan tuhan, yang dapat dijadikan ukuran untuk
membedakan manusia dengan hewan. Namun meskipun demikian, dalam berpikir
tidaklah sekedar berpikir, pastinya ada tempat , cara, dan apa yang pantas dan
baik untuk di pikirkan. Karena tidak semua pantas untuk dipikirkan.
Dalam hal ini, yang
terpenting adalah berpikir yang baik dan benar, yaitu, berpikir dahulu sebelum
melangkah, berpikir dahulu sebelum berbicara, berpikir dahulu sebelum bersikap,
dan berpikir dahulu sebelum memutuskan, tanpa membalik semua
itu. Seringakali orang memberikan kesimpulan salah, atau memberikan persepsi
salah, atau bahkan memberikan vonis yang salah pada satu pihak. Yang sikapnya, berlawanan dengan keyakinannya. Semua itu disebabkan
karena salah menempatkan keputusan. Sehingga salah pula
memberikan keputusan.
Kelengahan seseorang
terhadap kesalahan cara berpikir, dapat disebabkan oleh beberapa factor. Di antaranya adalah; Fanatisme yang berlebihan terhadap sikap orang
lain. Orang yang memiliki sikap semacam ini, akan cendrung lebih membenarkan
dirinya sendiri, atau membenarkan sikap orang lain yang sejalan dengan dirinya. Dan tidak mau menerima
sikap orang yang tidak sejalan dengannya, tanpa mau bertanya dan mendengar
alasan apapun dari pelaku. Bahkan, tidak segan-segan
mencaci atau bahkan, melakukan kekerasan atas ketidak setujuannya
tersebut. Senang yang berlebihan pada seseorang.
Orang semacam ini, cendrung tidak mau berpikir panjang atau mempertimbangkan
terhadap sikap orang yang disenanginya, karna beranggapan segala sikap dan
perkataannya baik dan benar,
tanpa melihat latar belakang dari orang
tersebut.
Maka dari itulah, kita
dituntut untuk berpikir lebih tepat, benar, dan baik. Inilah yang dimaksud
dengan berpikir profesional dan proporsional. Sehingga menjadi orang
yang bijaksa dalam bersikap, berkata, dan memperlakukan orang lain sebagai
manusia. Tidak meperlakukannya
sebagai tuhan. dan tidak pula memperlakukannya sebagi hamba
sahaya, atau lebih hina dari itu. Memperlakukan semua manusia sama. Namun. dalam kesamaan ada
ukurannya masing-masing. Karena, tidak semua diciptakan
dengan satu keperibadian dan satu kecendrungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar