Oleh; Ayok Cangkolank
Anne Frank. Umurnya belum genap
16 tahun. Ia dikhianati, entah oleh siapa. Setelah 2 tahun bersembunyi dari
satu tempat ke tempat lain di Amsterdam, sekonyol-konyal sejumlah agen polisi
menerobos rumah belakang, tepat di balik rak buku di gedung tempat ayah Anne
bekerja, mereka menagkap satu persatu seluruh anggota keluarganya. Jumlahnya
sepuluh orang, termasuk Anne dan dua pembantunya, Johannes dan Victor. Mereka
diangkut menuju kamp-kamp konsentrasi penampungan. Tak sampai setahun Anne
bertahan, ia meninggal pada awal tahun 1945 di kamp Bergen-Belsen, barat laut
Jerman. Ditengarai karena tifus yang menggerogotinya.
Anne adalah salah satu korban
Holokaus yang paling sering dibicarakan. Ia adalah satu dari jutaan korban
genosida Hitler dan pasukannya. Tak ada yang tahu tentangnya hingga Otto Frank,
kakak Anne, setelah kembali dari perang dunia kedua menemukan bahwa catatan
harian adiknya disimpan oleh salah seorang penolong mereka – saat bersembunyi
dari tentara Nazi – yang bernama Miep Gies. Ia mengambilnya. Kemudian, buku
harian tersebut ia terbitkan pada tahun 1947. Dari situ, di kemudian hari buku
tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ia kemudian menjadi salah satu
buku terlaris yang membuka mata dunia dan sekaligus mencatat salah satu tragedi
paling kelam di sepanjang sejarah umat yahudi.
Entah apa yang ada dipikiran Anne
hingga ia menulis detil kejadian yang menimpanya pada buku harian yang
diberikan pada ulangtahunnya yang ketigabelas tersebut, tapi barangkali, salah
satunya tak jauh dari judul di atas, bahwa menulis untuk abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar