April 06, 2018

Sebuah Booming dan Bikin Kaget Ala Politisi























Sebelum anda membaca, tersenyumlah; karena senyum itu ibadah. Pastikan anda berada dalam keadaan mood, Pw, dan sehat walafiat. Takutnya anda tidak kuat seperti mbak Milea, menahan rindu yang semakin membooming dan bikin kaget bang Dilan; sehingga anda males membaca “tulisan balsem” ini sampai selesai, walaupun (seperti balsem) hanya akan membuat anda tercerahkan sebentar kemudian pening lagi… heheheJ

Kepo politik, berarti peduli pada Negara. Walaupun tidak senilai dengan para politisi yang memperjuangkan aspirasi mereka, berada di garda terdepan dalam pembangunan Negara. Tapi setidaknya, kita harus tau kondisi Negara dan berusaha menyumbangkan suara. Sebagai warganya, kita berhak bicara, menjauhi hoax yang menebar kebencian, dan ikut menjaga kelestarian. Dalam kasus penyebaran kebencian dan hoax, MCA (Muslim Cyber Army) diduga adalah dalang di dalamnya yang kemudian menjadi sebuah booming dan bikin kaget…. HeheJ

Di zaman now, masih banyak orang yang gampang percaya dengan hal-hal  yang booming itu, suka kaget dan tak mau menelisik ulang. Sehingga, menuai kebencian pada politik dan rusaknya ideology masyarakat. Namun, memang setelah politik itu menjadi politik kekuasaan, seseorang menjadi pejabat dan mendapatkan sumber daya ekonomi dan lain-lain, timbul persepsi dalam masyarakat bahwa politik itu harus dibenci dan dijauhi.

Nah, dari persepsi yang demikian, kita perlu mengubahnya dan meyakini bahwa kita tidak bisa lepas dari politik; karena telah kita rasakan besar manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, walaupun politik bukanlah hal yang serba suci. Kita tahu bahwa negara ini didirikan oleh para politisi, bukan oleh mereka yang diam dan hanya mencaci-maki. Sebagai pemuda yang berapi-api, kita harus tetap menjaga anggapan bahwa politik itu suci dan mulia dalam esensinya, karena dari sanalah aspirasi kita diperjuangkan dan ditegakkan. Segala hal yang bersangkutan dengan kebaikan negara, para politisilah yang menanganinya.

Maka dari itu,  sebagai warga negara yang mencintai (cinta: menjaga keindahannya, tetap cemerlang dan menjauhkannya dari keburukan) wathon (tanah air), kita wajib mempertahankan politik tetap mulia dan tidak hanya didominasi kekuasaan, namun juga pengetahuan, kesadaran, idealisme, dan cita-cita yang tinggi. Sehingga, politik tidak kotor dan menjadi tak sedap di mata masyarakat.

Di Mesir, kita akan melihat politik pemerintahan yang berperan didalamnya ulama-ulama Al-Azhar dan memiliki peranan penting di dalamnya. Ini dimaksudkan untuk dapat memperbaiki perpolitikan itu sendiri secara langsung, walaupun pernah seorang presiden disana mengatakan bahwa agama dan politik adalah hal yang bertolak belakang; karena agama mengajak pada kemaslahatan, dan sebagian politisi dalam realitanya bertolak belakang dengan itu. Sehingga, muncullah perkataan “jangan bawa-bawa agama dalam berpolitik”. Dan sekali lagi, kata ini menjadi sebuah booming di Negara kita dan merusak pola pikir masyarakat. Sehingga jika seorang ulama dekat dengan perpolitikan, maka dianggap tak lagi berwibawa dan dijauhinya.

Baru-baru ini ada perkataan lama yang kembali diulas yaitu “politik itu candu”, yang menurut penulis, istilah ini hanyalah sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya, dengan sudut pandang yang (kurang) pas, namun menjadi sebuah boming dan bikin kaget (katapakjokowi).... hehe.. J

Berbeda jika kata candu itu disematkan pada politisi yang terjangkit penyakit “narsisme politik”. Orang yang narsisme politik akan menjadi seorang diktator yang ingin terus berkuasa, dan terus-menerus memoles citra dirinya, sehingga timbul candu kekuasaan. Akan sangat mengerikan jika para penguasa dalam berbagai ranah sosial dan politik dirasuki penyakit narsisme dan candu kekuasaan. Demokrasi hanya akan menjadi jalan untuk berkuasa, dan harta Negara dikeruk dari dalam sehingga perlahan akan menghancurkannya secaradiam-diam.

Hal demikian itu telah kita lihat sendiri, banyaknya figur politik yang menoreh tinta merah dalam dunia politik yang membuat rakyat apatis dengan hal-hal yang berbau politik serta tak percaya lagi dengan hukum-hukum di Indonesia. Seperti contoh kasus di era pak jokowi yang jadi booming dan bikin kaget, yaitu kasus Setya Novanto yang kasusnya dibuat lelet dan berlarut-larut, walaupun bukti korupsinya sudah real dan tak terbantahkan di mata umum. Atau kasus “Mahar Politik” yang pernah menjadi topik hangat dalam Cator Semoh (baca: Madura) di FOSIKBA yang juga pernah menjadi sebuah booming dan agak bikin kaget, ditambah ada yang lebih bikin kaget lagi, yaitu kasus bertebarannya orang gila pembunuh ulama yang  sampai saat ini masih menjadi sebuah boomingdan bikin kaget.... J

Dari kejadian tersebut, jangan lantas kita terburu-buru mengambil kesimpulan, bahwa politik itu merusak dan menghancurkan, akan tetapi bagaimana cara kita membantu politik pemerintahan itu kembali pada esensi dibentuknya. Karena sejatinya, politik adalah media untuk pengabdian bersama menuju kesejahteraan, bukan untuk meraih kekuasaan dan bermanis-manis dengan pencitraan, menjadikannya sebuah (kesederhanaan yang diambil dari sudutnya, dari sudut pandang kamera yang pas, sehingga,  semuanya, apa....? kaget dan menjadi sebuah booming…. J) penyakit narsisme politik.

Seorang pemimpin harus membangun kemurnian dan keteguhan hati untuk mengabdi, dan memahami kekuasaan sebagai wadah aktualisasi diri dalam memberikan pengabdian dan pelayanan kepada rakyat. Begitu pun rakyat harus berpartisipasi, menegur dan mencari solusi untuk kemaslahatan bersama. Diam tak selamanya emas, seperti kata penulis sebelumnya (penulis “diam itu emas”), namun diam juga akan menjadikan kita “setan yang membisu” seperti istilah dari Prof. Quraisy Shihab. Penulis tafsir al-Misbah yang juga Fans Real Madrid ini, menyematkan istilah tersebut pada orang yang memiliki kemampuan untuk menegur dan mencegah kemunkaran, akan tetapi enggan untuk melakukan. Beliau mengutip perkataan sosiolog, bahwa diam melihat hal yang buruk, bisa menjadikan keburukan itu dianggap baik oleh masyarakat. Begitu pun sebaliknya, jika kebaikan sudah jarang dilakukan maka akan dinilai oleh masyarakat sebagai keburukan.

            Sebagai pemuda pemilik masa depan bangsa, marilah kita berupaya membantu, berpartisipasi, membangun, mengoreksi, dan ikut menjadi bagian dalam terbentuknya politik pemerintahan yang baik, serta menjauhkannya dari hal-hal yang dinilai buruk oleh hati nurani kita. Semoga tulisan yang penuh kesederhanaan ini (yang menurut saya, diambil dari sudut pandang yang pas) tidak menjadikan anda kaget dan menjadi sebuah BOOMING, sehingga semuanya..... Apa? Mengkritik negatif tak membangun, dan hanya memberatkan, seperti pengorbanan Aisha untuk Fachry—pen.--. Heheh,...:)JJ
Oleh: Ramzy Ridha--2R (baca: TU A)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates