Sebelum anda membaca, tersenyumlah; karena senyum
itu ibadah. Pastikan anda berada dalam keadaan mood, Pw, dan sehat walafiat.
Takutnya anda tidak kuat seperti mbak Milea, menahan rindu yang semakin membooming
dan bikin kaget bang Dilan; sehingga anda males membaca “tulisan balsem”
ini sampai selesai, walaupun (seperti balsem) hanya akan membuat anda tercerahkan
sebentar kemudian pening lagi… heheheJ
Kepo politik, berarti peduli pada Negara. Walaupun tidak senilai dengan para politisi yang
memperjuangkan aspirasi mereka, berada di garda terdepan dalam pembangunan Negara. Tapi setidaknya, kita harus tau
kondisi Negara dan berusaha menyumbangkan suara. Sebagai warganya, kita berhak bicara, menjauhi hoax
yang menebar kebencian, dan ikut menjaga kelestarian. Dalam kasus penyebaran kebencian
dan hoax, MCA (Muslim Cyber Army) diduga adalah dalang di dalamnya yang
kemudian menjadi sebuah booming dan bikin kaget…. HeheJ
Di zaman now, masih banyak orang yang
gampang percaya dengan hal-hal yang booming
itu, suka kaget dan tak mau menelisik ulang. Sehingga, menuai kebencian pada
politik dan rusaknya ideology masyarakat. Namun, memang setelah politik itu menjadi
politik kekuasaan, seseorang menjadi pejabat dan mendapatkan sumber daya ekonomi
dan lain-lain, timbul persepsi dalam masyarakat bahwa politik itu harus dibenci
dan dijauhi.
Nah, dari persepsi yang demikian, kita perlu mengubahnya
dan meyakini bahwa kita tidak bisa lepas dari politik; karena telah kita rasakan
besar manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari, walaupun politik bukanlah hal
yang serba suci. Kita tahu bahwa negara ini didirikan oleh para politisi, bukan
oleh mereka yang diam dan hanya mencaci-maki. Sebagai pemuda yang berapi-api,
kita harus tetap menjaga anggapan bahwa politik itu suci dan mulia dalam
esensinya, karena dari sanalah aspirasi kita diperjuangkan dan ditegakkan.
Segala hal yang bersangkutan dengan kebaikan negara, para politisilah yang menanganinya.
Maka dari itu,
sebagai warga negara yang mencintai (cinta: menjaga keindahannya, tetap
cemerlang dan menjauhkannya dari keburukan) wathon (tanah air), kita
wajib mempertahankan politik tetap mulia dan tidak hanya didominasi kekuasaan,
namun juga pengetahuan, kesadaran, idealisme, dan cita-cita yang tinggi.
Sehingga, politik tidak kotor dan menjadi tak sedap di mata masyarakat.
Di Mesir, kita akan melihat politik pemerintahan
yang berperan didalamnya ulama-ulama Al-Azhar dan memiliki peranan penting di
dalamnya. Ini dimaksudkan untuk dapat memperbaiki perpolitikan itu sendiri
secara langsung, walaupun pernah seorang presiden disana mengatakan bahwa agama
dan politik adalah hal yang bertolak belakang; karena agama mengajak pada kemaslahatan,
dan sebagian politisi dalam realitanya bertolak belakang dengan itu. Sehingga, muncullah
perkataan “jangan bawa-bawa agama dalam berpolitik”. Dan sekali lagi, kata ini menjadi
sebuah booming di Negara kita dan merusak pola pikir masyarakat. Sehingga
jika seorang ulama dekat dengan perpolitikan, maka dianggap tak lagi berwibawa
dan dijauhinya.
Baru-baru ini ada perkataan lama yang kembali
diulas yaitu “politik itu candu”, yang menurut penulis, istilah ini hanyalah
sebuah kesederhanaan yang diambil sudutnya, dengan sudut pandang yang (kurang)
pas, namun menjadi sebuah boming dan bikin kaget (katapakjokowi)....
hehe.. J
Berbeda jika kata candu itu disematkan pada
politisi yang terjangkit penyakit “narsisme politik”. Orang yang narsisme
politik akan menjadi seorang diktator yang ingin terus berkuasa, dan terus-menerus
memoles citra dirinya, sehingga timbul candu kekuasaan. Akan sangat mengerikan
jika para penguasa dalam berbagai ranah sosial dan politik dirasuki penyakit
narsisme dan candu kekuasaan. Demokrasi hanya akan menjadi jalan untuk berkuasa, dan harta Negara dikeruk dari dalam sehingga perlahan akan menghancurkannya secaradiam-diam.
Hal demikian itu telah kita lihat sendiri,
banyaknya figur politik yang menoreh tinta merah dalam dunia politik yang membuat rakyat apatis dengan hal-hal yang
berbau politik serta tak percaya lagi dengan hukum-hukum di Indonesia.
Seperti contoh kasus di era pak jokowi yang jadi booming dan bikin
kaget, yaitu kasus Setya Novanto yang kasusnya dibuat lelet dan berlarut-larut,
walaupun bukti korupsinya sudah real dan tak terbantahkan di mata umum. Atau
kasus “Mahar Politik” yang pernah menjadi topik hangat dalam Cator Semoh (baca:
Madura) di FOSIKBA yang juga pernah menjadi sebuah booming dan agak
bikin kaget, ditambah ada yang lebih bikin kaget lagi, yaitu kasus
bertebarannya orang gila pembunuh ulama yang
sampai saat ini masih menjadi sebuah boomingdan bikin kaget.... J
Dari kejadian tersebut, jangan lantas kita
terburu-buru mengambil kesimpulan, bahwa politik itu merusak dan menghancurkan,
akan tetapi bagaimana cara kita membantu politik pemerintahan itu kembali pada
esensi dibentuknya. Karena sejatinya, politik adalah media untuk pengabdian bersama
menuju kesejahteraan, bukan untuk meraih kekuasaan dan bermanis-manis dengan
pencitraan, menjadikannya sebuah
(kesederhanaan yang diambil dari sudutnya, dari sudut pandang kamera yang pas,
sehingga, semuanya, apa....? kaget dan
menjadi sebuah booming…. J) penyakit narsisme politik.
Seorang pemimpin harus membangun kemurnian dan
keteguhan hati untuk mengabdi, dan memahami kekuasaan sebagai wadah aktualisasi
diri dalam memberikan pengabdian dan pelayanan kepada rakyat. Begitu pun rakyat
harus berpartisipasi, menegur dan mencari solusi untuk kemaslahatan bersama. Diam
tak selamanya emas, seperti kata penulis sebelumnya (penulis “diam itu emas”), namun
diam juga akan menjadikan kita “setan yang membisu” seperti istilah dari Prof.
Quraisy Shihab. Penulis tafsir al-Misbah yang juga Fans Real Madrid ini,
menyematkan istilah tersebut pada orang yang memiliki kemampuan untuk menegur dan
mencegah kemunkaran, akan tetapi enggan untuk melakukan. Beliau mengutip
perkataan sosiolog, bahwa diam melihat hal yang buruk, bisa menjadikan
keburukan itu dianggap baik oleh masyarakat. Begitu pun sebaliknya, jika
kebaikan sudah jarang dilakukan maka akan dinilai oleh masyarakat sebagai
keburukan.
Sebagai pemuda pemilik masa depan bangsa, marilah kita berupaya membantu,
berpartisipasi, membangun, mengoreksi, dan ikut menjadi bagian dalam
terbentuknya politik pemerintahan yang baik, serta menjauhkannya dari hal-hal
yang dinilai buruk oleh hati nurani kita. Semoga tulisan
yang penuh kesederhanaan ini (yang menurut saya, diambil dari sudut pandang
yang pas) tidak menjadikan anda kaget dan menjadi sebuah BOOMING, sehingga
semuanya..... Apa? Mengkritik negatif tak membangun, dan hanya memberatkan,
seperti pengorbanan Aisha untuk Fachry—pen.--. Heheh,...:)JJ
Oleh: Ramzy Ridha--2R (baca: TU A)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar