Februari 26, 2020

Bijak dengan Si Gawai

Telah diketahui bersama bahwa kita telah berada di era teknologi yang mana semua informasi sebagian besarnya tersebar luas dengan cepat ke berbagai pelosok. Media cetak atau online menjadi salah satu wadah dalam menuangkan informasi tersebut. Untuk mengirim surat kabar antar negara misalnya, tidak perlu waktu lama, cukup satu klik sudah sampai ke tujuan. Berbeda dengan tempo dulu tepatnya 50 tahun silam, dalam keadaan itu sebuah surat bisa sampai dengan waktu yang berbulan-bulan.

Anehnya, dalam situasi seperti sekarang masih saja ditemui beberapa orang yang menyalahgunakan keberadaan teknologi yang luar biasa ini. Mereka menjadikan itu sebagai niat buruknya, melukai lawan, memalsukan informasi bahkan memutarbalikan fakta agar publik menjauh dari hal yang sebenarnya. Itu terjadi sebab dalam diri mereka sudah tak ada maksud lain selain amarah dan dendam yang tak kunjung reda.

Oleh sebab itu, kita ataupun siapapun kamu yang suka mengkonsumsi informasi, di media sosial khususnya (Fb,Wa,IG,Twitter) agar lebih bijak dalam menanggapi hal tersebut. Tidak mudah percaya dan mengambil keputusan sebelum meneliti lebih jauh terkait informasi yang tersebar. Parahnya lagi di antara warganet malah ada yang seenaknya mencibir dan mengolok-olok saudaranya sendiri sebab dia tak satu pemahaman dengannya.

Sebenarnya jauh sebelum era ini datang Islam telah mewanti-wanti para warganya agar lebih bijak dan meneliti kembali informasi yang tersebar, apalagi jika hal itu datangnya dari mereka yang tergolong fasik. Tidak hanya itu Islam juga memberikan batasan dalam menanggapi adanya suatu informasi agar nantinya nilai kebaikan dan manfaat tetap terkandung dalam informasi tersebut.

Di sini penulis akan menyebutkan tiga batasan yang ditentukan agama dalam menanggapi suatu informasi, berikut ulasannya:

Pertama: Informasi yang mau disebarkan haruslah berupa suatu hal yang berguna dan bermanfaat. Jadi tujuan awal dalam informasi sebenarnya untuk memberikan hal yang baru dan berfaedah kepada orang lain. Memberi kabar bahwa musim hujan akan segera datang, biaya pendidikan di kampus akan diturunkan. Intinya dalam informasi tersebut terkandung suatu kebaikan.

Kedua: Meneliti dan memastikan terlebih dahulu informasi yang diterima terlebih apa yang menjadi perbincangan hangat di medsos, khususnya lagi berkaitan dengan persoalan agama. Teliti dahulu apakah sesuai dengan aturan Syariat? Jika tidak tahu jawabannya maka bertanyalah pada yang ahli jangan mudah dipercaya sebab yang menyampaikan informasi itu adalah ustadz A yang sudah terkenal dan banyak yang membagikan psotingannya. Bisa jadi apa yang disampaikannya belum tentu benar atau bisa juga hanya berlaku untuk dirinya sendiri.

Ketiga: Membuang sifat fanatisme (ta’assub) terhadap suatu hal tanpa menerapkan poin yang kedua di atas. Dalam hal ini sudah banyak terjadi di sekitar kita seperti ungkapan yang tertera di salah satu media sosial: “Saya yakin bahwa yang mengikuti pendapat itu salah sebab dalam ajaran kami tak ada hal yang semacam itu.”Jika kita tetap bersikokoh memakai jubah kefanatikan dan tak pernah rela menerima suatu perbedaan, maka akan tercipta pertengkaran, saling hujat sana sini, merasa benar sendiri dan menyalahkan orang lain. Kalau tetap saja begini kapan Negara kita akan maju, kapan keilmuan kita akan tumbuh dan berkembang?

Akhiran, semoga kita tidak tergolong dengan mereka yang mudah menyalahkan, merasa benar sendiri, dan tak mau berfikir lebih dalam terkait persoalan tertentu. Ini semua akan tercapai jika kita mulai dari diri kita sendiri sehingga nantinya akan tercipta perilaku yang baik, ketentraman bersama dan saling menghargai tanpa ada yang melukai lagi.

Tabik, 

Moh. Syamsul Arifin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates