November 30, 2016

,


Setiap kita memiliki perjalanan hidup yang berbeda-beda. Perjalanan hidup kita seperti yang sudah pernah kita alami masing-masing akan menemui berbagai hal. Tak selamanya perjalanan ini menyenangkan, juga tidak bersedih yang berkepanjangan. Susah dan senang dalam hidup adalah dua sisi yang senantiasa menghiasa kehidupan kita. Seperti pergantian malam dan siang. Jangan takut berada di malam hari. Sebentar lagi mentari kan hadir menyinari kehidupan kita.

Silih bergantinya kehidupan menjadi dinamika tersendiri bagi kita. Saat susah sedang menghimpit kehidupan kita, bersabarlah! Yakinlah bahwa ini pasti kan berlalu dan berganti dengan kabar gembira yang menyenangkan hati. Roda kehidupan kan senantiasa berputar, tak selamanya kita berada di bawah, suatu saat nanti kita kan sampai puncak jua. Jangan mengeluh ketika menapaki jalan jelek yang penuh dengan onak dan duri, berhati-hatilah! Terus bergerak, susuri jalan kehidupan penuh kewaspadaan. Tak lama lagi akan ditemukan jalan yang bagus.

Perjalanan yang baguspun membuat kita harus waspada dan hati-hati. Bisa jadi pengguna jalan lain ada yang kurang memahami aturan dalam melakukan perjalanan yang akan menyebabkan kita kena musibah. Tak selamanya jalan ini lurus, akan ada tikungan yang sangat berbahaya bila kita tak mampu melakukan perjalanan dengan baik. Sungguh sesuatu yang sangat menakjubkan sekali apa yang diungkapkan Rasulullah SAW,  Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Suhaib, ia berkata, “Rasulullah shalallahu‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Imam Muslim). Benar-benar mengagumkan sekali potret insan beriman, manusia yang memiliki pandangan keimanan, iman menjadi sudut pandangnya. Ia akan menilai dari sisi keimanan. segala sesuatunya akan menjadi baik baginya. Susah dan senang adalah kebaikan. Ia akan mampu bersabar dan bersyukur dengan kondisi yang dihadapinya. Ia tak kan berkeluh kesah, ia juga tak kan lupa untuk bersyukur. Apa yang dialaminya senantiasa akan melahirkan berjuta hikmah yang bisa diambil
pelajaran.


Tempaan-tempaan Alam yang kita alami masing-masing akan mematangkan kedewasaan kita dalam berfikir, kita akan menjadi mahasiswa terbaik dari Universitas Al- Azhar. Berbagai ujian dari Universitas Al- Azhar bukanlah untuk merendahkan kedudukan kita, akan tetapi ketika kita mampu menyelesaikannya dengan baik kedudukan kita akan naik, tingkat kita akan naik. Semua itu akan menjadi bekal dalam menapaki kehidupan selanjutnya, kita akan terlatih dalam mengerjakan berbagai soal. Kita akan mampu menyelesaikan berbagai problematika kehidupan yang kita alami. Syaratnya sangat mudah berimanlah dan Istiqomahlah, niscaya kehidupan kita akan sangat menakjubkan, berbagai soal kehidupan akan mudah terpecahkan, IsyaaAllah.

Oleh ;
Arifin Key

November 24, 2016

,

Hari ini cuaca panas, apalagi ditambah dengan panasnya suasana kenegaraan, sehingga mengakibatkan suasana semakin memanas dan terasa seperti terbakar, suatu cerita tentang sebuah permainan yang biasa dimainkan anak anak, yakni bermain bola. Permainan ini adalah sebuah permainan berkelompok yang pada intiinya itu memasukkan bola ke dalam gawang lawan atau wilayah perlindungan lawan, dimana bola yang dimainkan dan diperebutkan disitu hanya satu bola. Permainan bola ini bermacam macam, kenapa saya mengatakan bermacam macam, karena permainan ini bukan hanya terdiri dari satu cabang permainan, melainkan bermacam macam permainan, misalkan yang masyhur seperti sepak bola, volly, basket, dll. Semua itu bertujuan memasukkan bola ke daerah yang dijaga lawan.

Seiring berjalannya waktu, permainan seperti ini semakin maju dan terkenal, bahkan pemainnya para pejabat negara, tapi perlu diketahui, permainan ini sedikit berbeda dengan permainan bola biasa. Kenapa begitu, karena bolanya bukanlah bola yang bundar, yang biasa ditendangi para atlet, melainkan bolanya adalah manusia, yang manusia itu ditendangi kesana kemari, hingga dia jatuh ke posisi yang paling bawah, dan hingga tersingkir. Pada permainan ini juga yang paling membedakan adalah tujuannya, yang pada biasanya tujuan bermain bola adalah memasukkan bola ke daerah yang paling terjaga lawan, sedangkan yang ini tujuannya adalah mengeluarkan bola dari arena pertandingan.

Seperti yang saya ungkapkan diatas, tujuan permainan bola pemerintah adalah mengeluarkan bola, dan saya akan memberikan contoh dari permainan tersebut. Ada sebuah negara yang para pemerintahannya pada main bola, permainan ini berawal dari adanya seorang pejabat yang berjalan sesuai dengan kaidah hukum dan agama, tapi karena mayoritas orang-orang di pemerintahan itu banyak yang berjalan diluar garis lurus, maka pejabat yang lurus itu ditendangi dengan berbagai macam tendangan, seperti fitnah ini itu, hingga dia diturunkan dari jabatan, bahkan dipecat dari kepemerintahan. Alangkah indah bukan permainan ini, sungguh indah, dan yang membuat lebih indah lagi adalah, yang bermain di dalamnya adalah bukan orang-orang bodoh, melainkan orang pintar dan alim di dalam ilmu keagamaan, tapi sayangnya mereka hanya mengetahui dan tidak dipraktekkan, sehingga jika di filmkan, ini akan menjadi film yang bagus dan lucu. Bahkan sangking lucunya, bukan hanya setan yang tertawa, malaikat yang diatas  ikut tertawa, karena melihat kerepotan para pejabat menipu Allah, padahal mereka tahu, kalau Allah tidak bisa ditipu. Itulah kebodohan manusia, yang mungkin bisa kita sebut dengan jahil murokkab, yaitu kebodohan yang tersusun, dimana yang bodoh tidak sadar akan kebodohannya. Itulah sebabnya saya mengambil judul Pejabat main bola, Malaikat tertawa.

Bukankah lucu bukan, seseorang yang dipercaya masyarakat, yang sudah disekolahkan hingga tinggi, untuk mengatur jalannya tata negara, eh ternyata pada kenyataannya mereka bodoh, maka dari itu, alangkah baiknya bagi kita untuk membantu menyadarkan mereka, agar malaikat tidak tertawa kembali, dan fokus lagi menjalankan tugasnya, agar yang bagian rahmat tetap berjalan, yang bagian wahyu juga berjalan, sehingga manusia kembali stabil dan imbang seperti timbangan, sehingga harapan masyarakat terpenuhi, seperti yang tercantum dalam bait syair ;

نحن فقير و نتوقع الصديق # نحن جهيل و نتوقع الذكاء

Semoga kita semua tetap mendapat rahmat sehingga tetap berjalan di Jalannya, dan semoga kita semua bisa membangun bangsa kita kembali menjadi bangsa yang lebih baik dan bermoral, dan semoga tulisan yang sedikit dan penuh kesalahan ini dapat mejadi manfaat bagi pembaca dan penulisnya.

Oleh ;
Abdul Malik Ar Rasyid


November 17, 2016

,

Modernisasi bukanlah hal yg bisa kita jadikan tuduhan atas kegagalan. Namun jauh dari itu dalam menghadapi era modernisasi seperti sekarang, dimana semuanya disajikan secara instan dengan fasilitas-fasilitas canggih adalah sebuah kesempatan bagi kita untuk mengukur sejauh mana kepribadian kita, sejauh mana kemampuan kita dalam bertindak. Bukan berarti kami melarang untuk tidak mendekati hal-hal yg berbau kemodernisasian karna itu bisa dikatakan upaya kuper terselubung. Semua orang berhak bertindak apa saja, setiap orang memiliki jalur pendakian sendiri menuju puncak keberhasilan. kami tidak akan melingkari gaya hidup seseorang dalam kehidupan sehari-hari selagi, dalam lingkup normalisasi seperti yang iwan fals syairkan ‘’ masalah moral masalah ahklak biar kami cari sendiri, urus saja moralmu, urus saja ahklakmu, peraturan yang sehat yang kami mau’’ ya begitulah.

Namun mirisnya itu semua di bantah  oleh mereka yang melihat kemodernisasian dengan cara tidak sehat. Bagi mereka yang melihat dengan sebelah mata, apapun itu bentuknya kalau dilihat dari satu sisi saja tanpa melihat sisi yang lain akan mereka anggap jauh dari kenormalisasian, sehingga dengan kewibawaan yang mereka miliki dengan mudah mengklaim seseorang yg mereka anggap salah, justru itu dalam ilmu filsafat di sebut sebagai kesesatan dalam berfikir.

Gunakanlanlah akal sehat dalam kehidupan sehari-hari. Apapun hasilnya, apapun dampaknya kita tidak bisa mengklaim bahwa kemodernisasian adalah aktor dari kegagalan kita. Tidak bisa menampik fakta bahwa kitalah aktor dari segalanya dalam menjalani dinamika kehidupan. Jadi kembalikanlah kegagalan pada diri kita sendiri, karena itu semua ada pada cara kita dalam upaya menyerap subtansi kehidupan. Semakin terjal jalan yang ditempuh justru akan membuat sang aktor menjadi lebih tangguh, semakin tinggi gunung yg didaki maka akan semakin indah pemandangan yang didapat. Bukankan mereka tidak akan mendapatkan mutiara tanpa menyelami lautan?. Maksudnya apa, semakin kita menyelami era kemodernisasian yang bisa di katakan penuh dengan cobaan dengan tanda kutip memanfaatkannya dengan sebaik mungkin, tidak menutup kemungkinan kita akan menjadi lebih tangguh dari ulama’-ulama’ terdahulu, karna cobaan yang kita hadapi di sekitar kita saat ini jauh tidak sama dengan cobaan yang mereka hadapi dulu. Contohnya kalau di zaman dulu para wanita lebih asik di dalam rumah mereka masing-masing dengan pakaian-pakaian yg normal dan sesuai dengan syariat, akan tetapi kalau sekarang banyak kita jumpai para wanita di jalanan bahkan dengan pakaian mereka yg jauh dari syariat islam. Ini merupakan segelintir tantangan yang harus kita hadapi di era modern ini. Sejauh mana kemampuan pribadi kita dalam menjauhi sesi negatif kemodernisasian?. Sekali lagi siapapun yang bisa bertahan di tengah hantaman adalah mereka yang berdedikasi tinggi termasuk tahan terhadap cobaan ketika merintis karir. Seseorang akan di katakan hebat kalau sudah terlepas dari segala bentuk tantangan yang mereka jalani. Mereka yg hanya terdiam dalam rumah tanpa melakukan hal apapun, kendatipun mereka bisa dikatakan jauh dari kemaksiatan tidaklah dikatan seseorang yg tangguh. Jadi mereka tidak bisa mengklaim diri mereka hebat kaerna tidak sedikit pun menyentuh kemaksiatan dengan hanya berdiam diri dalam bermalas malasan tanpa mekakukan apapun. Bisa jadi mereka tidak melakukan kemaksiatan bukan karna mereka kuat akan tetapi karna mereka tidak mempunyai kesempatan untuk berbuat maksiat, jadi mereka tidak bisa mengklaim diri sendiri lebih baik dari mereka yg berjuang keras menerobos kemodernisasian.

Memanfaatkan kemodernisasian merupakan jalan satu-satunya bagi kita untuk hidup sekarang. Kita tidak bisa lepas dari itu, karna kita hidup di zaman modern melepaskan diri dari ke modernisasian justru akan membuat kita sedikit kuper.

Positif thingkinglah dalam mengambil tindakan, akan tetapi bukan berarti kita tidak menghiraukan sesi negatif dari tindakan tersebut, namun setidaknya sesi negatif tidak mempengaruhi langkah kita dalam mengambil tindakan. Seseorang tidak akan bersepeda kalau sebelum bersepeda mempunyai rasa takut jatuh. Wallahu a’lam

Oleh ;
Wafie Faroby

( Darul Lughah, Mutawassith II )

November 14, 2016

,

Kehidupan merupakan sebuah perjalan yang harus dilewati oleh seseorang tanpa harus terhenti di tengah jalan. Dinamika kehidupan yang lalu, saat ini, dan masa yang akan datang merupakan rancangan tuhan di masa lampau yang harus kita jalani penuh dengan keikhlasan. Namun meski demikian, Allah masih memberi kesempatan terhadap hambanya untuk berusaha memberikan yang terbaik dalam hidupnya, karena hidup adalah sebuah pilihan, jika seorang hamba menginginkan kebahagian maka ikutilah jalannya dan sabarlah menghadapi cobaannya dan jika menginginkan kesengsaraan maka ikuti jua perjalanannya dan sabarlah menghadapi akibatnya. Semuanya kita yang menentukan mau di bawa kemana perjalanan hidup kita, apakah ke pintu kebahagiaan atau ke pintu kesengsaraan. Tentunya semua akan sesuai dengan takdir ilahi karena dialah yang berhak untuk menentukan kita berada di pintu kebahagiaa atau kesengsaraan. Kita hanyalah bisa berusaha dan berdoa dan menerima apapun keputusannya, dan kita hanyalah seorang hamba yang hina dan penuh dengan keterbatasan, hamba yang selalu mengharap keridoaan dari sang pengatur kehidupan.

Perjalanan hidup memanglah sulit tuk kita jalani, terkadang kejadian-kejadian yang  tidak di harapkan selalu datang menghambat perjalan kita. kekecewaan, kesedihan, ketakutan ataupun kebahagiaan pasti akan mengiringi perjalanan kita, tanpa harus mengeluh dan merasa kecewa dengan takdir Allah yang telah di tentukan. Kehidupan laksana menaiki sebuah kendaraan yang terus berjalan mengikuti poros takdir tuhan, kita hanyalah seorang sopir, dan tujuan kita adalah terminal kebahagiaan dunia akhirat, dan pemilik kendaraan adalah Allah sang maha rahman, serta yang memiliki dan mengatur lika-liku perjalanan kendaraan yang kita tunggangi. Seorang sopir harus mengikuti rambu-rambu yang telah di tentukan oleh sang pengatur jalan agar tidak di beri sangsi serta tidak menyalah gunakan kendaraan yang sedang dia tunggangi. Karena kendaraan itu hanyalah sebuah pinjaman yang mana pada suatu hari nanti harus di kembalikan kepada sang pemiliknya yaitu Allah tuhan semesta Alam. Begitupun dengan kehidupan jika kita keluar dari rambu-rambu Allah yang telah di tentukan, maka kita harus menerima hukuman yang sesuai dengan pelanggaran, namun sebaliknya jika sebuah kebahagiaan yang kita inginkan maka patuhi peraturan itu, walau terkadang kita masih menemui hambatan yang tak diinginkan, hambatan yang tiba-tiba datang tanpa berpamitan namun itulah cobaan yang harus di hadapi dengan kesabaran karena pada waktu itu Allah masih sayang kepada kita. 

Di saat kita tengah krisis kebahagiaan, sirna akan senyuman, semua tidak sesuai dengan harapan, dan usaha selalu gagal, percayalah bahwasanya Allah masih sayang kepada kita. Boleh jadi sesuatu yang kita anggap baik belum tentu baik menurut Allah, karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik dalam hidup kita, bukan memberikan apapun yang kita inginkan. Tidakkah kita menyadari bahwa Allah lebih mengetahui terhadap akibat sesuatu?. Memang kita terkadang sulit menerima keputusan Allah, namun apakah kita bisa menentang atau mengubah yang telah terjadi dalam hidup kita?. Manusia tidak akan pernah bisa memutar kembali kehidupan, manusia tidak bisa menentukan alur kehidupannya karena manusia penuh dengan keterbatasan. Apapun yang terjadi dalam hidup kita semuanya akan menjadi mutiara hikmah yang tak ternilai harganya. Lakukanlah yang terbaik dalam hidup kita tanpa harus menoleh-noleh kebelakang dan teruslah maju untuk menjadi sang jawara kehidupan, serta menjadi orang yang diridhoi sang pengatur alam dengan mengikhlaskan apapun yang terjadi dalam kehidupan. Semua itu yang akan mengantarkan kita kepada gerbang kebahagiaan.

Kehidupan memanglah sebuah histori yang tiada batasnya dan masing-masing akan memiliki histori yang berbeda, alur yang berbeda dan dinamika yang berbeda jua. Sebab semuanya akan saling mewarnai dan saling melengkapi. Kehidupan tidak akan pernah menemui titik keindahan tanpa adanya warna-warni kehidupan. Lihatlah rangkaian warna-warni pelangi yang begitu indah nan pesona, dan lihatlah berbagai macam hewan yang ada di muka bumi. Ini semuanya memberikan pelajaran kepada kita bahwa sebuah kehidupan tidak akan pernah indah tanpa adanya perbedaan. Jika profesi kita saat ini adalah seorang petani maka syukurilah, jika kita saat ini adalah berprofesi sebagai guru maka syukurilah dan apapun profesi kita asalkan bukan berprofesi sebagai koruptor, maling, pembunuh bayaran serta profesi lainnya yang di larang oleh agama islam, maka syukurilah karena semuanya akan saling melengkapi satu sama lain. Dan hargailah sebuah perbedaan tanpa adanya rasa iri dan dengki terhadap profesi orang lain, semuanya sudah menjadi takdir dari masing-masing insan yang telah di tentukan oleh Allah semasa kita berada dalam kandungaan.

Oleh ;
Fauzul Bari Abd. Hamid



November 13, 2016

,

Indonesia sebagaimana negara lain. Sempat saya berbicara dengan salah satu sahabat, mengenai problematika yang menimpa Indonesia. Dari berbagai jenis problem yang beragam sebetulnya berasal dari satu kepentingan, yaitu kekuasaan. Hal semacam ini bukanlah tragedi baru, melainkan tragedi lama, hanya saja dengan pemeran, tempat dan masa yang berbeda. Sebenarnya ketika ditelusuri, problematika di negara kita adalah tidak meratanya keadilan, sebab ketika masyarakat kecil bersalah, seakan hukum hidup membasmi kecurangan, tetapi ketika seorang pejabat bersalah, seakan hukum tidak lagi berlaku. Entah ini sebuah kepentingan mayoritas atau kepentingan pribadi, sehingga hukum hanya pantas diterapkan kecuali pada pejabat pemerintah.
Dari kutipan di atas saya teringat hadis nabi Muhammad Saw.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: 
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Sesungguhnya umat sebelum kamu musnah (kerana sikap pilih kasih). Apabila golongan bangsawan mencuri mereka dilepaskan, manakala golongan bawahan mencuri barulah dilaksanakan hukuman. Demi allah! Jika fatimah anak perempuan muhammad (sendiri yang) mencuri pasti aku akan (tetap) memotong tangannya (melaksanakan hukum allah tanpa pilih kasih atau kasta)”
           
Ternyata apa yang menjadi sabda nabi betul-betul terjadi, ini bukan lantas kebetulan, akan tetapi merupakan bukti kongket bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah seorang nabi dan rosul, karena merupakan kemustahilan jika kabar itu bukan didapat dari wahyu Allah.

Kekuasaan merupakan kedudukan mulia, bukan sesuatu yang buruk, sehingga pantas jika setiap orang memiliki ambisi untuk menjadi penguasa, terlepas dari niat dan tujuannya. Tetapi yang jelas ketika kekuasaan jatuh pada orang yang salah, maka hancurlah sebuah tatanan masyarakat sebagai pondasi persatuan negara hanya Karena tidak meratanya keadilan. Ketika berbicara soal keadilan, sepertinya setiap kelompok memiliki barometer tersendiri sebagai tolak ukur kongkret tidaknya sebuah pemahaman. Namun meskipun demikian, ketika setiap kelompok saling menyerang dan saling menjatuhkan, maka yang terjadi adalah perpecahan. Dan itu lebih buruk dari sekedar perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi bisa diselasaikan dengan empat mata, sedangkan perpecahan negara tidak akan dapat dipersatukan kecuali dengan nyawa dan kehormatan.

Jika dahulunya Indonesia tidak dipersatukan dengan satu tujuan (Kemerdekaan), maka saat ini dunia tidak akan pernah tahu kalau di dunia ini ada NKRI (Negara kesatuan republik Indonesia) sebagai negara yang menerima keragaman. Sehingga tidaklah mengherankan apabila bumi Indonesia menjadi rebutan sampai saat ini karena kekayaan buminya. Mulai dari sabang sampai merauke bumi pertiwi adalah tanah surga.

Jadi tidak ada alasan untuk menjadikan perbedaan agama sebagai perselisihan, perbedaan suku sebagai permasalahan, perbedaan budaya sebagai perpecahan. Karena pada dasarnya bangsa Indonesia tahu bahwa, bukanlah bangsa Indonesia tanpa keragaman dan persatuan. Dan kenyataannya ini yang menjadikan bangsa Indonesia semakin kuat dan dewasa, jadi sangatlah cocok dengan semboyan bangsa idonesia yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu)”.

Ayo,,,,,,Kita kembali pada niat mulia pahlawan bangsa Indonesia,,,,!!!

Cairo. Minggu, 13 November - 2016

Oleh ;
Amin Ghazali


November 12, 2016

,
 
 
Dalam kehidupan yang sebentar ini, kita dituntut untuk selalu berprilaku baik dalam segala aspek, baik itu dari segi tingkah maupun kata. Dan juga kita dituntut untuk selalu membantu sesama dalam hal kebaikan di manapun kita berada.
 
Sebagai manusia kita selalu membutuhkan satu sama lain dalam mencapai tujuan kita masing-masing. Maka dari itu, kehidupan tidak akan lepas dari intraksi sosial. Baik itu dengan keluarga ataupun masyarakat. Karena, hidup bersosial adalah sebuah fitrah dan keniscayaan bagi umat manusia untuk memudahkan mereka dalam memenuhi segala kebutuhannya. Seperti kebutuhan primer, sekunder, jasmani dan rohani. 
 
Hal ini juga di singgung oleh Ibnu Khaldun dalam beberapa statemennya dalam membangun sebuah peradapan, "Ketahuilah! Sesungguhnya kehidupan bersosial adalah suatu kebutuhan bagi umat manusia". Hal ini membuktikan bahwa manusia tidak bisa lepas dari yang  namanya bersosial dalam menjalani lembaran harinya.
 
Keharusan manusia bersosial ini bisa kita lihat dalam perjalanan mereka yang selalu membentuk sebuah komonitas. Mulai dari komonitas kecil yang meliputi keluarga, terus ke komonitas kabilah, masyarakt hingga terbentuklah bangsa atau negara. 
 
Sebenarnya kalau kita cermati lebih teliti hikmah di balik keharusan manusia untuk hidup bersosial yang terjadi sejak manusia pertama diciptakan adalah, manusia tidak bisa hidup secara individu dan mengerjakan semua pekerjaan tanpa bantuan dari orang lain karena mereka adalah makhluq lemah. Mungkin ini selaras dengan firman Sang Maha Pencipta dalam surah al-nisa :28
وخلق اﻹنسان ضعيفا
“Karen manusia diciptakan (bersifat) lemah”
 

Oleh; Sholehuddinn Ibnu Sabil

November 11, 2016

,

Kemarin saya sempat membaca salah satu artikel yang mengangkat tema “Sistem Imunitas Pengetahuan Agama”. Di dalam artikel tersebut menyinggung bagaimana seharusnya seseorang memahami ajaran agamanya; dengan nalar bayanikah atau dengan burhanikah? Dalam pembacaan saya, artikel tadi memberikan gambaran bahwa menggunakan nalar bayani dalam memahami agama akan menghasilkan pemahaman yang rigid dan juga akan mengundang aksi ofensif. Nalar pikir bayani nantinya akan membuat penggunanya mengklaim bahwa kebenaran yang dihasilkan olehnya adalah kebenaran absolut. Sehingga dengan nalar pikir seperti ini, ungkapan atau bahkan tindakan kekerasan akan sering terjadi dan dianggap sebagai kebenaran agama. Pada akhirnya, penulis artikel ini menyangsikan nalar bayani dan menganggapnya tidak relevan dengan cara keberagamaan kita saat ini. Lalu kemudian, dia mencari jalan lain dalam memahami agama—al-Quran dan Hadis—yaitu dengan mengaplikasikan nalar burhani. Nalar burhani dinilai efektif dalam menghasilkan keberagamaan yang benar dan inklusif. Sehingga ungkapan dan tindakan kekerasan tidak menjadi ideologi yang selalu dipertahankan.

Di sini saya sebagai pembaca artikel di atas sangat tidak setuju dengan hasil opini yang diangkat. Opini itu menciderai salah satu metodologi ulama Islam yang digunakan sejak zaman Islam klasik hingga sekarang. Yaitu nalar bayani tadi yang diklaim sebagai sumber dari cara beragama yang eksklusif dan ofensif. Akan tetapi, saya juga tidak menolak penggunaan nalar burhani dalam memahami teks keagamaan. Di sini saya tidak ingin menciderai salah satu dari dua metodogi tadi. Sehingga bagi saya, ada baiknya dalam menggunakan nalar burhani, tidak menciderai nalar bayani. Begitupun sebaliknya, dalam menggunakan nalar bayani, kita juga dituntut untuk menyelaraskannya dengan cara pikir yang burhani.

Sebelum masuk pada topik terdalam dalam opini saya ini, ada baiknya kita mengenali terlebih dahulu apa itu nalar pikir bayani dan apa itu burhani? Sehingga dengan pemahaman yang benar terhadap metodologi ini, kita dapat melihat bagaimana sebenarnya cara kerja dari keduanya.

Nalar bayani, sesuai maknanya secara leterlek (al-Bayân/penjelasan), adalah sebuah cara memahami yang menjadikan teks sebagai titik tolak. Kebenaran pemahaman diukur oleh bagaimana teks itu digunakan. Atau dengan kata lain, logika teks adalah kunci paling mendasar dalam menghasilkan pemahaman yang benar terhadap teks-teks keagamaan—al-Quran dan Hadis. Sedangkan nalar burhani merupakan nalar yang menjadikan akal sebagai kunci utama dalam memahami agama. Atau dengan bahasa yang berbeda, logika akal adalah tolok ukur pertama dalam menilai kebenaran sebuah pemaknaan terhadap sebuah teks.

Jika kita flashback kepada sejarah pemikiran Arab Islam, mungkin kita akan menemukan bahwa nalar bayani merupakan nalar yang digunakan oleh ulama abad pertama dan kedua Hijriah, khsusnya ahli Hadis dan ahli fikih. Sedangkan nalar pikir yang bergenre burhani adalah suatu manhaj berpikir yang digunakan oleh ulama abad setelahnya, khususnya ulama kalam di abad ketiga Hijriah. Di abad ketiga, dalam sejarah ilmu kalam, kita melihat bagaimana Muktazilah mendeklarasikan pemikiran keagamaannya yang dinilai sebagai kaum rasionlis atau ahli ra’yi. Sepintas kita melihat bahwa dahulu kala, kedua cara pandang ini—bayani dan burhani—sudah dianggap sesuatu yang bertolak belakang. Keduanya seakan tidak bisa dipertemukan dalam memahami teks keagamaan.

Namun jika kita jeli, di sinilah kita menemukan kejanggalan. Jika di masa Islam awal, manhaj bayani adem ayem tidak mengalami penolakan dan penentangan, kenapa di era setelahnya—khususnya oleh kaum rasionalis—dan bahkan sekarang seperti dalam artikel yang saya singgung di atas, dipandang sebagai cara pandang yang tidak absah atau bahkan harus dihapus dari cara berpikir kita dalam beragama? Dari sini sebenarnya saya melihat ada semacam kesalahan dalam melihat cara kerja manhaj bayani ini. Jadi, pada dasarnya, jika terdapat kesalahan dalam memahami teks sehingga menimbulkan sikap kasar dan semacamnya—seperti yang dipraktekkan oleh kaum Khawarij yang dinilai sebagai kaum tekstualis, itu bukan berarti nalar bayaninya yang salah, melainkan cara memakainya yang keliru. Dan kalau kita membaca sejarah Muktizilah yang diklaim sebagai kaum paling terdepan dalam membela rasio, maka kita juga dapat menemukan sikap arogan dan kasar dalam membela ideologinya. Tragedi fitnah khalq al-Quran adalah potret sejarah kelam perjalanan ilmu kalam. Itu artinya, manhaj burhani pun bisa menimbulkan sikap yang ofensif. Namun bukan berarti saya menyalahkan manhaj itu, melainkan cara memakainya yang tidak benar. Metodologi ibaratkan pisau, ia dapat menimbulkan malapetaka, tapi juga mampu mengundang beragam manfaat yang serba berguna.

Kesalahan dalam melihat cara kerja nalar bayani inilah yang kemudian mengundang sesorang untuk menolak manhaj ini. Nalar bayani dianggap sebagai nalar yang kaku dan tidak mampu menjawab tantangan zaman. Ia diklaim sebagai manhaj yang melihat teks sebagai benda mati semata, sehingga tidak mampu memberikan pemahaman yang hidup dan dinamis. Dan pemahaman seperti ini, bagi saya, adalah pandangan yang kesalahannya sangat fatal dan tentunya harus segera diperbaiki. Karena secara aklamatis, pandangan seperti itu mengancam keberadaan nalar bayani yang dipegang erat oleh ahli Hadis dan fikih, sepeti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad.

Sebagian mengira—termasuk penulis artikel yang saya singgung ini—bahwa pemahaman dengan memakai nalar bayani sebagai jalannya, merupakan pemahaman tekstualis dan jauh dari kata logis. Tentu ini sangat keliru. Imam Syafi’i, misalnya, sebagai salah satu Imam mazhab yang hingga kini masih dianut, dengan sangat jelas dan juga dengan logika yang matang, menjelaskan dalam kitab fenomenalnya, al-Risâlah bagaimana seharusnya nalar bayani yang digunakan dalam mengistinbat hukum Islam dari sumbernya—al-Qur’an dan Hadis. Pembahasan penting dalam kitabnya ini dimulai dengan menanyakan bagaimana bayân yang benar dalam pandangan syariat dengan merefer kepada cara Sahabat dan juga Nabi dalam mencetuskan sebuah hukum. Ringkasnya, teks al-Quran dalam nalar bayani haruslah dipahami dengan teks al-Quran. Dalam artian, sebagian al-Quran menjelaskan sebagiannya yang lain. Jika tidak ditemukan penjelasannya dalam al-Quran, maka dicari dari Hadis Nabi. Jika tidak tidak ditemukan juga, maka melalui jalan kiyas. Kiyas yang secara lahiriah ini bersandar kepada rasio, pada dasarnya ia tetap bersandar kepada teks.

Di sini kita melihat hukum dalam Islam itu haruslah bersumber dari teks. Sehingga secara kasat mata ia bisa saja dinilai jauh dari rasionalitas. Namun, pandangan ini menjadi mentah kalau kita melihat lebih lanjut esensi dari teks atau lebih tepatnya esensi dari nalar bayani ini. Untuk menjelaskan hal ini saya akan menggunakan pendekatan ahli bahasa dalam memahami teks. Jika di dalam pandangan ahli fikih—khususnya Imam Syafi’i—bayan hanya digunakan dalam membaca teks untuk mengetahui sebuah hukum, maka ahli bahasa mempunyai konsep bayan yang lebih luas. Al-Jahizh di dalam al-Bayân wa al-Tabyîn-nya menjelaskan, bayan tidak hanya digunakan untuk memahami, namun juga digunakan untuk memberikan pemahaman. Bayan, perspektif ahli bahasa, bukan hanya berhubungan dengan pembaca, namun juga tidak bisa dilepaskan dari pembicara.

Logika nazhm Al-Jurjani dapat membantu kita dalam memahami cara kerja al-Bayân perspektif ahli bahasa. Dalam pandangan Al-Jurjani, sesuatu yang paling fundamental dalam bahasa dan penyampaian adalah makna. Menurutnya, sebuah kata mengikuti makna yang bersemayam dalam benak pembicara atau pemilik teks. Sehingga untuk mengungkap keindahan konstruksi bahasa, kita dituntut untuk menggali dan mengetahui keindahan makna. Pendeknya, keindahan kata berada dalam keindahan maknanya.

Jika kita telaah lebih dalam logika nazhm Al-Jurjani ini, maka pada dasarnya kata atau bahasa dalam bentuk yang lebih umum, mempunyai hubungan yang berkelindan dengan akal. Makna ibarat jembatan untuk menghubungkan keduanya—bahasa dan akal. Karena makna yang terdapat dalam benak manusia adalah esensi dari bahasa yang diujarkannya. Itu artinya, untuk memasuki makna sebuah teks, tidak cukup hanya dengan mengetahui maknanya secara leterlek. Akan tetapi, kita diharuskan untuk memasuki ruang terdalam dari makna, yaitu akal pembicara--manusia. Sehingga di sinilah, di titik yang paling mendasar ini, nalar bayani yang bersandar kepada teks dan nalar burhani yang bersandar kepada rasio, berkolaborasi dan menemukan keharmonisannya.

Secara sederhana, kita dapat membuat lingkaran nalar bayani yang mencakup kedalam tiga horizon. Pertama, teks itu sendiri. Kedua, pembicara atau pemilik teks. Ketiga, lawan bicara (mukhathab). Untuk memasuki tiga cakrawala ini tentu bukan hal yang mudah. Karena dalam horizon teks, kita harus mengetahui bagaimana ia dipahami dan digunakan saat ia diujarkan. Di sisi lain, kita juga dituntut untuk mengetahui karekteristik dan gaya penyampaian sebuah bahasa di masa di mana ia diungkapkan. Sedangkan untuk masuk kedalam cakrawala pembicara atau pemilik teks dan lawan bicara (mukhathab), kita dituntut untuk mengetahui sosio kultural yang mengitari keduanya. Karena bahasa, selain ia sebagai sarana komunikasi, ia juga merupakan potret atau cerminan dari sosialnya. Sehingga dengan memahami ketiga cakrawala ini, apa yang dinginkan dalam nalar bayani menemukan keutuhannya dalam memahami dan memaknai sebuah teks atau bahasa dan penyampaian.

Mugnkin di sini kita merasa bahwa logika mengenai teks yang saya bicarakan ini tidak relevan dengan teks al-Quran. Karena seperti yang jamak diketahui, al-Quran bukanlah sabda Nabi Muhammad Saw., sehingga bangunan bahasanya tidak tersentuh oleh keinginan dalam diri Nabi. Ya, saya setuju bahwa satu huruf pun dari al-Quran tidak hadir mengikuti keinginan nabi Muhammad Saw., melainkan ia murni dari Tuhan semata. Namun bukan berarti kita dalam memahami makna dari teks al-Quran harus terlepas dari siyâqnyaalur cerita dari sebuah penyampaian atau keadaan di mana kata itu diungkapkan. Karena memahami teks tanpa melihat siyâqnya cenderung menghasilkan pemaknaan yang keliru, dan bahkan akan menghasilkan pemikiran yang radikal dan juga dangkal. Sedangkan siyâq di sini merupakan tali penghubung antara ketiga horizon teks di atas. Pentingnya memahami siyâq ini tersurat dalam kaidah ahli bahasa yang menyatakan “li kulli maqâm maqâl” (dalam setiap kondisi dan keadaan terdapat sebuah ungkapan). Kaidah dasar dalam ilmu balaghah ini mengindikasikan bahwa untuk menghasilkan pemahaman yang benar terhadap sebuah teks, kita tidak bisa melepaskan diri begitu saja dari konteks atau siyâqnya. Karena konteks inilah yang kemudian membentuk ungkapan yang berbeda-beda, atau dengan bahasa yang berbeda, kontekslah yang mengundang pembicara menghadirkan bahasa dalam beragam konstruk dan bentuknya.

Akan tetapi, penting untuk dicatat, siyâq atau konteks bukan titik fokus kita dalam nalar bayani, melainkan ia hanyalah salah satu dari alat bantu paling mendasar dalam sebuah pemaknaan. Titik fokus utama yang sebenarnya di dalam nalar bayani adalah teks itu sendiri. Oleh karenanya memahami karekteristik sebuah bahasa, baik dari gramatika, suara dan bentuknya, juga sangatlah urgen dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dengan ini, nalar bayani tidaklah terjebak hanya pada konteksnya saja atau teksnya saja. Namun ia berusaha menggabungkan keduanya untuk menghasilkan pemaknaan yang utuh dan menyeluruh. Oleh karenanya, orang yang menolak nalar bayani sebagai manhaj yang absah hanyalah orang yang tidak memahami bahasa dan beragam ilmu yang mengitarinya. WalLâhu ta’âlâ a’lam.aa


Oleh ;
Rahmat Hidayat Biekaa

November 10, 2016

,

Mungkin kebanyakan orang merasa resah dan jengkel ketika melihat seseorang sering bersifat egois. Hal tersebut mungkin tidak dirasakan oleh sipemilik sifat tersebut, maklumlah ibarat kata pepatah “seseorang tidak akan bisa melihat telinganya sendiri”, mungkin itu adalah kata yang tepat.

Nah bagaimana dengan kita yang terlanjur mempunyai sifat seperti itu?, apakah kita akan mempertahakannya atau merubahnya secara total tanpa ada proses sebelumnya?, dan bagaimana respon kita atau orang yang ada disekeliling kita ketika melihat hal tersebut?.
Sebelum menjawab pertanyaan diatas mungkin sebaiknya kita  mengetahui apa arti dari egoisme sebenarnya?.

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Dari difisini tersebut mungkin kita sudah tidak enak mendengarnya bahkan sepemilik sifat tersebut merasakan hal yang sama. Egoisme sangatlah berbahaya apalagi sudah melampaui batas secara manusiawi. Hal tersebut akan menimbulkan sifat yang agak aneh dan heran, dan akan menimbulkan gejala-gejala seperti sering mengeluh dalam hal apapun bahkan hal yang sangat sepele, sering menyalahkan orang lain, keadaan, dan masih banyak gejala-gejala  lain yang mungkin belum kita sadari. Tentunya hal seperti itu sangatlah merugikan diri sendiri dan orang lain.

Mengatasi sifat egoisme yang berlebihan bukanlah hal yang gampang seperti mambalikkan telapak tangan. Hal tersebut memanglah sangat sulit, akan tetapi semua permasalahan akan teratasi selagi kita mempunyai kemauan, so tergantung diri kita  entah mempertahankan sifat tersebut atau tidak.

Terus bagaimana kita menghadapi hal tersebut? Apakah kita tertaawa seharian tanpa henti ? atau cemberut selama 10 bulan ? tentunya hal tersebut adalah cara yang kurang wajar untuk kita lakukan. Nah! sebaiknya kita kembali ke tips-tips mengatasi egois diri sendiri, salah satunya adalah selalu positif  thinking pada orang lain dan jangan biarkan pikiran negative menguasai diri sendiri, jangan suka membanding-bandingkan diri anda dengan orang lain, kembangkan empati terhadap orang lain, sikap melayani dan mendahulukan kepentingan orang lain, sabar dan selalu tersenyum. its ingat senyumnya jangan sampai lebih 3cm lho!.

Maka dari itu sudi kiranya kita mengintrospeksi diri dan selalu membuang rasa ego terhadap orang lain. Yah hitung-hitung untuk mengurangi perpercahan mas bro!

Sekian dari kami wassalamualaikum wr wb.

Oleh ;
Syaifullah Baihaqi

November 08, 2016

,




Engkau Itu Indah
Ketika Hatiku terpesona oleh asmara
Ingin ku terbang menghampirinya
Tapi Sayapku telah hilang Di telan Malam yang kelam.
Ketika Rinduku telah memberontak
Ingin Aku menangis sejadi jadinya
Tapi air mataku telah habis.
Ketika rindu memenjaraiku
Ingin Aku tertawa terbahak bahak
Namun hatiku terluka.
Ketika Rindu menggebu,
mengalun syahdu Di iringi nyanyian yg mnyentuh relung Kalbu.

Tiba Tiba...
Rindu itupun terhempas...
terkulai tak berdaya...
Biarlah rindu itu membisu
Biarlah Rindu itu berteman bersama waktu Entah sampai kapan...?
Tak sedikitpun terlepas dari ingatanku
Terukir kuat dalam kalbuku

Oh... Permata Hatiku...
Sajakku tercipta hanya Untukmu
Mutiara yang kuuntai hanya padamu
Bunga yg Ku tanam hanya untuk dirimu
Seindah apapun surga itu,
Takkan rela tanpa dirimu
Ku ingin hadir MU Bukan hanya dalam mimpi KU.
Ku ingin dengar sapa MU.
Bukan hanya dalam angan KU.
Ku ingin dengar Canda Mu Bkn hanya dlm hayal KU.
Sudikah mereka mengenal Lara Rinduku....?
Diamnya Fikir,
Geraknya Dzikir
Sabdanya bijaksana,
perintahnya terlaksana
Jika tertawa berwibawa,
Jika terharu orangpun terbawa.
Saat berharta uangnya tersebar,
Saat tak punya diapun Sabar.
Langkahnya jihad,
pendapatnya ijtihad.
Nasehatnya menyentuh,
prinsipnya kukuh.
Kalau tersenyum, senyuman bibirnya Indah
Kalau memandang, pandangnnya lurus tak berpindah.
Saat dia menjadi utusan,
akulah Umatnya
Saat dia menjadi raja,
akulah kaulanya
Jika memujinya adalah Bid'ah,
aku suka di sebut"wahai Bid'ah!".
Jika memujinya dikatakan haram,
aku mau jadi pendosa Dan benci Di katakan "bertaubatlah wahai anak Adam"!.
Lalu wahai NABI,
wahai penghuni Akal dan hati ku
Bagaimna aku tidak mencintaimu
Sedangkan adanya aku adalah sebab KASIH SAYANG MU....
#NABI KU Muhammad Saw.


By : Rozi Ababil

Follow Us @soratemplates